Ketika Ramadan Mulai Hidup dengan Gerakan Bangun Sahur

Bulan Ramadan mulai tampak hidup dengan kegiatan gerakan sahur, yakni memainkan bunyi-bunyian berkeliling kampung untuk membangunkan sahur.

oleh Gusti Yovanda diperbarui 14 Mei 2020, 14:21 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2020, 22:40 WIB
Melihat Tradisi Bangunkan Sahur di Palestina
Dua pemuda "Musharati" Palestina memukul gendang saat membangunkan umat muslim untuk sahur pada malam kedua selama bulan suci Ramadan di Rafah di Jalur Gaza selatan (25/4/2020). (AFP/Said Khatib)

Liputan6.com, Samarinda - Bulan Ramadan tahun ini dilalui dengan sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sejak Provinsi Kalimantan Timur ditetapkan berstatus pandemi Covid-19, pemerintah membatasi semua kegiatan termasuk kegiatan keagamaan.

Keputusan itu cukup mengecewakan. Masyarakat terpaksa menjaga jarak dan tidak melakukan beragam tradisi saat Ramadan. Meski demikian, di beberapa daerah di Kota Samarinda ternyata masih ada yang berusaha menghidupkan nuansa Ramadan.

Sebagian anak muda tetap nekat menggelar tradisi beduk sahur di beberapa wilayah. Alasannya, karena Ramadan tidak sempurna tanpa irama beduk.

Dikatakan Muhammad Ardi (17), beduk sahur adalah penyemangat umat muslim saat melaksanakan makan sahur. Dia sengaja menggelar tradisi tersebut untuk menghibur warga yang tengah bersantap sahur.

“Makan sahur tanpa beduk sahur tidak nikmat, rasanya ada yang kurang, karena tidak semangat,” katanya.

Ardi merupakan warga Jalan Gerilya, Samarinda. Bersama 8 orang kawannya, dia berkeliling mengarak dan menabuh beduk. Mereka bersiap-siap pukul 02.00 wita, dan berkeliling hingga pukul 04.00 wita. Saat selesai, barulah mereka makan sahur di rumah masing-masing.

“Beduk sahur ini fungsinya sebagai penanda waktu sahur, kami tidak berkerumun. Dan tetap membawa masker,” sebutnya.

Jenis beduk yang mereka bawa terbuat dari drum yang dilapisi kulit sapi. Bedug itu sudah ada sejak beberapa tahun sebelumnya. Bersama rekan-rekannya, Ardi selalu mengikuti lomba beduk sahur yang diadakan di Kota Samarinda.

“Tahun lalu masih ikut lomba beduk sahur dari Radio Republik Indonesia (RRI). Tahun ini sepi, tak ada lomba. Tapi tradisi beduk kami tak boleh hilang,” sebutnya.

Rencananya, kegiatan mereka akan berlangsung hingga akhir Ramadan. Mereka tetap berupaya menjaga diri dari serangan Virus Corona saat melakaukan aksi mengarak beduk.

“Kami baru mula saat pertengahan Ramadan, nanti mau sampai akhir. Kami akan tetap waspada dan menjaga jarak. Kami juga hanya bergerak di seputaran tempat tinggal kami saja,” sebutnya.

Muhammad Fatahillah, warga Jalan Gerilya, mengapresiasi kegiatan beduk sahur yang dilakukan Ardi dan rekan-rekannya. Menurut Fatahillah, lebih baik menggelar beduk sahur, ketimbang mengikuti balap liar di jalanan.

“Belakangan marak balap liar di Kota Samarinda. Anak-anak ini lebih memilih membangunkan warga untuk sahur daripada ikut balap liar di jalanan,” pungkasnya.

Simak juga video pilihan berikut

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya