Mengenal Riqab, Golongan Penerima Zakat dan Sejarahnya dalam Islam

Artikel ini membahas evolusi makna riqab dalam konteks zakat, dari arti tradisional sebagai budak hingga interpretasi modern yang lebih inklusif dan relevan dengan permasalahan sosial kontemporer, serta bagaimana riqab diinterpretasikan di berbagai tempat.

oleh Woro Anjar Verianty Diperbarui 17 Feb 2025, 13:30 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2025, 13:30 WIB
Ilustrasi zakat
Ilustrasi zakat. (Photo by master1305 on Freepik)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Dalam ajaran Islam, riqab merupakan salah satu dari delapan golongan yang berhak menerima zakat (mustahik zakat). Secara bahasa, riqab dapat diartikan sebagai budak atau hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya. Keberadaan riqab sebagai penerima zakat menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan aspek kemanusiaan dan pembebasan dari segala bentuk penindasan.

Pemahaman tentang riqab terus berkembang seiring dengan perubahan zaman. Meski pada masa sekarang praktik perbudakan konvensional seperti di zaman Nabi Muhammad SAW sudah tidak ditemukan lagi, konsep riqab tetap relevan untuk diterapkan. Para ulama kontemporer menafsirkan riqab dalam konteks yang lebih luas, yaitu mencakup kelompok-kelompok yang mengalami penindasan dan eksploitasi, baik secara personal maupun struktural.

Dalam perkembangannya, definisi riqab tidak hanya terbatas pada perbudakan fisik, tetapi juga mencakup berbagai bentuk 'perbudakan modern'. Hal ini menjadikan konsep riqab tetap aktual dan penting untuk dipahami, terutama dalam konteks pendistribusian zakat yang tepat sasaran. Pemahaman yang mendalam tentang riqab akan membantu memastikan bahwa dana zakat dapat tersalurkan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan dan sesuai dengan syariat Islam.

Lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi lengkapnya, pada Senin (17/2).

Definisi dan Landasan Hukum Riqab dalam Islam

Membayar zakat
Ilustrasi membayar zakat/Kingmaya Studio... Selengkapnya

Pemahaman tentang riqab dalam Islam memiliki landasan yang kuat dari Al-Qur'an. Allah SWT telah menetapkan riqab sebagai salah satu golongan penerima zakat sebagaimana disebutkan dalam Surah At-Taubah ayat 60:

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ - ٦٠

"Innamā ṣ-ṣadaqātu lil-fuqarāi wal-masākīni wal-'āmilīna 'alaihā wal-muallafati qulūbuhum wa fir-riqābi wal-gārimīna wa fī sabīlillāhi wabnis-sabīl(i), farīḍatan minallāh(i), wallāhu 'alīmun ḥakīm(un)"

Artinya: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana."

Para ulama memiliki interpretasi yang beragam namun saling melengkapi tentang definisi riqab. Imam Hanafi mendefinisikan riqab sebagai hamba yang telah mendapat janji dari tuannya untuk membebaskan diri dengan sejumlah tebusan. Sementara itu, Imam Maliki memandang riqab sebagai seorang hamba muslim yang dibeli menggunakan dana zakat untuk kemudian dimerdekakan.

Interpretasi lain datang dari Imam Syafi'i dan Imam Hambali yang memahami riqab sebagai hamba yang telah membuat kesepakatan dengan tuannya untuk menebus dirinya dengan jumlah uang tertentu. Dalam hal ini, dana zakat dapat diberikan kepada mereka sebagai bantuan untuk mencapai kemerdekaan.

Perbedaan Mendasar antara Riqab dan Orang Merdeka

Dalam sejarah Islam, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara status riqab (budak) dengan orang merdeka. Perbedaan-perbedaan ini mencerminkan betapa pentingnya konsep kemerdekaan dalam Islam dan mengapa pembebasan riqab menjadi salah satu prioritas dalam pendistribusian zakat.

Pertama, status riqab sering diposisikan sebagai "setengah manusia setengah hewan". Meskipun secara fisik mereka adalah manusia, namun dalam praktiknya, mereka diperlakukan layaknya hewan. Kondisi ini berlangsung selama berabad-abad dalam sejarah peradaban manusia, di mana para budak tidak dianggap sebagai manusia seutuhnya.

Kedua, riqab dianggap sebagai aset produktif oleh pemiliknya. Mereka dipandang setara dengan harta benda atau hewan ternak yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan keuntungan. Hal ini menjadikan kepemilikan budak sebagai bentuk investasi bagi para tuannya.

Ketiga, sebagai konsekuensi dari status mereka sebagai 'aset', riqab dapat diperjualbelikan. Bahkan, pada masa lalu terdapat pasar khusus untuk jual-beli budak, lengkap dengan sistem transaksi dan aktivitas perdagangan sebagaimana pasar pada umumnya.

Kontekstualisasi Konsep Riqab di Era Modern

Meski praktik perbudakan klasik telah dihapuskan, konsep riqab tetap relevan dalam konteks modern. Para ulama dan pemikir Islam kontemporer telah melakukan kontekstualisasi makna riqab untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini.

Dalam perspektif modern, riqab dapat diartikan sebagai kelompok yang mengalami penindasan dan eksploitasi, baik secara personal maupun struktural. Berbeda dengan fakir miskin yang menghadapi masalah sosial-ekonomi, kelompok riqab lebih berkaitan dengan isu-isu budaya dan politik.

Permasalahan utama kelompok riqab di era modern bukanlah semata-mata tentang bertahan hidup, melainkan lebih kepada kemampuan untuk mengeksplorasi diri, memilih, mengatur, dan menentukan arah hidup mereka secara merdeka. Ini mencakup berbagai bentuk 'perbudakan modern' seperti perdagangan manusia, eksploitasi pekerja, dan bentuk-bentuk penindasan sistemik lainnya.

Kontekstualisasi ini memungkinkan dana zakat untuk disalurkan kepada upaya-upaya pembebasan dan pemberdayaan kelompok-kelompok yang tereksploitasi, seperti:

  • Program pembebasan korban perdagangan manusia
  • Bantuan hukum bagi pekerja yang mengalami eksploitasi
  • Program pemberdayaan komunitas yang mengalami diskriminasi sistemik
  • Upaya-upaya penyadaran dan advokasi bagi kelompok tertindas

Ketentuan dan Hak Riqab dalam Islam

Islam telah mengatur dengan jelas tentang hak-hak riqab, termasuk ketentuan yang berkaitan dengan perlakuan terhadap mereka. Salah satu aspek penting yang diatur dalam Al-Qur'an adalah mengenai hubungan antara tuan dengan budaknya, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Mu'minun ayat 6:

إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوَٰجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

"Illā 'alā azwājihim au mā malakat aimānuhum fa innahum gairu malụmīn"

Artinya: "Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela."

Dalam praktiknya, seorang riqab memiliki beberapa keterbatasan hak yang membedakannya dengan orang merdeka. Salah satu yang paling mendasar adalah tidak adanya hak kepemilikan, di mana segala hasil kerja dan pendapatan seorang riqab menjadi milik tuannya secara penuh (100%). Kondisi ini mencerminkan betapa pentingnya kemerdekaan bagi martabat manusia.

Islam mengajarkan bahwa pembebasan riqab merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan. Hal ini ditunjukkan dengan ditetapkannya riqab sebagai salah satu mustahik zakat. Dana zakat yang dialokasikan untuk riqab dapat digunakan untuk membantu mereka memperoleh kemerdekaan, baik melalui pembayaran tebusan maupun pembelian untuk kemudian dimerdekakan.

Hikmah dan Nilai-nilai di Balik Pembebasan Riqab

Penetapan riqab sebagai salah satu mustahik zakat mengandung berbagai hikmah dan nilai-nilai luhur yang mencerminkan universalitas ajaran Islam. Beberapa hikmah utama di balik ketentuan ini antara lain:

1. Penguatan Nilai Kemanusiaan

Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan merdeka dan memiliki martabat yang sama di hadapan Allah SWT. Pembebasan riqab merupakan manifestasi dari upaya mengembalikan martabat kemanusiaan yang telah dirampas melalui praktik perbudakan.

2. Perwujudan Keadilan Sosial

Melalui pembebasan riqab, Islam mendemonstrasikan komitmennya terhadap keadilan sosial dan penghapusan segala bentuk eksploitasi manusia atas manusia. Zakat yang dialokasikan untuk riqab menjadi instrumen redistribusi kekayaan yang efektif dalam menciptakan keseimbangan sosial.

3. Pemberdayaan Ekonomi

Kemerdekaan yang diperoleh melalui pembebasan membuka kesempatan bagi mantan riqab untuk mengembangkan potensi diri dan membangun kehidupan ekonomi yang mandiri. Mereka dapat memulai usaha, bekerja untuk diri sendiri, dan memiliki hak atas hasil kerja mereka.

4. Pemulihan Psikologis

Pembebasan dari status riqab tidak hanya berdampak secara fisik dan material, tetapi juga memberikan pemulihan psikologis bagi mereka yang telah mengalami trauma akibat perbudakan. Kembalinya martabat dan kebebasan membantu memulihkan kepercayaan diri dan harga diri mereka.

Konsep riqab dalam Islam tidak hanya relevan sebagai kategori penerima zakat, tetapi juga menyediakan framework etis dan praktis untuk mengatasi berbagai bentuk ketidakadilan dan eksploitasi di era modern. Melalui pemahaman yang komprehensif tentang konsep ini, umat Islam dapat berkontribusi secara lebih efektif dalam upaya menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi.

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya