Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh politisi Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra. Menurut Ketua MK Hamdan Zoelva, salah satu alasan pihaknya tidak mengabulkan uji materi tersebut adalah karena persoalan ambang batas atau Presidential Threshold (PT) yang telah ditetapkan oleh DPR.
"MK konsisten saja bahwa pandangan PT adalah legal policy dari DPR. DPR yang bisa mengubah. Nanti bisa saja DPR bisa melakukan pengubahan," ujar Hamdan usai menghadiri pengucapan janji hakim konstitusi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (21/3/2014).
Selain itu, kata Hamdan, pasal yang diajukan Yusril itu sudah 4 kali diuji. Dan MK menggunakan dasar putusan uji materi UU Pilpres pada 23 Januari 2014 yang diajukan Effendi Gazali dkk sebelumnya yang berisi bahwa putusan itu menyatakan Pilpres dan Pileg dilaksanakan serentak mulai Pemilu 2019.
"Itu mengenai PT, pasal yang sama sudah 4 kali diuji MK. Terakhir baru saja diputuskan pasal yang sama pada Effendi (Gazali), karena itu MK tidak mungkin mengubah dalam beberapa saat," jelas dia.
Yusril sebelumnya mengajukan uji materi Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU Pilpres terhadap Pasal 4 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 7C, Pasal 22E ayat (1) ayat (2) ayat (3) UUD 1945.
Menurut Yusril, pengajuan calon presiden dan wakil presiden harus dilakukan sebelum pelaksanaan pemilihan umum legislatif yang pesertanya adalah partai politik.
Pencalonan presiden dan wakil presiden tidak bisa dilakukan sebelum pemilu presiden dan wakil presiden maupun pemilihan DPD. Karena dua pemilihan itu pesertanya perorangan, bukan partai politik. (Raden Trimutia Hatta)
Baca juga:
MK Tak Terima Uji Materi UU Pilpres Yusril
Advertisement