Liputan6.com, Jakarta Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia memiliki peran sentral dalam mendefinisikan wakil rakyat yang akan mewakili kepentingan publik di tingkat pemerintahan. Sejarah politik Indonesia mencatat dua periode kritis, yaitu Orde Baru dan masa kini, yang menunjukkan perbedaan signifikan dalam pelaksanaan proses pemilu. Perbandingan antara pemilu yang dilakukan pada masa orde baru dengan masa orde reformasi menunjukan perbedaan pelaksanaannya.
Baca Juga
Pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, pemilu dijalankan dalam konteks otoriter dengan berbagai keterbatasan yang menghambat proses demokratisasi. Hasil pemilu seringkali diduga tidak mencerminkan aspirasi sebenarnya dari masyarakat, karena adanya kendali politik yang kuat dari penguasa.
Advertisement
Perubahan dramatis terjadi dengan berakhirnya Orde Baru pada tahun 1998 dan lahirnya era reformasi. Masa kini di Indonesia menandai transformasi fundamental dalam sistem pemilu menuju arah yang lebih terbuka, inklusif, dan demokratis. Berikut ulasan lebih lanjut tentang perbandingan antara pemilu yang dilakukan pada masa orde baru dengan masa orde reformasi yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (22/12/2023).
Pemilu Masa Orde Baru
Pemilu di masa Orde Baru mencerminkan konteks politik yang unik dan berbeda dari periode sebelumnya maupun sesudahnya. Sebelum Orde Baru, pemandangan politik Indonesia diwarnai oleh keberagaman partai, dengan banyak partai yang bersaing dalam pemilihan umum. Namun, keadaan ini berubah secara signifikan seiring berlangsungnya Pemilu 1971, yang menjadi perubahan paradigma dalam sistem politik Indonesia di bawah kekuasaan Orde Baru.
Seiring berjalannya waktu, terjadi konsolidasi partai politik di Indonesia di bawah pemerintahan Orde Baru. Pada Pemilu 1977, jumlah partai yang diizinkan untuk berpartisipasi secara signifikan berkurang menjadi hanya tiga. Partai-partai ini, yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menjadi perwakilan resmi dalam sistem politik Orde Baru. Golkar, sebagai partai penguasa, mendominasi pemilu dengan menjadi pemungut suara terbanyak.
Penting untuk dicatat bahwa pelaksanaan pemilu di masa Orde Baru seringkali dikritik karena kurangnya persaingan yang sehat dan terbuka. Partai-partai yang ada pada dasarnya merupakan gabungan dari beberapa organisasi sebelumnya, yang membatasi variasi ideologi dan pilihan politik yang dapat diakses oleh masyarakat. Kondisi ini menciptakan suasana politik yang cenderung monoton dan kurang mencerminkan keberagaman opini dan aspirasi rakyat.
Kondisi politik ini berlanjut hingga pelaksanaan Pemilu 1997 yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Pemilu ini menjadi salah satu titik kritis dalam sejarah Indonesia modern, karena setahun setelahnya, terjadi krisis yang mengakibatkan jatuhnya pemerintahan Orde Baru. Peristiwa ini menciptakan landasan bagi era Reformasi, di mana sistem politik Indonesia mengalami perubahan mendasar menuju keterbukaan, pluralisme, dan partisipasi yang lebih besar dari masyarakat dalam pemilihan umum.
Advertisement
Pemilu Pasca Reformasi
Pemilu pasca reformasi di Indonesia membawa perubahan mendasar dalam sistem politik dan tata cara pemilihan umum. Setahun setelah memasuki era Reformasi pada tahun 1998, Indonesia menyelenggarakan Pemilu pada tahun 1999. Pemilu ini dianggap sebagai langkah kritis untuk memulihkan kepercayaan masyarakat, baik dalam negeri maupun di mata dunia internasional, yang terhancurkan akibat krisis politik dan ekonomi pada masa Orde Baru.
Pelaksanaan Pemilu 1999 didasari oleh tekad untuk membangun fondasi demokrasi yang lebih kuat. Sebagai respons terhadap kepercayaan yang terkikis terhadap lembaga dan pemerintahan, Indonesia membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 1999. KPU bertugas mengelola dan menyelenggarakan proses pemilu secara transparan, bebas, dan adil.
Perbedaan signifikan terlihat pada jumlah partai politik yang terlibat dalam pemilu. Meskipun terdapat lebih dari 141 partai yang terdaftar, hanya 48 partai yang secara aktif ikut serta dalam Pemilu 1999. Hal ini menunjukkan bahwa ada variasi ideologi dan opsi politik yang lebih luas yang tersedia bagi masyarakat untuk dipilih.
Pemilu ini menjadi tonggak awal dari serangkaian pemilihan umum lima tahunan yang diadakan pada 2004, 2009, 2014, dan 2019. Proses pemilihan ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk secara teratur menentukan perwakilan mereka di pemerintahan dan memberikan legitimasi pada rezim demokratis yang baru.
Melalui serangkaian pemilu pasca reformasi, Indonesia berhasil membangun fondasi demokrasi yang lebih kuat dengan melibatkan partisipasi yang lebih luas dari masyarakat. Pemilu menjadi panggung di mana ideologi, visi politik, dan program partai dapat dipertimbangkan secara bebas oleh rakyat. Meskipun masih ada tantangan dan perbaikan yang diperlukan, proses pemilihan umum pasca reformasi telah membawa Indonesia ke arah yang lebih terbuka, inklusif, dan demokratis.
Perbandingan Pemilu Orde Baru dan Pasca Reformasi
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, pemilu di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dari masa Orde Baru hingga pasca reformasi. Berikut adalah perbedaan utama antara keduanya.
Pemilu pada Era Orde Baru
1. Dominasi Partai Tunggal
Pada masa Orde Baru, terutama di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, Golkar mendominasi pemandangan politik sebagai partai tunggal. Pemilu dijalankan dengan kendali penuh oleh Golkar, dan partai-partai peserta lainnya memiliki keterbatasan dalam berpartisipasi secara signifikan.
2. Keterbatasan Kebebasan Berekspresi
Masa Orde Baru dicirikan oleh keterbatasan kebebasan berekspresi dan asosiasi politik. Partai oposisi diawasi dengan ketat, dan kritik terhadap pemerintah dapat berujung pada tindakan represif. Pemilu dianggap sebagai alat legitimasi pemerintah, bukan sebagai arena untuk adu gagasan.
3. Manipulasi Hasil Pemilu
Pemilu pada masa Orde Baru sering kali dituding mengalami manipulasi hasil, dengan klaim bahwa Golkar selalu menang dengan margin yang sangat besar. Proses pemilihan umum tidak selalu mencerminkan kehendak sebenarnya dari rakyat.
Pemilu Masa Kini
1. Pluralisme Partai Politik
Pasca-Reformasi, Indonesia mengadopsi sistem demokrasi multipartai. Keberagaman partai politik berkembang, memungkinkan munculnya ideologi dan representasi yang lebih bervariasi sesuai dengan keinginan masyarakat.
2. Kebebasan Politik dan Berekspresi
Masyarakat memiliki kebebasan politik dan berekspresi yang lebih besar. Media massa dan aktivis politik dapat menyuarakan pendapat mereka tanpa takut represi seperti pada masa Orde Baru.
3. Transparansi dan Pengawasan
Sistem pemilu saat ini lebih transparan, dengan keterlibatan badan pengawas pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU). Proses penghitungan suara dan pelaporan hasil lebih terbuka untuk umum, mengurangi risiko manipulasi.
4. Pentingnya Partisipasi Publik
Pemilu di masa kini menekankan pentingnya partisipasi publik. Masyarakat diajak untuk terlibat dalam proses demokrasi, baik melalui partisipasi dalam kampanye politik, debat, atau pemilihan umum itu sendiri.
Dengan peralihan ke sistem demokrasi multipartai, kebebasan politik yang lebih besar, dan peningkatan transparansi, pemilu di Indonesia pasca reformasi mencerminkan upaya untuk menciptakan sistem politik yang lebih inklusif dan responsif terhadap keinginan rakyat.
Advertisement