Siapa Pemberontak M23 yang Rebut Kota Bukavu di Kongo? Sebabkan Krisis Kemanusiaan

Pemberontak M23 merebut Bukavu di Kongo, memicu krisis kemanusiaan dan menambah ketegangan dengan Rwanda.

oleh Nurul Diva Diperbarui 17 Feb 2025, 18:03 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2025, 18:03 WIB
Krisis Kemanusiaan di Kongo
Dalam lima hari terakhir, sedikitnya 700 orang tewas dan 2.800 lainnya mengalami luka akibat konflik bersenjata yang kembali terjadi di Kongo. (Jospin Mwisha/AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kekacauan belakangan melanda Republik Demokratik Kongo setelah kelompok pemberontak M23 berhasil merebut Kota Bukavu, ibu kota Provinsi Kivu Selatan. Perebutan kota strategis ini menjadi pukulan telak bagi pemerintah Kongo dan menimbulkan dampak serius bagi warga sipil yang terjebak di tengah konflik.

Dalam beberapa bulan terakhir, kelompok M23 semakin gencar melakukan serangan dan memperluas wilayah kekuasaannya. Mereka sebelumnya telah menguasai Goma, kota utama di Kivu Utara, sebelum akhirnya bergerak ke Bukavu. Serangan ini tidak hanya mengancam stabilitas nasional tetapi juga memicu gelombang pengungsian besar-besaran serta krisis kemanusiaan yang mengkhawatirkan.

Pemerintah Kongo menuding Rwanda sebagai dalang di balik aksi M23, sementara Presiden Rwanda, Paul Kagame membantah keterlibatan mereka. Di tengah ketegangan ini, masyarakat internasional mendesak adanya gencatan senjata dan solusi diplomatik untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun ini. Berikut fakta mengenai siapa kelompok M23 dan dampak dari serangan mereka di Bukavu, dirangkum Lipuyan6, Senin (17/2).

Pemberontak M23 Rebut Kota Bukavu, Situasi Kongo Makin Mencekam

Dalam pemberitaan bbc.com, Kelompok pemberontak M23 terus menunjukkan kekuatannya dengan merebut Bukavu, kota utama di Kivu Selatan, setelah sebelumnya menguasai beberapa wilayah strategis lainnya di bagian timur Kongo. Bukavu merupakan kota penting yang berbatasan dengan Rwanda dan menjadi pusat perdagangan serta jalur logistik utama di kawasan tersebut.

Perebutan Bukavu oleh M23 menandai eskalasi konflik yang semakin memburuk, dengan laporan bahwa pasukan pemerintah Kongo mengalami kesulitan dalam mempertahankan wilayah mereka dari serangan pemberontak yang bergerak cepat. Serangan ini juga menimbulkan ketakutan di kalangan warga sipil, yang banyak di antaranya terpaksa mengungsi ke daerah yang lebih aman atau bahkan ke negara tetangga.

Dengan jatuhnya Bukavu, ancaman terhadap stabilitas wilayah semakin besar, terutama karena kota ini memiliki posisi strategis yang menghubungkan Kongo dengan negara-negara sekitarnya. Jika M23 terus memperluas pengaruhnya, bukan tidak mungkin konflik ini akan meluas ke daerah lain, termasuk ke ibu kota Kinshasa.

Siapa Pemberontak M23 dan Apa Tujuan Mereka?

Kelompok M23 pertama kali muncul pada tahun 2012 dan terdiri dari milisi etnis Tutsi yang menentang pemerintah Kongo. Nama mereka merujuk pada perjanjian damai yang ditandatangani pada 23 Maret 2009, yang mereka klaim telah dilanggar oleh pemerintah Kongo, sehingga mendorong mereka untuk kembali mengangkat senjata.

Setelah sempat dikalahkan oleh tentara pemerintah Kongo dan pasukan penjaga perdamaian PBB pada 2013, kelompok ini bangkit kembali pada 2021 dengan dalih bahwa pemerintah gagal memenuhi janjinya untuk mengintegrasikan mantan anggota M23 ke dalam angkatan bersenjata Kongo. Sejak itu, mereka melancarkan serangkaian serangan yang semakin agresif di Kivu Utara dan Kivu Selatan.

Selain mengklaim berjuang untuk melindungi hak etnis Tutsi, M23 juga diyakini memiliki kepentingan ekonomi di wilayah yang kaya akan mineral, termasuk emas dan coltan yang banyak digunakan dalam industri teknologi global. Perebutan wilayah oleh M23 diyakini berkaitan erat dengan kontrol atas sumber daya alam yang sangat berharga.

Namun, mereka membantah merebut Bukavu, ibu kota provinsi Kivu Selatan, atau wilayah lainnya. Meski di tengah konflik, mereka juga berkomitmen untuk melindungi penduduk sipil.

"Namun, kami menegaskan kembali komitmen kami untuk melindungi dan membela penduduk sipil serta posisi kami," kata kelompok tersebut dalam pernyataan resminya, dilansir dari ANTARA.

Krisis Kemanusiaan Meningkat, Lebih dari 500.000 Warga Mengungsi

Konflik bersenjata yang dipicu oleh serangan M23 telah menyebabkan gelombang pengungsian yang semakin besar, dengan lebih dari 500.000 warga dilaporkan mengungsi dari rumah mereka akibat pertempuran yang terus berlanjut. Banyak dari mereka terpaksa tinggal di kamp-kamp pengungsi dengan kondisi yang memprihatinkan dan keterbatasan akses terhadap makanan, air bersih, serta layanan kesehatan.

Laporan dari badan kemanusiaan PBB menunjukkan bahwa rumah sakit di Bukavu dan sekitarnya kewalahan menangani korban akibat serangan pemberontak, dengan banyak warga sipil yang mengalami luka-luka akibat tembakan dan ledakan. Selain itu, krisis ini juga memicu kelangkaan bahan pokok serta meningkatnya risiko penyebaran penyakit di kamp-kamp pengungsian yang padat.

Organisasi internasional mendesak adanya bantuan kemanusiaan yang lebih cepat dan efektif, namun akses ke daerah konflik masih sangat terbatas. Di tengah kondisi ini, warga sipil menjadi pihak yang paling terdampak, dengan banyak keluarga yang kehilangan tempat tinggal dan mengalami trauma akibat kekerasan yang mereka saksikan.

Tudingan terhadap Rwanda Didasari Ketegangan Politik Sejak Lama

Pemerintah Kongo menuding bahwa Rwanda berada di balik aksi pemberontak M23, dengan tuduhan bahwa Kigali memberikan dukungan logistik dan persenjataan kepada kelompok tersebut. Tuduhan ini diperkuat oleh laporan PBB yang menyebutkan adanya keterlibatan pasukan Rwanda dalam membantu operasi militer M23 di Kongo.

Rwanda sendiri telah berulang kali membantah keterlibatan mereka dalam konflik ini dan justru menuduh pemerintah Kongo bekerja sama dengan kelompok militan Hutu yang menjadi ancaman bagi keamanan Rwanda. Ketegangan antara kedua negara semakin meningkat, dengan ancaman kemungkinan eskalasi konflik lintas batas jika situasi tidak segera dikendalikan.

Hubungan antara Kongo dan Rwanda telah lama diwarnai ketegangan, terutama sejak genosida Rwanda tahun 1994 yang menyebabkan jutaan pengungsi Hutu melarikan diri ke Kongo. Sejak saat itu, berbagai kelompok bersenjata bermunculan di wilayah timur Kongo, dengan banyak kepentingan yang saling bertabrakan dalam perebutan kekuasaan dan sumber daya alam.

Upaya Gencatan Senjata dan Harapan Perdamaian

Di tengah meningkatnya tekanan internasional, aliansi pemberontak yang mencakup M23 mengumumkan gencatan senjata yang mulai berlaku pada 4 Februari 2025. Gencatan senjata ini diklaim sebagai langkah kemanusiaan untuk mengurangi penderitaan warga sipil, meskipun masih ada ketidakpastian mengenai implementasinya di lapangan.

Pemerintah Kongo, di sisi lain, tetap bersikeras untuk merebut kembali wilayah yang jatuh ke tangan M23, sehingga negosiasi damai masih menemui banyak tantangan. Banyak pihak berharap bahwa upaya diplomasi yang dimediasi oleh organisasi internasional dapat membawa solusi jangka panjang bagi konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun ini.

Saat ini, situasi di Bukavu dan wilayah sekitarnya masih sangat dinamis, dengan kemungkinan adanya pertempuran lanjutan jika solusi damai tidak segera ditemukan. Masyarakat internasional terus mendorong agar kedua belah pihak menghentikan kekerasan dan fokus pada jalan keluar yang dapat membawa perdamaian bagi rakyat Kongo yang telah lama menderita akibat konflik bersenjata.

People Also Ask

1. Siapa pemberontak M23 di Kongo?

M23 adalah kelompok milisi etnis Tutsi yang pertama kali muncul pada 2012 dan mengklaim berjuang melindungi hak minoritas mereka di Kongo.

2. Mengapa M23 menyerang Bukavu dan Goma?

M23 mengklaim pemerintah Kongo melanggar perjanjian damai 2009 dan kembali mengangkat senjata sejak 2021 untuk merebut wilayah strategis.

3. Apa dampak konflik M23 terhadap warga sipil?

Lebih dari 500.000 warga mengungsi, rumah sakit kewalahan menangani korban, dan terjadi krisis pangan serta penyebaran penyakit.

4. Apakah Rwanda terlibat dalam pemberontakan M23?

Pemerintah Kongo menuduh Rwanda mendukung M23 dengan logistik dan senjata, tetapi Rwanda membantahnya dan menuding Kongo mendukung milisi Hutu.

5. Apakah ada upaya perdamaian antara Kongo dan M23?

Aliansi pemberontak termasuk M23 mengumumkan gencatan senjata pada 4 Februari 2025, tetapi ketegangan masih tinggi dan pertempuran bisa berlanjut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya