Konyol dan Niat Banget, Mudik Numpang Mobil yang Digendong Truk

Ada saja kreativitas konyol menyiasati aturan larangan mudik. Banyak yang akhirnya membuat kita harus tersenyum.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 03 Mei 2020, 19:00 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2020, 19:00 WIB
mudik
4 pemudik ini memanfaatkan mobil yang digendong truk towing agar tak ketahuan petugas. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang - Dalam menyiasati aturan, bisa jadi Indonesia sangat jago. Larangan mudik selama pandemi Corona, bukannya dituruti, malah justru disiasati agar bisa mudik, serta menjalankan puasa Ramadan dan berlebaran di kampung halaman.

Di Semarang, petugas menangkap pemudik yang berusaha melintas Kota Semarang dengan modus menggunakan truk untuk pengangkut mobil. Uniknya, mobil minibus yang dibawa truk itu berisi empat orang penumpang.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Semarang Endro P. Martanto menyebut, mereka tertangkap basah di perbatasan Kota Semarang dengan Kabupaten Semarang. Tepatnya di Taman Unyil, pada Sabtu, 2 Mei 2020 atau hari kesembilan puasa Ramadan.

"Setelah diperiksa truk tersebut mengangkut minibus berpenumpang, langsung kami minta putar balik," kata Endro.

Truk pengangkut mobil itu saat dihentikan masih ditutup kain terpal. Namun, ketika kain terpal dibuka, ternyata mobil yang diangkut berisi empat penumpang. Diduga mereka memanfaatkan momentum Ramadan untuk mudik.

"Langsung kami minta putar balik. Tidak sempat ditanya ke mana tujuan mereka karena saat itu arus lalu lintas padat," kata Endro.

 

Simak video pilihan berikut

Hanya Butuh Waras untuk Taat

mudik
4 pemudik ini memanfaatkan mobil yang digendong truk towing agar tak ketahuan petugas. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Lalu, bagaimana dengan penumpang minibus itu?

Penumpang dalam mobil yang digendong itu langsung diminta kembali naik ke atas mobil yang diangkut truk. Mereka harus memutar balik ke arah Kota Semarang.

Budayawan Semarang Prie GS menyebutkan bahwa tindakan itu sebenarnya alam bawah sadar pelaku yang ingin menjalankan tradisi puasa Ramadan di kampung. Namun, itu tak dibarengi dengan nalar yang waras.

“Apalagi saat ini edukasi bahwa yang sehat juga bisa menjadi pembawa virus itu dan menularkannya masih sangat kurang,” katanya.

Alih-alih edukasi, masyarakat justru disuguhi narasi-narasi yang hanya berkutat di area itu-itu saja. PSBB, lockdown, PKM, kelangkaan APB, mahalnya masker, kesulitan pangan dan lain-lain. Mereka yang sudah sembuh tak pernah jelas bercerita pengobatan yang dijalani. Dokter yang mengobati juga tak pernah cerita obat apa yang digunakan.

“Jadi untuk memutuskan mudik atau tidak, cukup hanya butuh nalar yang waras saja,” kata Prie.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya