Debat Pilkada Aceh Tenggara 2024, Paslon Tak Mau Beri Pertanyaan karena Masih Saudara Malah Saling Dukung

Debat Pilkada Aceh Tenggara 2024 berubah menjadi sesi silaturahmi keluarga, di mana paslon saling mendukung alih-alih berdebat. Meski unik, debat ini menuai kritik karena dianggap kurang memberikan manfaat bagi pemilih.

oleh Rizka Muallifa diperbarui 26 Nov 2024, 10:41 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2024, 10:41 WIB
Pilkada Aceh Tenggara 2024
Pilkada Aceh Tenggara 2024 (Foto: YouTube Serambinews)

Liputan6.com, Jakarta Debat publik Pilkada Aceh Tenggara 2024 yang diharapkan menjadi ajang adu gagasan untuk meyakinkan pemilih justru menyajikan pemandangan unik. Ketiga pasangan calon (paslon), yakni Salim Fakhry-Heri Al Hilal (SAH), Raidin Pinim-Syahrizal (RASA), dan Pandi Sikel-Khairul Abdi (PADI), yang masih memiliki hubungan keluarga, memilih untuk tidak saling berdebat.

Acara yang diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Tenggara ini malah berubah menjadi sesi silaturahmi keluarga. Para paslon saling mendukung satu sama lain, bahkan menyampaikan doa dan harapan untuk kemenangan masing-masing.

Keputusan para paslon untuk tidak berdebat memicu kritik dari masyarakat yang merasa debat tersebut tidak memberikan manfaat nyata bagi pemilih. Lalu, apa saja momen unik yang terjadi dalam debat ini?

1. Ketegangan Hilang, Komitmen Persaudaraan Lebih Dominan

Debat publik yang seharusnya menjadi wadah untuk menguji visi, misi, dan program kerja masing-masing pasangan calon berubah menjadi ajang mempererat persaudaraan. Hal ini terlihat ketika Raidin Pinim, cabup nomor urut dua, menolak memberikan pertanyaan kepada cabup nomor urut tiga, Pandi Sikel.

"Adindaku Pandi Sikel nomor urut tiga, sesuai dengan komitmen dan janji kami berdua dengan kakakmu, saya tidak akan pernah memberikan pertanyaan kepada dirimu," ujar Raidin.

Ia bahkan mendoakan Pandi agar meraih suara sebanyak-banyaknya untuk memenangkan Pilkada.

Pernyataan tersebut disambut baik oleh Pandi Sikel, yang mengakui bahwa mereka adalah keluarga besar dan tetap mengutamakan hubungan kekeluargaan di atas persaingan politik.

2. Dukungan dan Doa di Tengah Persaingan Politik

Pilkada Aceh Tenggara 2024
Pilkada Aceh Tenggara 2024 (Foto: YouTube Serambinews)

Dalam momen yang jarang terjadi di panggung politik, Raidin Pinim bahkan mengungkapkan bahwa jika orang tua mereka masih hidup, situasi ini mungkin tidak akan terjadi. 

"Kalaulah seandainya orang tua kita masih hidup saat ini, bapak Haji Umurudin, tidak mungkin dia membiarkan kita berdiri sebagai pasangan calon bupati pada saat itu," tambahnya dengan penuh emosi.

Pandi Sikel merespons pernyataan tersebut dengan nada yang tidak kalah hangat. 

"Memang kita ini jujurnya masih berkeluarga, dan mudah-mudahan dalam hal politik dan hal apapun, keluarga tetap yang paling utama," kata Pandi.

3. Kritik Masyarakat: Debat Jadi Formalitas Tanpa Manfaat

Meski unik dan menyentuh sisi kekeluargaan, banyak pihak menilai bahwa debat ini gagal mencapai tujuan utamanya. Sebagai sarana informasi bagi pemilih, debat seharusnya menjadi ajang untuk memperkenalkan program kerja serta visi dan misi para calon.

Ketika para paslon lebih memilih untuk saling mendukung daripada berdebat, pemilih kehilangan kesempatan untuk mengetahui perbedaan program yang ditawarkan. Kritik pun bermunculan, menyebut acara tersebut sebagai formalitas belaka tanpa nilai substansi.

4. Perspektif Positif: Harmoni dalam Politik Lokal

Pilkada Aceh Tenggara 2024
Pilkada Aceh Tenggara 2024 (Foto: YouTube Serambinews)

Di sisi lain, beberapa pihak melihat momen ini sebagai hal yang positif, mengingat politik sering kali memecah belah keluarga. Dengan menonjolkan nilai kekeluargaan, ketiga paslon menunjukkan bahwa persaingan politik tidak harus selalu diwarnai dengan permusuhan.

Kritik tetap tidak dapat diabaikan. Ketika demokrasi membutuhkan transparansi dan persaingan gagasan, harmoni semata tanpa substansi berisiko mengecewakan pemilih yang menginginkan solusi nyata untuk permasalahan daerah.

Apa yang membuat debat Pilkada Aceh Tenggara 2024 unik?

Ketiga pasangan calon tidak saling berdebat karena masih memiliki hubungan keluarga. Mereka memilih untuk saling mendukung dan menonjolkan nilai persaudaraan.

Apakah debat ini memenuhi tujuan utama debat publik?

Banyak yang menilai debat ini gagal mencapai tujuannya sebagai wadah untuk mengadu gagasan, sehingga tidak memberikan informasi yang cukup bagi pemilih.

Bagaimana pandangan masyarakat terhadap debat ini?

Sebagian masyarakat mengkritik debat ini karena dinilai hanya formalitas, sementara yang lain melihat sisi positifnya sebagai contoh harmoni dalam politik.

Apakah ada dampak positif dari debat ini?

Debat ini menunjukkan bahwa politik tidak harus merusak hubungan kekeluargaan, tetapi tetap diharapkan paslon dapat memberikan solusi konkret untuk masyarakat.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya