Liputan6.com, Jakarta Resesi ekonomi adalah periode penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dan berlangsung lama, biasanya ditandai dengan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) selama dua kuartal berturut-turut. Resesi dapat berdampak luas pada berbagai sektor, menyebabkan peningkatan pengangguran, penurunan pendapatan, dan kemerosotan investasi. Kondisi ini seringkali menuntut intervensi pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter untuk memulihkan perekonomian.
Baca Juga
Faktor-faktor yang dapat memicu resesi ekonomi termasuk penurunan permintaan konsumen, krisis keuangan, atau gejolak politik dan sosial. Ketika resesi terjadi, bisnis cenderung mengurangi produksi dan investasi. Selain itu, ada banyak dampak dari resesi ekonomi dalam kehidupan sehari-hari individu dan rumah tangga.
Advertisement
Berikut Liputan6.com ulas mengenai arti resesi ekonomi beserta penyebab dan dampaknya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (29/5/2024).
Pengertian Resesi Ekonomi
Resesi ekonomi diartikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dalam periode yang stagnan dan berkepanjangan, mulai dari beberapa bulan hingga beberapa tahun. Resesi ini dapat menyebabkan penurunan tajam dalam keuntungan perusahaan, peningkatan pengangguran, hingga kebangkrutan bisnis dan ketidakstabilan ekonomi secara keseluruhan. Secara umum, resesi ekonomi ditandai oleh pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Pada tahun 2020 lalu, dunia mengalami resesi yang dipicu oleh pandemi Covid-19, yang berdampak luas pada hampir semua sektor ekonomi. Pandemi ini menyebabkan berkurangnya lapangan kerja dan banyak karyawan yang harus dirumahkan atau mengalami pemutusan hubungan kerja. Tanpa adanya aktivitas ekonomi yang normal dan mobilitas manusia yang terbatas, roda ekonomi global pun mengalami kemacetan yang signifikan, mengakibatkan resesi terburuk dalam beberapa dekade terakhir.
Selain pengangguran yang meningkat, resesi ekonomi juga berdampak pada penurunan investasi, konsumsi, dan produksi. Perusahaan-perusahaan besar maupun kecil menghadapi tantangan besar untuk bertahan hidup, sementara pemerintah berusaha untuk menstabilkan ekonomi melalui berbagai kebijakan fiskal dan moneter. Memahami resesi ekonomi secara mendalam penting untuk mengantisipasi dan mengelola dampaknya dengan lebih efektif, baik bagi individu, bisnis, maupun pemerintah.
Advertisement
Penyebab Resesi Ekonomi
Resesi ekonomi ditandai oleh penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam dua kuartal berturut-turut, mencerminkan penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi. Penyebab terjadinya resesi bervariasi dan saling berkaitan, melibatkan faktor ekonomi, teknologi, dan kondisi eksternal. Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai berbagai penyebab resesi ekonomi:
1. Guncangan Ekonomi
Guncangan ekonomi mendadak, seperti pandemi Covid-19, merupakan salah satu penyebab utama resesi. Pandemi ini melemahkan daya beli masyarakat akibat kesulitan finansial yang meluas. Selain resesi, guncangan ekonomi juga dapat menyebabkan masalah serius seperti penumpukan utang, di mana tingginya utang membuat biaya pelunasan meningkat dan bahkan mencapai titik di mana pelunasan menjadi tidak mungkin.
2. Inflasi
Inflasi yang tinggi juga merupakan penyebab utama resesi ekonomi. Misalnya, pada 2020 dunia mengalami resesi akibat pandemi, sementara kini tingginya inflasi, terutama karena melesatnya harga komoditas energi, menjadi pemicu utama. Inflasi adalah kondisi di mana harga barang dan jasa naik selama periode tertentu, melemahkan daya beli masyarakat dan menurunkan produksi barang dan jasa, yang dapat memicu pengangguran, kemiskinan, dan pada akhirnya resesi.
3. Tingginya Suku Bunga
Ketika inflasi melonjak, bank sentral sering kali menaikkan suku bunga untuk melindungi nilai mata uang. Namun, suku bunga yang tinggi juga membebani debitur dan dapat menyebabkan kredit macet. Jika kredit macet terjadi secara besar-besaran, sektor perbankan dapat mengalami krisis, memperparah kondisi resesi.
4. Deflasi
Selain inflasi, deflasi juga dapat menyebabkan resesi ekonomi. Deflasi, ditandai dengan turunnya harga barang dan jasa, pada awalnya mungkin meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, jika deflasi berlanjut, konsumen cenderung menunda pembelian, menunggu harga turun lebih jauh, yang pada akhirnya melemahkan daya beli dan mengurangi aktivitas produksi, merusak ekonomi secara keseluruhan.
5. Gelembung Aset Pecah
Fenomena gelembung aset di pasar saham dan properti juga dapat memicu resesi. Gelembung ini terjadi ketika investor membeli banyak saham atau properti dengan harapan harganya terus naik. Namun, ketika gelembung pecah, terjadi panic selling, di mana aset dijual secara massal, menyebabkan kejatuhan pasar dan mendekatkan ekonomi pada resesi.
6. Perkembangan Teknologi
Revolusi industri dan perkembangan teknologi juga dapat berkontribusi pada resesi. Penerapan Artificial Intelligence (AI) dan robotik berpotensi menggantikan banyak pekerjaan manusia. Pergantian tenaga kerja manusia dengan teknologi dapat meningkatkan angka pengangguran, yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan resesi ekonomi.
Dampak Resesi Ekonomi
Resesi ekonomi adalah situasi yang tidak diinginkan dalam perekonomian karena membawa berbagai dampak negatif yang luas. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga oleh perusahaan dan individu dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah penjelasan lebih detail mengenai dampak resesi ekonomi:
1. Dampak Resesi Ekonomi untuk Pemerintah
Resesi ekonomi menyebabkan pendapatan negara dari pajak dan non-pajak menurun drastis. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya penghasilan masyarakat dan anjloknya harga properti, yang pada akhirnya mengurangi jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang masuk ke kas negara. Meskipun pendapatan negara berkurang, pemerintah tetap harus berupaya menciptakan lapangan kerja baru karena meningkatnya angka pengangguran, yang sering kali memaksa pemerintah untuk mengambil pinjaman dari bank asing guna menutupi kekurangan anggaran.
Selain itu, pembangunan di berbagai sektor pemerintahan harus terus berjalan untuk menjamin kesejahteraan rakyat, meskipun pendapatan pajak menurun. Program-program kesejahteraan sosial harus tetap dijalankan, menambah tekanan pada anggaran negara. Akibatnya, pemerintah menghadapi defisit anggaran yang meningkat dan utang pemerintah yang semakin tinggi, memperburuk situasi fiskal negara.
2. Dampak Resesi Ekonomi untuk Perusahaan
Perusahaan menghadapi risiko kebangkrutan yang tinggi selama resesi ekonomi. Dengan daya beli masyarakat yang menurun, pendapatan perusahaan juga berkurang, mengancam kelancaran arus kas mereka. Dalam upaya bertahan, perusahaan sering kali terpaksa menurunkan harga produk mereka, yang meskipun dapat mendorong penjualan, juga mengurangi margin keuntungan dan memaksa perusahaan melakukan efisiensi besar-besaran.
Untuk mengurangi biaya, perusahaan mungkin menutup unit bisnis yang kurang menguntungkan dan memotong biaya operasional lainnya. Langkah-langkah ini sering kali termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan fasilitas, yang meskipun dapat membantu perusahaan bertahan dalam jangka pendek, dapat berdampak buruk pada karyawan dan komunitas lokal.
3. Dampak ke Pekerja
Efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan selama resesi berdampak langsung pada para pekerja. Penutupan unit bisnis yang tidak menguntungkan dan pemotongan biaya operasional sering kali berarti PHK massal, yang meningkatkan angka pengangguran. Para pekerja yang kehilangan pekerjaan harus menghadapi tantangan memenuhi kebutuhan hidup di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Bagi pekerja yang tetap bertahan, mereka mungkin menghadapi pemotongan upah dan pengurangan hak-hak kerja lainnya. Kondisi ini memperburuk ketidakstabilan finansial individu dan rumah tangga, menciptakan tekanan tambahan pada kesejahteraan mereka. Selama resesi, pekerja sering kali harus bekerja lebih keras dengan imbalan yang lebih sedikit, menambah beban psikologis dan finansial yang mereka alami.
Advertisement