Liputan6.com, Jakarta Dalam dinamika spiritualitas Islam, seringkali terjadi paradoks menarik yang mencerminkan rahasia kehendak Allah SWT. Banyak yang mengalami kelimpahan rezeki meskipun terkadang cenderung melalaikan ibadahnya. Fenomena ini dikenal sebagai istidraj, di mana Allah memberikan kenikmatan duniawi kepada hamba-Nya tanpa mengingatkan secara langsung akan kesalahan mereka. Namun, dibalik kelimpahan itu tersimpan pesan yang mendalam tentang peringatan akan kebijaksanaan dan azab-Nya.
Banyak yang mungkin bertanya, bagaimana mungkin rezeki lancar diberikan kepada mereka yang terkadang lalai dalam ketaatan? Pertanyaan ini mengungkapkan kompleksitas hubungan antara ketaatan dan kenikmatan dunia. Di balik tabir istidraj, terdapat perenungan yang mendalam tentang pentingnya waspada terhadap godaan dunia yang seringkali menjauhkan manusia dari tujuan hakiki hidupnya.
Advertisement
Dalam merenungkan makna istidraj, kita diingatkan untuk tidak hanya melihat kelimpahan materi, tetapi juga memperhatikan keberkahan spiritual dan keadilan ilahi yang mengatur segala rahasia di balik peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup.
Advertisement
Untuk lebih waspada menghadapi segala macam bentuk cobaan di dunia, berikut ini telah Liputan6.com rangkum bagaimana mewaspadai berbagai bentuk istidraj, pada Sabtu (18/5).
Peringatan tentang Bahaya Istidraj
Istidraj adalah fenomena dalam Islam yang menggambarkan pemberian kenikmatan duniawi kepada orang-orang yang terkadang melalaikan ketaatan mereka kepada Allah. Ayat Al-Quran dalam Surah Al-An'am ayat 44 menyampaikan peringatan tentang istidraj, di mana Allah membukakan segala pintu kesenangan bagi mereka yang melupakan peringatan-Nya:
فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَٰبَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُوا۟ بِمَآ أُوتُوٓا۟ أَخَذْنَٰهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ
Artinya: "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.'" (QS. Al An'am: 44)
Dalam tafsir Al Azhar, istidraj dijelaskan sebagai pembiaran dari Allah karena kelalaian hamba-Nya dalam beribadah, hingga mereka terperosok dalam kemaksiatan tanpa menyadari arah yang benar. Hal ini menjadi teguran keras dari Allah terhadap orang-orang yang terlalu terbuai oleh kenikmatan duniawi dan melupakan ketaatan.
Imam Al-Ghazali juga menjelaskan istidraj sebagai pembiaran karena ketidakmampuan individu untuk berhenti melakukan maksiat, yang pada akhirnya membawa mereka menuju penyesalan yang terlambat:
Allah SWT berfirman dalam QS. al-Qalam ayat 44 sebagai berikut:
فَذَرْنِى وَمَن يُكَذِّبُ بِهَٰذَا ٱلْحَدِيثِ ۖ سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: "Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,"' (QS. al-Qalam: 44)
Hadits dari Imam Ahmad yang mengutip sahabat Rasulullah SAW, 'Uqbah bin Amir, juga menegaskan bahwa pemberian duniaan kepada hamba-Nya yang terus menerus dalam kemaksiatan adalah bentuk istidraj:
"Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad yang berasal dari sahabat Rasulullah SAW, 'Uqbah bin Amir, Rasulullah SAW bersabda: 'Apabila engkau lihat Allah memberikan sebagian keduniaan kepada hamba-Nya, apa saja yang diingininya dengan serba-serbi kemaksiatannya maka pemberian yang demikian adalah istidraj.'"
Bagi orang yang beriman, istidraj merupakan peringatan akan bahaya terbuai oleh kenikmatan semu dan meninggalkan ketaatan kepada Allah. Sikap takwa dan ketakutan akan merugi dalam istidraj menjadi penanda penting untuk membedakan antara nikmat dari Allah yang benar-benar kemurahan-Nya dan istidraj yang sebenarnya merupakan peringatan keras dari-Nya.
Advertisement
Ciri-ciri Istidraj
Ciri-ciri seseorang yang terkena istidraj bisa menjadi penanda penting dalam memahami dinamika spiritualitas dan hubungan antara ketaatan serta kenikmatan duniawi dalam Islam. Dalam buku "Muhasabah Notaris/PPAT Terhadap Berbagai Kemungkinan Dosa dalam Menjalankan Jabatan Sehari-hari" karya Daeng Naja, terdapat beberapa ciri yang mengindikasikan seseorang terkena istidraj:
1. Kikir tapi Harta Bertambah (Al-Quran QS. Al-An'am: 44)
Istidraj dapat terlihat dari seseorang yang sangat menyayangi harta benda hingga enggan menyedekahkan atau membayar zakat. Meskipun demikian, Allah tetap memberikan kelimpahan rezeki, namun pada akhirnya orang tersebut akan diazab oleh Allah SWT.
2. Lalai Ibadah tapi Dikaruniai Nikmat (Al-Quran QS. Al-An'am: 44)
Ciri lain dari istidraj adalah ketika seseorang mendapatkan nikmat secara berlebihan namun melalaikan ibadahnya secara sengaja. Mereka merasa bahagia dan sukses tanpa memperhatikan ketaatan kepada Allah.
3. Sombong dengan Harta yang Dimiliki (Hadits Riwayat Al-Hakim)
Kekayaan yang berlebihan dapat membuat seseorang menjadi sombong dan lupa diri. Meskipun terlihat bahagia, sebenarnya mereka hidup dalam kesengsaraan spiritual.
4. Gemar Maksiat tapi Bahagia (Al-Quran QS. Al-An'am: 44)
Orang yang gemar melakukan maksiat namun hidupnya sukses dan bahagia dapat menjadi tanda terkena istidraj. Mereka harus waspada karena Allah menangguhkan azab untuk mereka.
5. Jarang Sakit (Hadits Riwayat Al-Bukhari)
Jarang merasakan sakit bisa jadi merupakan nikmat, namun juga bisa menjadi ciri istidraj jika seseorang terus-menerus melakukan perbuatan dosa namun tidak merasakan hukuman yang sesungguhnya.
Dalam hadits riwayat Al-Hakim, Rasulullah SAW juga menyampaikan tanda-tanda kesengsaraan, termasuk hati yang kejam dan terlalu memburu kesenangan dunia, yang bisa menjadi ciri-ciri orang terkena istidraj. Umar bin Khaththab RA pernah berdoa agar dijauhkan dari istidraj, menunjukkan kesadaran akan bahayanya terjerumus dalam istidraj.
Semua ciri-ciri ini mengingatkan kita untuk senantiasa berhati-hati dan waspada terhadap godaan dunia yang bisa menjauhkan kita dari ketaatan kepada Allah SWT.