Citizen6, Jakarta Musim haji 2015 baru saja usai. Masing-masing jemaah sudah mulai meninggalkan tempat haji dan siap kembali ke Tanah Air. Meskipun sempat diselimuti tragedi duka yang mendalam, ibadah haji akan selalu menjadi keinginan, khusunya bagi muslim yang mampu.
Tapi pernahkah kamu berpikir, sekembalinya ke Tanah Air mengapa lantas gelar haji menjadi nama depan mereka? Bahkan ada yang sengaja menulis nama haji di dokumen penting seperti KTP, KK, SIM, dan sebagainya. Konon katanya, pemakaian gelar haji menjadi nama depan hanya ada di Indonesia. Ya, Indonesia. Pertanyaan berikutnya adalah, sejak kapan?
Dahulu, orang Indonesia sekalipun melakukan ibadah haji, tidak dipanggil haji. Misalnya, pahlawan-pahlawan besar seperti Pangeran Diponegoro tidak dipanggil Haji Diponegoro. Kiyai Mojo juga tidak dipanggil Kiyai Haji Mojo.
Advertisement
Usut punya usut, kebiasaan menggunakan gelar haji ternyata muncul pada zaman penjajahan kolonial Belanda. Sebagaimana dilansir dari situs nu.or.id, pemakaian gelar haji, tepatnya ditengarai sejak adanya perlawanan umat Islam di Nusantara. Pada waktu itu, setiap pemberontakan selalu dipelopori oleh seorang guru, ulama, dan haji.
Para kolonialis akhirnya jengah, karena setiap ada warga pribumi pulang dari tanah suci Mekah selalu terjadi pemberontakan. Untuk memudahkan pengawasan, pada 1916, penjajah mengeluarkan keputusan Ordonansi Haji, yaitu setiap orang yang pulang dari haji, wajib menggunakan gelar “haji” di depan namanya. Tujuannya jelas, agar pelaku pemberontakan mudah diidentifikasi oleh Belanda. (War)*
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6