Usia Ideal untuk Menikah Bagi Anak Muda, Meminimalisir Perceraian

Usia ideal untuk menikah berbeda-beda dari pandangan hukum dan kesehatan.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 15 Mei 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2024, 20:00 WIB
Ilustrasi pernikahan menikah
Ilustrasi/Copyright unsplash/Luis Tosta

Liputan6.com, Jakarta Usia ideal untuk menikah adalah topik yang sering diperdebatkan di masyarakat. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan usia yang tepat untuk menikah, termasuk segi hukum dan kesehatan. Menurut Hukum Perkawinan di Indonesia, batas minimal usia untuk menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan.

Namun menurut pandangan kesehatan, usia ideal untuk menikah adalah ketika pria dan wanita sudah mampu berpikir secara dewasa dan matang. Hal ini berkaitan dengan kesiapan mental dan emosional, dalam membangun hubungan yang sehat dan saling mendukung.

Beberapa ahli psikologi percaya bahwa usia sekitar 25-30 tahun adalah usia ideal untuk menikah, karena pada rentang usia ini biasanya seseorang sudah memiliki kestabilan emosional, juga kematangan dalam menghadapi tanggung jawab perkawinan.

Menikah bukan hanya tentang kehidupan bersama dengan pasangan, tetapi juga berkaitan dengan tanggung jawab dan kesiapan untuk membina keluarga. Oleh karena itu, memiliki pekerjaan yang mapan dan penghasilan yang cukup stabil, menjadi faktor penting dalam menentukan usia yang tepat untuk menikah.

Berikut ini usia ideal untuk menikah dari beragam pandangan yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (15/5/2024).

Usia Ideal untuk Menikah

Ilustrasi pernikahan, menikah
Ilustrasi pernikahan, menikah. (Photo by sergio souza from Pexels)

Perkawinan adalah ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang bersatu sebagai suami dan istri, dimaksudkan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan langgeng, didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsep perkawinan ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mencakup aspek spiritual dan emosional yang dalam. Keabsahan perkawinan ditentukan oleh pemenuhan syarat-syarat yang ditetapkan oleh hukum agama dan kepercayaan masing-masing pasangan, serta pencatatan resmi yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UU 1/1974) tentang Perkawinan adalah pedoman yang mengatur prosedur dan persyaratan untuk sahnya perkawinan.

Baru-baru ini, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan bahwa usia ideal untuk menikah adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perkawinan pada usia yang terlalu muda, dapat mengakibatkan kurangnya kesiapan mental dan emosional, yang pada akhirnya dapat berujung pada perceraian. Oleh karena itu, BKKBN menekankan pentingnya memberikan pendidikan dan persiapan menyeluruh kepada pasangan sebelum menikah, melalui aplikasi elektronik seperti ELSIMIL.

Nicholas Wolfinger, seorang peneliti dan profesor sosiologi dari University of Utah, AS, menunjukkan bahwa usia ideal untuk menikah adalah antara 28 hingga 32 tahun, berdasarkan analisis data dari National Survey of Family Growth (NSFG) pada tahun 2006–2010. Studi lain juga menunjukkan bahwa tingkat perceraian lebih rendah jika seseorang menikah setelah usia 25 tahun. Namun, penting untuk diingat bahwa temuan ini mungkin tidak sepenuhnya berlaku di Indonesia, karena faktor-faktor seperti budaya, norma sosial dan kondisi ekonomi dapat memengaruhi pandangan masyarakat tentang usia ideal untuk menikah. Oleh karena itu, perlu untuk mempertimbangkan konteks lokal dan kondisi individual, sebelum membuat keputusan mengenai perkawinan.

Usia Menikah Menurut Undang-Undang

Ilustrasi pernikahan, menikah, muslim
Ilustrasi pernikahan, menikah, muslim. (Gambar oleh olcay ertem dari Pixabay)

Undang-undang tentang perkawinan adalah landasan hukum yang sangat penting, dalam menetapkan standar dan aturan terkait dengan institusi perkawinan di suatu negara. Dalam kasus Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang mengubah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk sahnya sebuah perkawinan.

Salah satu perubahan yang signifikan adalah penyesuaian usia minimum untuk menikah. Menurut amandemen ini, hanya orang yang telah mencapai usia 19 tahun yang diizinkan untuk menikah. Hal ini karena seseorang dianggap sudah cukup dewasa secara hukum, untuk memasuki ikatan perkawinan. Namun, penting untuk dicatat bahwa bagi mereka yang berusia di bawah 19 tahun, mereka masih dianggap sebagai anak di bawah hukum.

UU Perlindungan Anak memiliki peran yang sangat penting, maka anak-anak di bawah usia 19 tahun jika terikat perkawinan, bisa dianggap tidak sah secara hukum. Hukum ini tentu bertujuan untuk memastikan, bahwa anak-anak tidak terlibat dalam komitmen serius seperti perkawinan, sebelum mereka benar-benar siap secara fisik, mental, dan emosional. Namun demikian, hukum memberikan peluang bagi mereka yang berusia di bawah 19 tahun untuk menikah jika ada keadaan tertentu yang membenarkannya. Orang tua dari kedua belah pihak, baik calon pengantin pria maupun wanita, memiliki hak untuk mengajukan permohonan dispensasi kepada Pengadilan.

Dampak Pernikahan di Usia Muda

Ilustrasi menikah, pernikahan, wedding, Islami
Ilustrasi menikah, pernikahan, wedding, Islami. (Image by wirestock on Freepik)

Pernikahan di usia muda seringkali menimbulkan risiko dan tantangan, yang dapat memengaruhi baik aspek fisik maupun mental dari kedua pasangan yang terlibat. Risiko-risiko ini tidak hanya memiliki dampak jangka pendek, tetapi juga bisa berdampak jangka panjang terhadap kesejahteraan dan keberlangsungan hubungan mereka. Berikut adalah beberapa risiko yang mungkin terjadi:

Gangguan Psikologis

Kecemasan, stres, dan depresi seringkali menjadi masalah bagi pasangan yang menikah di usia muda. Mereka mungkin belum siap secara mental untuk menanggung beban dan tanggung jawab perkawinan, yang dapat mengarah pada gangguan psikologis yang serius.

Komplikasi Kehamilan

Perempuan yang melahirkan di usia muda sering menghadapi risiko komplikasi kehamilan seperti preeklamsia atau anemia. Komplikasi ini tidak hanya membahayakan kesehatan ibu, tetapi juga janin yang dikandungnya, dan dapat berujung pada masalah kesehatan jangka panjang.

Masalah Ekonomi

Ketidakstabilan keuangan seringkali menjadi akibat dari pernikahan di usia muda. Laki-laki muda mungkin belum memiliki pekerjaan atau penghasilan yang stabil, sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini dapat menyebabkan stres finansial yang berkepanjangan dan berdampak negatif pada hubungan mereka.

Kekerasan Rumah Tangga

Emosi yang tidak stabil dan kurangnya keterampilan komunikasi dapat memicu kekerasan dalam rumah tangga di antara pasangan yang menikah muda. Kekerasan fisik atau seksual sering menjadi dampak dari ketidakmampuan mereka dalam mengatasi konflik dan masalah rumah tangga.

Perceraian

Perceraian seringkali menjadi akhir dari pernikahan yang dimulai di usia muda. Masalah komunikasi, ketidakcocokan, dan perubahan individu seiring bertambahnya usia seringkali menjadi penyebab utama perceraian. Ini dapat mengakibatkan tekanan emosional dan psikologis yang berat bagi kedua pasangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya