Sistem Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka, Ini Prediksi Jika Berubah Tertutup

Sistem proporsional terbuka dapat memperkuat partisipasi aktif dan pengambilan keputusan yang lebih inklusif.

oleh Laudia Tysara diperbarui 27 Feb 2024, 11:45 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2024, 11:45 WIB
KPU Gelar Simulasi Pemilu 2024
Petugas menunjukkan surat suara saat simulasi Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Simulasi digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara pemilu serentak yang akan dilaksanakan tahun 2024. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemilu 2024 di Indonesia telah berlangsung pada 14 Februari 2024, dengan keputusan untuk tetap mengadopsi sistem pemilu proporsional terbuka. Penting bagi masyarakat Indonesia untuk memahami betapa krusialnya sistem ini dalam menentukan representasi politik di tingkat nasional.

Di sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, sistem proporsional terbuka memberikan kesempatan bagi pemilih untuk secara langsung memilih calon legislatif. Mampu memperkuat partisipasi aktif dan pengambilan keputusan yang lebih inklusif.

Memahami sistem pemilu 2024 tetap proporsional terbuka adalah kunci bagi masyarakat Indonesia untuk melihat manfaat dari keputusan ini. Sistem terbuka memberikan kontrol langsung kepada pemilih untuk memilih calon yang dianggap paling mewakili nilai dan aspirasi mereka. Hal ini memberikan gambaran yang lebih transparan dan akuntabel dalam proses politik, membuka ruang untuk berbagai suara dan kepentingan masyarakat.

Jika Indonesia beralih ke sistem pemilu proporsional tertutup, ada potensi terjadinya keterbatasan partisipasi individu dan pengurangan pluralitas dalam wakil rakyat. Oleh karena itu, pemahaman masyarakat terhadap keunggulan sistem proporsional terbuka dapat membantu menjaga dan memperkuat fondasi demokrasi di Indonesia.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang sistem pemilu 2024 tetap proporsional terbuka dan prediksinya jika berubah ke tertutup, Selasa (27/2/2024).

Sistem Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka

KPU Gelar Simulasi Pemilu 2024
Petugas memasukkan surat suara saat simulasi Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Simulasi digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara pemilu serentak yang akan dilaksanakan tahun 2024. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sistem pemilu 2024 di Indonesia tetap mengadopsi sistem proporsional terbuka, menurut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menegaskan keterbukaan dalam proses pemilihan umum. Dalam putusannya, MK menolak permohonan sejumlah pihak yang menginginkan perubahan menjadi sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

Keputusan ini diambil dengan pertimbangan bahwa sistem proporsional terbuka lebih konsisten dengan prinsip konstitusi yang menekankan keadulatan dalam keputusan politik berada di tangan rakyat. Ini mempertegas bahwa penerapan sistem pemilu 2024 tetap memperhatikan aspek-aspek demokrasi dan partisipasi masyarakat.

Berdasarkan jurnal "Analisa Kritis Penerapan Sistem Proporsional Terbuka Maupun Tertutup Terhadap Peluang Penguatan Kontrol Publik Pada Pemilu 2024" yang diterbitkan oleh Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau, Pemilu 2024 menggunakan dasar hukum yang sama dengan Pemilu 2019, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Adanya landasan hukum ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Peraturan KPU sebagai pedoman pelaksanaan Pemilu 2024. Hal ini menunjukkan konsistensi dalam peraturan dan hukum terkait sistem pemilu proporsional terbuka di Indonesia.

Buku berjudul "Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca Amandemen UUD RI 1945 dan Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021" mendefinisikan ciri khas Pemilu Proporsional Terbuka yang tetap diterapkan menjadi sistem pemilu 2024.

Dalam sistem proporsional terbuka, surat suara mencakup informasi lengkap tentang setiap calon legislatif, termasuk logo partai, nama kader, foto, dan nomor urut. Kejelasan informasi ini meningkatkan transparansi dan memberikan pemilih pemahaman yang komprehensif tentang caleg yang bersaing, sejalan dengan prinsip demokrasi yang mendorong partisipasi aktif dan terinformasi dari pemilih.

Dalam penerapan sistem pemilu proporsional terbuka, pemilih memiliki kebebasan penuh untuk memilih caleg dengan cara mencoblos atau mencoret kertas suara sesuai petunjuk teknis Pemilu. Ini mencerminkan kontrol langsung pemilih terhadap pilihan mereka, memungkinkan ekspresi preferensi secara individual tanpa adanya pembatasan dari partai politik.

Penetapan pemilih dengan sistem ini berdasarkan suara terbanyak. Juga menekankan dukungan langsung dari pemilih terhadap caleg, yang merupakan langkah positif dalam mengukuhkan demokrasi partisipatif di Indonesia.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Simulasi Pelaksanaan Pemilu di Kota Tangerang
Sejumlah warga mengikuti simulasi pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2024 di TPS 16 Sukarasa, Tangerang, Banten, Senin (29/1/2024). (merdeka.com/Arie Basuki)

Kelebihan praktik sistem pemilu 2024 di Indonesia yang tetap proporsional terbuka

  1. Partisipasi yang Luas: Sistem pemilu proporsional terbuka memberikan kesempatan bagi beragam calon dari berbagai latar belakang untuk terlibat dalam proses politik. Ini meningkatkan representasi masyarakat secara lebih inklusif, memungkinkan suara dari berbagai segmen masyarakat didengar dan diwakili di parlemen.
  2. Keterbukaan dan Transparansi: Mencantumkan informasi lengkap tentang calon legislatif pada surat suara, termasuk foto, nama kader, dan nomor urut, sistem ini meningkatkan transparansi dalam pemilihan umum. Pemilih memiliki akses yang lebih baik untuk memahami profil calon dan membuat keputusan yang lebih informasi.
  3. Kontrol Pemilih yang Lebih Besar: Pemilih memiliki kebebasan penuh untuk memilih calon dari berbagai partai politik tanpa terikat pada daftar tertentu. Hal ini memberikan kontrol yang lebih besar kepada pemilih untuk menentukan representasi politik yang mereka anggap paling sesuai dengan kepentingan dan nilai-nilai mereka.

Kekurangan praktik sistem pemilu 2024 di Indonesia yang tetap proporsional terbuka

  1. Potensi Fragmentasi Politik: Sistem proporsional terbuka dapat memicu fragmentasi politik dengan munculnya banyak partai politik kecil yang mewakili beragam kepentingan. Hal ini dapat menghambat proses pembuatan keputusan dan stabilitas politik, karena seringkali diperlukan pembentukan koalisi yang rumit untuk membentuk pemerintahan yang stabil.
  2. Kurangnya Akuntabilitas Partai: Dalam sistem ini, anggota parlemen lebih cenderung mewakili partai politik daripada konstituennya secara langsung. Hal ini dapat mengurangi tingkat akuntabilitas terhadap pemilih, karena fokus perhatian seringkali tertuju pada kepentingan partai daripada kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
  3. Potensi Politik Uang dan Klienelisme: Penekanan pada popularitas dan daya tarik individual calon, sistem ini rentan terhadap praktik politik uang dan klienelisme. Calon dapat lebih fokus pada upaya memperoleh dukungan individual daripada memperjuangkan agenda dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dapat merusak integritas dan kualitas demokrasi.

 

Sistem Pemilu 2024 Jika Beralih ke Proporsional Tertutup

Simulasi Pemilu 2024
Warga memasukkan ujung jarinya ke dalam tinta usai melakukan pencoblosan surat suata saat simulasi pemungutan suara Pemilu 2024 di Halaman Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2024). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Jika sistem pemilu 2024 di Indonesia beralih ke proporsional tertutup, hal tersebut akan membawa perubahan signifikan dalam dinamika politik negara ini. Sebelumnya, Indonesia telah menerapkan sistem proporsional tertutup pada pemilu tahun 1955 dan selama era Orde Baru, yang menekankan peran partai politik dalam menentukan calon dan perolehan kursi.

Dalam sistem ini, pemilih hanya memilih partai secara keseluruhan, tanpa memiliki kontrol langsung atas calon-calon individu.

Perubahan menuju sistem proporsional tertutup terjadi pada pemilu tahun 1999, yang kemudian dilanjutkan dengan penerapan sistem pemilu proporsional terbuka sejak tahun 2004. Transformasi ini, yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, memberikan keleluasaan kepada pemilih untuk memilih secara langsung calon legislatif.

Hal ini meningkatkan partisipasi dan keterlibatan langsung masyarakat dalam proses politik, mencerminkan semangat demokratisasi yang lebih kuat di Indonesia.

Namun, jika Indonesia kembali beralih ke sistem proporsional tertutup, akan ada implikasi yang perlu dipertimbangkan. Salah satunya adalah potensi terjadinya pembatasan partisipasi politik individu. Dalam sistem proporsional tertutup, partai politik memiliki kendali yang lebih besar dalam menentukan siapa yang menjadi calon legislatif, yang dapat mengurangi pluralitas dan variasi dalam representasi politik.

Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap proses politik juga dapat terpengaruh. Keterbukaan sistem pemilu proporsional terbuka telah memungkinkan transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar, yang dapat menghasilkan legitimasi yang lebih kuat bagi para pemimpin terpilih. Beralih ke sistem tertutup dapat menimbulkan keraguan dan ketidakpuasan terhadap proses politik, mengancam stabilitas dan kredibilitas lembaga-lembaga demokratis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya