5 Penyebab Januari Terasa Lama dan Lebih Lambat Dibanding Bulan Lainnya, Ini Penjelasan Sains

Keluhan mengenai bulan Januari yang dirasa lebih lama dan lebih lambat sedang viral di media sosial baru-baru ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jan 2024, 18:42 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2024, 18:42 WIB
Januari Terasa Lama Dibanding Bulan Lainnya
Januari Terasa Lama Dibanding Bulan Lainnya (Sumber foto: pexels/Jess Bailey Designs)

Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini viral di media sosial banyak netizen yang mengeluhkan bulan Januari terasa lebih lambat. Bulan Januari dianggap sebagai bulan yang terasa lebih lama dibandingkan bulan-bulan lain dalam setahun. Padahal waktu di bulan Januari sama saja dengan bulan yang terdiri dari 31 hari di dalamnya.

Beberapa orang mungkin merasa bahwa waktu berjalan lebih lambat atau perasaan penantian yang lebih intens selama bulan ini.

Apakah ada penjelasan ilmiah untuk perasaan ini? Mari kita eksplorasi beberapa faktor ilmiah yang mungkin menjadi penyebabnya. Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, penjelasan ilmiah penyebab kenapa bulan Januari terasa lebih lama dan lebih lambat dibanding 11 bulan lainnya.

Penyebab Januari Terasa Lama dan Lebih Lambat Dibanding Bulan Lainnya

Ilustrasi kalender 2024 (Sumber: Pixabay)
Ilustrasi kalender 2024 (Sumber: Pixabay)

1. Musim Dingin dan Kurangnya Cahaya Matahari

Salah satu faktor utama yang dapat memengaruhi persepsi waktu adalah musim dingin, terutama bagi mereka yang tinggal di belahan bumi utara. Bulan Januari adalah puncak musim dingin di wilayah ini, di mana hari cenderung lebih pendek dan malam lebih panjang. Kurangnya cahaya matahari dan cuaca yang dingin dapat mempengaruhi mood dan persepsi waktu seseorang, membuat bulan terasa lebih lama.

2. Efek Libur dan Rutinitas yang Berubah

Bulan Januari datang setelah periode liburan akhir tahun, di mana banyak orang menikmati waktu bersama keluarga dan liburan. Setelah kembali ke rutinitas normal, perasaan kontras antara waktu luang liburan dan rutinitas sehari-hari dapat membuat bulan Januari terasa lebih panjang. Ketidaknyamanan ini bisa muncul sebagai hasil adaptasi kembali ke kehidupan sehari-hari.

Hal ini sejalan dengan penjelasan Zhenguang Ca, mahasiswa PhD di UCL, yang mempelajari persepsi waktu mengatakan ada kemungkinan bahwa memulai kembali pekerjaan setelah libur Natal menyebabkan muncul kebosanan dibandingkan dengan menikmati kesenangan selama libur Natal dan tahun baru.

3. Perasaan Awal Tahun dan Resolusi

Banyak orang menggunakan awal tahun sebagai waktu untuk merenung dan merencanakan resolusi baru. Ketika orang memiliki harapan dan tujuan yang tinggi untuk tahun yang akan datang, terkadang waktu terasa berjalan lebih lambat karena kesadaran akan perjalanan panjang menuju pencapaian tujuan tersebut.

4. Stres Pasca Libur

Stres pasca libur dapat menjadi faktor yang signifikan. Setelah masa liburan yang penuh kegembiraan, banyak orang harus menghadapi tanggung jawab dan tugas yang menumpuk pada awal tahun. Stres ini dapat memperkuat perasaan bahwa bulan Januari terasa lebih lama karena ketegangan dan beban kerja yang meningkat.

5. Variabilitas Suhu dan Cuaca

Faktor cuaca juga dapat memengaruhi persepsi waktu. Pada bulan Januari, suhu dan cuaca seringkali bervariasi, terutama di wilayah-wilayah yang mengalami musim dingin. Cuaca yang tidak menentu dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari dan meningkatkan perasaan bahwa waktu berjalan lebih lambat.

Dalam keseluruhan, perasaan bahwa bulan Januari terasa lebih lama dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk musim dingin, perubahan rutinitas, stres pasca libur, resolusi tahun baru, dan variabilitas cuaca. Meskipun persepsi waktu bersifat subjektif, pemahaman tentang faktor-faktor ini dapat memberikan wawasan lebih dalam mengapa bulan Januari terkadang terasa lebih panjang daripada bulan-bulan lainnya.

Penyebab Januari terasa lebih lambat dan lebih lama dibanding bulan lainnya juga bisa dijelaskan dengan Hipotesis Jam Dopamin.

Hipotesis Jam Dopamin

Hipotesis Jam Dopamin adalah konsep yang mengaitkan pelepasan dopamine dalam otak dengan pembentukan dan pengaturan siklus sirkadian, yang merupakan ritme biologis internal yang mengontrol berbagai fungsi tubuh, termasuk pola tidur dan bangun. Hipotesis ini merinci bagaimana dopamin, suatu neurotransmitter yang berperan dalam regulasi perasaan kenikmatan dan kepuasan, dapat memainkan peran kunci dalam menyesuaikan siklus sirkadian.

Dopamin sendiri adalah zat kimia dalam otak yang berfungsi sebagai neurotransmitter, mengirimkan sinyal antar sel saraf. Neurotransmitter ini terlibat dalam berbagai fungsi kognitif dan perilaku, termasuk motivasi, penghargaan, dan pengaturan mood. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pelepasan dopamine dalam otak dapat diatur oleh jam sirkadian internal, yang dikenal sebagai jam biologis.

Mekanisme Hipotesis Jam Dopamin:

Ritme Sirkadian dan Jam Biologis:

Tubuh manusia memiliki jam biologis internal yang diatur oleh inti suprakiasmatis (SCN) di hipotalamus otak.Jam biologis ini membantu mengatur siklus sirkadian, yang mempengaruhi berbagai proses fisiologis, seperti tidur, suhu tubuh, dan pelepasan hormon.

Pengaturan Dopamin oleh Jam Biologis:

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelepasan dopamine dalam otak mengikuti pola sirkadian yang teratur.Jam biologis dapat mempengaruhi aktivitas neuron-neuron yang menghasilkan dopamine, sehingga mengontrol kapan dan seberapa banyak dopamine yang dilepaskan.

Pengaruh Terhadap Mood dan Kondisi Psikologis:

  • Dopamin memiliki peran penting dalam mengatur mood dan memberikan sensasi kenikmatan.
  • Kaitan antara pelepasan dopamine dan siklus sirkadian dapat memengaruhi perasaan kesejahteraan, energi, dan motivasi pada berbagai titik waktu dalam sehari.

Gangguan Siklus Sirkadian dan Kesehatan Mental:

Adanya gangguan pada siklus sirkadian, seperti pergeseran jam tidur atau insomnia, dapat mempengaruhi pelepasan dopamine dan, akhirnya, berkontribusi pada gangguan kesehatan mental seperti depresi atau gangguan bipolar.

Implikasi pada Kesehatan dan Pengobatan:

Pemahaman lebih lanjut tentang hubungan antara dopamin dan jam biologis dapat membuka pintu untuk pengembangan strategi pengobatan baru yang memanfaatkan regulasi dopamin untuk mengatasi gangguan tidur dan masalah kesehatan mental terkait.

Walaupun hipotesis ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemahaman yang lebih mendalam, konsep Hipotesis Jam Dopamin memberikan pandangan baru terhadap bagaimana ritme sirkadian dan neurotransmitter seperti dopamin saling terkait, dan bagaimana interaksi ini dapat memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya