12 Tari Aceh yang Wajib Disimak Generasi Muda, Jadi Daya Tarik Wisatawan

Tari Aceh tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Aceh, tetapi juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 10 Jul 2024, 13:50 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2024, 13:50 WIB
Citizen6
Tari Ratoh Jaroe sendiri adalah salah satu tarian khas Aceh

Liputan6.com, Jakarta Tari Aceh adalah salah satu bentuk kesenian tradisional yang berkembang di Provinsi Aceh. Kesenian ini terus dilestarikan dan diwariskan dari generasi ke generasi, menjadikannya sebagai identitas budaya yang khas bagi masyarakat serta Provinsi Aceh.

Tari Aceh memainkan peran penting dalam memperkaya seni dan budaya Aceh. Adapun koreografi dalam tarian ini sangat khas, dengan gerakan yang lincah dan penuh semangat. Menampilkan gerakan tangan dan kaki yang artistik serta atraktif, kostum yang digunakan juga menjadi ciri khas dari tari Aceh. Dalam penampilannya, para penari mengenakan pakaian adat yang indah dan berwarna-warni, seperti baju kurung dan selendang.

Selain menjadi bagian dari acara perayaan tradisional, tari Aceh juga dipertunjukkan dalam berbagai acara resmi, seperti upacara adat, pernikahan dan festival seni. Keberadaannya tidak hanya sebagai hiburan semata, tetapi juga memiliki nilai-nilai sejarah dan keagamaan yang mendalam. Tari Aceh sering kali digunakan untuk menggambarkan tema-tema keagamaan Islam, serta cerita-cerita legendaris Aceh.

Berikut ini Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber tentang tari Aceh yang jadi cerminana budaya masyarakat, Rabu (10/7/2024). 

 

Daftar Tari Aceh dan Cerminan Budayanya

Tari Ratoh Jaroe Massal Pecahkan Rekor Muri
Melihat Tari Ratoh Jaroe, sekilas memang mirip dengan tari saman yang begitu populer di Aceh.

Tari merupakan salah satu warisan budaya yang sangat kaya di Provinsi Aceh. Tarian ini sudah ada sejak zaman dahulu kala dan hingga kini, masih dilestarikan dan dipersembahkan oleh masyarakat Aceh sebagai bentuk ungkapan kecintaan mereka terhadap budaya daerah.

Tari Aceh sebagian besar dikaitkan dengan agama Islam, karena Aceh merupakan salah satu daerah yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam. Tarian ini sering ditarikan sebagai bagian dari upacara adat, perayaan agama, atau acara pernikahan. Dalam tarian ini, gerakan yang dibawakan sangatlah khas dan memiliki makna yang dalam.

Seiring berjalannya waktu, tari Aceh mengalami perkembangan dan penyesuaian. Kini, masyarakat Aceh terus melestarikan dan mengembangkan tarian ini melalui berbagai upaya. Berikut ini beberapa tarian Aceh yang perlu disimak generasi muda:

1. Tari Saman

Tari Saman merupakan salah satu tarian tradisional yang paling terkenal dari Aceh. Pada tanggal 24 November 2011, tarian ini secara resmi dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO. Tari Saman diciptakan oleh seorang ulama besar Aceh bernama Syekh Syaman dan berasal dari suku Gayo di Aceh Tengah.

Tari Saman menggunakan gerakan tepukan tangan ke paha atau ke tangan lainnya sambil menyanyikan syair tertentu. Para penari Saman mengenakan pakaian khusus yang berwarna-warni dan selama pementasan, mereka membentuk format dan pola lantai yang khas. Para penari harus berbaris membentuk garis lurus ke samping, yang menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan satu sama lain.

Selain sebagai hiburan, Tari Saman juga mengandung nilai-nilai ajaran Islam di tanah Aceh. Pola duduk para penari yang bersimpuh menyerupai posisi duduk antara dua sujud dalam salat, mencerminkan umat Islam yang sedang membentuk shaf saat melakukan kewajiban mereka.

Tarian ini sering ditampilkan untuk merayakan upacara adat dan perayaan keagamaan seperti Idul Fitri, Idul Adha, perayaan sunatan, hingga untuk menyambut tamu kenegaraan. Di daerah asalnya, suku Gayo, tarian ini juga dilakukan untuk merayakan kegembiraan atas masa panen yang berlimpah.

2. Tari Malelang

Tari Malelang berasal dari Aceh Selatan, tepatnya di Desa Padang, Kecamatan Susoh. Tarian ini termasuk dalam kategori tari hiburan dan pertunjukan, serta memiliki tujuan sebagai media pengajaran dan nasihat melalui syair atau lirik yang diucapkan penari selama pementasan.

Tarian ini biasa dilaksanakan pada upacara-upacara adat seperti perayaan perkawinan, sunat rasul, serta melepas nazar. Di Aceh, terdapat tradisi di mana seseorang yang bernazar memiliki anak akan melepaskan nazar tersebut dengan mengadakan Tari Malelang. Tari Malelang biasanya ditarikan oleh penari wanita dewasa berjumlah 10 sampai 12 orang. Para penari membentuk posisi melingkar dan bergerak maju ke depan, ke tengah, dan keluar, menciptakan tarian yang dinamis dan penuh makna.

3. Tari Seudati

Tari Seudati adalah salah satu tarian tradisional dari Aceh yang memiliki keunikan tersendiri. Tarian ini berasal dari pesisir Aceh dan dipentaskan oleh 10 orang laki-laki, di mana delapan orang sebagai penari dan dua orang lainnya sebagai pengiring yang bernyanyi.

Berbeda dengan tarian lain yang diiringi oleh musik tertentu, Tari Seudati dibawakan tanpa alat musik apapun. Sebagai gantinya, terdapat lantunan syair yang dinyanyikan oleh aneuk syahi. Nama Tari Seudati berasal dari bahasa Arab "Syahadat," yang berarti kesaksian atau pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya.

Ada juga yang mengatakan bahwa kata "Seudati" berasal dari kata "Seurasi" yang berarti harmonis atau kompak, yang sejalan dengan sejarah tarian ini yang menceritakan berbagai macam masalah dan cara menyelesaikannya bersama-sama. Awalnya, tarian ini dikenal sebagai tarian pesisir yang disebut Ratoh atau Ratoih, menggambarkan cara bersukacita saat musim panen atau malam bulan purnama.

Para penari Tari Seudati mengenakan baju putih dipadukan dengan celana panjang polos dan aksesoris berupa kain songket di pinggang hingga paha, serta rencong di pinggang dan tangkulok di kepala, yang semuanya berwarna merah, sesuai dengan ciri khas Tari Seudati.

4. Tari Ranub Lampuan

Tari Ranub Lampuan adalah salah satu tari tradisional Aceh yang masuk ke dalam daftar tari adat. Tarian ini berasal dari Banda Aceh dan diciptakan oleh Yuslizar pada sekitar tahun 1962.

"Ranub Lampuan" dalam bahasa Aceh berarti sirih di dalam cerana, tempat untuk menyimpan sirih pinang. Dalam adat istiadat masyarakat Aceh, tarian ini dilakukan untuk menghormati tamu. Tarian ini dipertunjukkan oleh tujuh orang penari wanita dengan beberapa pengiring musik band. Alat musik tradisional seperti serune kalee dan geundrang digunakan sebagai pengiring dalam pertunjukan Tari Ranub Lampuan.

 

5. Tari Kepur Nunguk

Tari Saman di Pembukaan Asian Games
Penari menampilkan tari Ratoeh Jaroe dari Aceh pada pembukaan Asian Games 2018 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (18/8). Tari yang dibawakan secara massal membuat penonton yang hadir riuh bertepuk tangan. (Liputan6.com/ Fery Pradolo)

Tari Kepur Nunguk berasal dari gabungan kata "kepur" yang berarti mengibarkan atau menyapu, dan "nunguk" yang merupakan nama burung khas Aceh. Nama burung ini memberikan arti kepemilikan atau kepunyaan. Dalam pertunjukannya, para penari mengenakan kostum khusus berupa kain yang diibaratkan sebagai sayap burung yang sedang terbang.

Kostum ini dimainkan dengan mengibaskan ke bawah dan ke atas, menggambarkan gerakan seperti burung yang sedang terbang. Saat sayapnya dikibarkan ke bawah, gerakan kaki dan badan penari akan meredah sedikit, sementara saat dikibarkan ke atas, gerakan kaki dan badan akan meninggi mengikuti gerakan sayap. Gerakan ini menjadi inti dari tarian Kepur Nunguk, menghadirkan keindahan gerakan yang harmonis dan mengandung makna mendalam tentang keterhubungan manusia dengan alam.

6. Tari Tarek Pukat

Tari Tarek Pukat berasal dari daerah pesisir Aceh dan terinspirasi dari aktivitas menarik pukat atau jala oleh para nelayan Aceh di laut. Tarian ini sederhana namun bermakna, menggambarkan kehidupan sehari-hari dan tradisi masyarakat nelayan Aceh dalam menangkap ikan.

Dalam penampilannya, para penari mengenakan busana tradisional dengan aksesoris khas Tarek Pukat seperti kain songket dan sabuk pinggang. Mereka menari dengan gerakan yang menggambarkan proses menarik jala, menggunakan tali sebagai atribut yang memberikan kehidupan pada gerakan mereka. Musik pengiringnya, sering kali melibatkan kelompok pengiring khusus, menambah keselarasan dan kehidupan dalam setiap penampilan tarian ini.

7. Tari Laweut

Tari Laweut memiliki nama yang diambil dari kata "selawat", yang berarti sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW. Tarian ini berfungsi sebagai media dakwah yang menyampaikan nilai-nilai Islam melalui syair-syair yang mendalam dan penuh makna.

Dalam pertunjukannya, Tari Laweut tidak diiringi oleh musik instrumen, melainkan menggunakan suara dari tubuh penari sendiri seperti tepukan dada, tepukan tangan, hentakan kaki dan vokal dari syahi yang menyanyikan syair. Setiap gerakan dan syair yang dibawakan mengandung pesan tentang keimanan, pembangunan masyarakat dan nilai-nilai sosial lainnya, di mana akan memperkaya pengalaman budaya bagi para penontonnya.

8. Tari Ratoh Duek

Tari Ratoh Duek menggambarkan semangat dan kebersamaan masyarakat Aceh. Nama "ratoh" diambil dari kata "rateb" dalam bahasa Arab yang berarti kegiatan berzikir atau berdoa, menunjukkan nilai-nilai spiritual yang dalam dalam kehidupan sehari-hari.

Tarian ini tidak menggunakan properti khusus seperti tarian tradisional lainnya, melainkan mengandalkan busana khas Aceh yang telah dimodifikasi dengan kain songket dan hiasan kepala serta ikat pinggang. Harmoni antara syair dan tepukan ritmis dari penarinya, mencerminkan kekompakan dan keharmonisan masyarakat Aceh dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Setiap tarian tradisional Aceh tidak hanya menjadi bagian dari hiburan atau seni pertunjukan semata, tetapi juga menyimpan makna-makna mendalam tentang budaya, kehidupan sosial, dan spiritualitas masyarakat Aceh yang perlu dilestarikan dan dipertahankan.

9. Tari Likok Pulo

semarak7-130819b.jpg
Para wanita ini pun rela duduk di atas aspal untuk unjuk kebolehan rampak rebana dan Tari Saman khas Aceh. (Liputan6.com/ Danu Baharudin)

Tari Likok Pulo berasal dari daerah Ulee Paya, Mukim Pulau Beras Selatan, Pekan Badan, Aceh Besar. Diciptakan oleh Syeh Ahmad Badron, seorang pedagang dan ulama Arab pada sekitar tahun 1849, tarian ini menggabungkan elemen-etlemen unik yang mencerminkan kehidupan masyarakat Aceh pada masa itu.

Secara etimologi, "Likok Pulo" berasal dari kata "likok" yang berarti gerakan tari, dan "pulo" yang berarti pulau. Pulau yang dimaksud adalah Pulau Beras atau Breuh, sebuah pulau kecil di ujung utara Sumatera. Tarian Likok Pulo sering kali dipentaskan pada perayaan-perayaan setelah panen padi atau menjelang waktu panen, sebagai bentuk syukur atas hasil bumi yang melimpah.

Tari Likok Pulo tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan budaya dan nilai-nilai sosial. Penari-penarinya, yang dilengkapi dengan properti tarian berupa bambu atau "boh likok", membentuk formasi duduk bersimpuh yang membentuk barisan atau "banjar". Gerakan mereka melibatkan penggunaan tubuh bagian atas, badan, tangan, dan kepala, yang menunjukkan keterampilan dan keahlian seni yang telah diwariskan secara turun-temurun.

10. Tari Labehaten

Tari Labehaten berasal dari daerah Singkil, Aceh, dan merupakan salah satu tarian yang menggambarkan keunikan budaya daerah tersebut. Kata "labehaten" dalam bahasa Singkil berarti "harimau", mencerminkan gerakan-gerakan kuat dan lincah yang meniru pergerakan harimau dalam alam liar.

Tarian ini umumnya ditarikan oleh dua penari laki-laki yang menjalankan gerakan merangkak seperti harimau, dengan penampilan yang dramatis dan menghibur. Selama pertunjukan, sering terjadi adegan lucu di mana salah satu penari berusaha bersembunyi di antara kerumunan wanita yang tertawa riang. Musik pengiringnya mengandalkan alat musik tradisional seperti gendang, yang memperkaya pengalaman budaya bagi penontonnya.

11. Tari Tuak Kukur

Tari Tuak Kukur adalah salah satu tarian tradisional dari Aceh Tengah yang berasal dari suku Gayo. Selain Tari Saman, Tari Tuak Kukur menjadi salah satu warisan budaya yang penting bagi masyarakat Aceh, menggambarkan kehidupan sehari-hari dan ritual-ritual penting dalam kehidupan agraris.

Nama "tuak" dalam bahasa Gayo merujuk pada suara yang digunakan untuk mengusir burung balam, sementara "kukur" adalah nama burung balam itu sendiri. Dalam tarian ini, penonton dapat melihat bagaimana para penari menggambarkan kehidupan petani, mulai dari penanaman padi hingga masa panen, dengan gerakan-gerakan yang dinamis dan penuh makna.

Tari Tuak Kukur sering kali dimainkan oleh tujuh perempuan remaja dan dewasa, dengan gerakan yang menggambarkan upaya para petani dalam melindungi tanaman mereka dari serangan burung balam yang mencari makanan. Musik pengiringnya, sering kali menggunakan alat musik tradisional seperti serune kalee dan geundrang, menguatkan nuansa budaya yang terasa dalam setiap gerakannya.

12. Tari Siwah

Tari Siwah adalah salah satu kesenian tari Aceh yang menonjol karena menggunakan senjata tajam dalam pertunjukannya. Meskipun serupa dengan Tari Dampeng dalam hal menggunakan senjata, Tari Siwah memiliki keunikan tersendiri dalam komposisi penari dan pesan yang disampaikannya.

Dalam pertunjukannya, penari-penari beraksi di dalam dan di luar lingkaran, dengan "dayang-dayang" yang membawa sajian ketan kuning di depan mereka. Dayang merupakan peran yang sering kali dimainkan oleh seorang pria yang berpakaian dan berperhiasan seperti wanita, menambah kesan dramatis dalam pertunjukan ini. Setelah rangkaian tarian selesai, ketan kuning yang sebelumnya dijaga oleh dayang dibagikan kepada penonton, mengakhiri acara dengan rasa kebersamaan dan penerimaan budaya yang kaya akan nilai-nilai tradisional. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya