Liputan6.com, Jakarta Dalam urusan pemindahan Ibu Kota Negara, Basil menjadi salah satu negara yang banyak dijadikan rujukan. Brasil adalah sebuah negara yang terletak di wilayah Amerika Selatan. Secara kondisi, baik ekonomi maupun kependudukan, negara ini memiliki kemiripan yang hampir sama dengan Republik Indonesia. Keduanya sama-sama memiliki jumlah penduduk di atas 200 juta jiwa dan keduanya sama-sama negara yang masih berkembang.
Baca Juga
Advertisement
Brasil adalah salah satu negara yang pernah memindahkan ibu kotanya. Pada awalnya, Ibu Kota Brasil berada di Rio de Janeiro, sebuah kota metropolitan yang berpenduduk sekitar 1,6 juta jiwa. Namun, seiring dengan kebutuhan akan pemerataan pembangunan dan pengembangan wilayah, ibu kota Brasil dipindahkan ke lokasi baru, yaitu Brasilia.
Langkah pemindahan ibu kota Brasil kemudian menjadi salah satu rujukan bagi Indonesia dalam proses pemindahan ibukota dari Jakarta ke IKN. Seperti Brasil, Indonesia juga menghadapi tantangan yang serupa, seperti ketimpangan ekonomi antar wilayah dan tingginya konsentrasi penduduk di Jakarta. Berikut ulasan lebih lanjut tentang pemindahan ibu kota Brasil yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (11/7/2024).
Sejarah Pemindahan Ibu Kota Brasil
Brasil merupakan negara pertama di Amerika Latin yang memindahkan ibu kotanya pada tahun 1960. Sejarah pemindahan ibu kota Brasil dari Rio de Janeiro ke Brasilia tidak lepas dari peranan Presiden Juscelino Kubitschek de Oliveira, yang menjabat sejak 1956 hingga 1961. Juscelino memiliki visi besar untuk memodernisasi Brasil dan menciptakan stabilitas politik serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Dari awal masa kepemimpinannya, Juscelino mengusung motto "Fifty Years in Five", yang berarti percepatan pembangunan selama 50 tahun yang harus diselesaikan dalam lima tahun. Dengan semangat ini, Juscelino mempercepat industrialisasi dan pembangunan infrastruktur besar-besaran. Salah satu langkah penting dalam visi ini adalah pembangunan ibu kota baru sebagai pengganti Rio de Janeiro.
Rio de Janeiro sudah menjadi ibu kota Brasil selama ratusan tahun dan mengalami berbagai masalah perkotaan. Kota ini penuh sesak dengan penduduk, menyebabkan kemacetan yang parah setiap hari dan keterbatasan lahan untuk pembangunan lebih lanjut. Ketimpangan sosial dan ekonomi juga semakin membesar, baik di dalam kota maupun antara Rio dan daerah lainnya.
Dalam situasi seperti ini, pemindahan ibu kota dianggap sebagai solusi terbaik untuk mengurangi permasalahan tersebut. Pemerintah Brasil menginginkan ibu kota yang secara geografis berada di tengah-tengah negara, bukan di tenggara. Dengan demikian, mereka percaya bahwa lokasi tersebut dapat merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di seluruh negeri.
Wilayah pedalaman Brasil dipilih sebagai lokasi ibu kota baru dan dinamai Brasilia. Brasilia dipandang sebagai simbol perubahan dan modernitas yang dapat membawa Brasil ke era baru. Pada bulan September 1956, pembangunan Brasilia disetujui oleh kongres, dan karena harus selesai dalam waktu lima tahun, proses pengerjaannya dipercepat.
Brasil memulai pembangunan Brasilia dengan desain yang dirancang oleh arsitek terkenal Oscar Niemeyer dan urban planner Lúcio Costa. Kota ini dibangun dengan konsep yang futuristik dan inovatif, menggambarkan harapan Brasil untuk masa depan yang lebih baik. Pada tahun 1960, Brasilia resmi menjadi ibu kota Brasil, menggantikan Rio de Janeiro.
Langkah Brasil dalam memindahkan ibu kota ini menjadi salah satu referensi bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia, yang sedang merencanakan pemindahan ibu kota. Dengan belajar dari pengalaman Brasil, Indonesia berharap dapat menciptakan ibu kota baru yang modern, berwawasan lingkungan, dan mampu mendorong pemerataan pembangunan serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Advertisement
Pelajaran dari Pemindahan Ibu Kota Brasil bagi Indonesia
Pemindahan ibu kota Brasil dari Rio de Janeiro ke BrasÃlia pada tahun 1960 memberikan banyak pelajaran berharga yang dapat dijadikan referensi oleh Indonesia dalam rencana pemindahan ibu kota ke Nusantara. Fadhil Hasan, Pendiri Narasi Institute sekaligus Ekonom Senior, memberikan pandangannya mengenai hal ini. Menurutnya, Indonesia bisa meniru langkah Brasil, tetapi harus berhati-hati agar hasilnya tidak mengecewakan. Berikut beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari pemindahan ibu kota Brasil.
Perencanaan untuk Semua Kelompok Masyarakat
Salah satu pelajaran utama yang diambil dari BrasÃlia adalah pentingnya mempertimbangkan kebutuhan semua kelompok masyarakat dalam perencanaan dan implementasi pemindahan ibu kota. Fadhil Hasan mencatat bahwa BrasÃlia berkembang menjadi kota yang tertata dengan baik, namun dikelilingi oleh banyak area pemukiman kumuh. Ini terjadi karena perencanaan awal tidak mempertimbangkan kebutuhan semua lapisan masyarakat yang ingin tinggal di ibu kota baru. Untuk menghindari hal ini, Indonesia harus memastikan bahwa pembangunan ibu kota baru mencakup perumahan yang terjangkau dan fasilitas yang memadai untuk semua kelompok masyarakat.
Dampak Ekonomi yang Positif
Menurut Bappenas, pemindahan ibu kota Brasil tidak menimbulkan kerugian ekonomi bagi Rio de Janeiro. Sebaliknya, BrasÃlia mengalami dampak positif yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perencanaan yang baik, pemindahan ibu kota dapat membawa manfaat ekonomi yang besar. Indonesia perlu memastikan bahwa pemindahan ibu kota ke Nusantara direncanakan dengan matang untuk memaksimalkan dampak positif tersebut.
Â
Pembelajaran dari Negara Lain
Selain Brasil, ada beberapa contoh lain yang dapat dipelajari oleh Indonesia dalam konteks pemindahan ibu kota. Misalnya, Malaysia yang memindahkan ibu kotanya ke Putrajaya. Meskipun Putrajaya berhasil menjadi pusat pemerintahan, hampir semua aparatur sipil negara (ASN) tetap tinggal di Kuala Lumpur, menjadikan Putrajaya kota mati di malam hari. Demikian juga, Canberra di Australia yang sering disebut sebagai "planning without city" karena masih belum menarik penduduk untuk tinggal di sana.
Contoh lainnya adalah Korea Selatan yang memindahkan ibu kotanya ke Sejong pada tahun 2012. Hingga saat ini, proses perpindahan tersebut belum selesai karena biaya yang besar dan dinamika politik dalam negeri yang menghambat. Di dalam negeri, pemindahan ibu kota Provinsi Maluku Utara dari Ternate ke Sofifi pada tahun 2010 juga belum sepenuhnya berhasil, karena Sofifi hanya hidup pada jam kantor dan ASN kembali ke Ternate setelah jam kerja.
Advertisement