Dampak Bencana Gempa Cianjur, Bolehkah Sholat dengan Pakaian Kotor dan Najis?

Tidak menutup kemungkinan korban yang terkena gempa Cianjur pakaiannya kotor dan terkena najis.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 23 Nov 2022, 08:30 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2022, 08:30 WIB
ilustrasi sholat. islam-today.ru
ilustrasi sholat. islam-today.ru

Liputan6.com, Jakarta - Gempa yang mengguncang Cianjur pada Senin (21/11/2022) siang mengakibatkan rumah–rumah dan gedung-gedung rusak parah. Dilaporkan, gempa berkekuatan magnitudo 5,6 ini memakan ratusan korban jiwa, ada juga yang korban luka-luka.

Tidak menutup kemungkinan korban yang terkena gempa Cianjur pakaiannya kotor dan terkena najis. Ini menjadi persoalan khususnya bagi yang muslim, sebab jika pakaian terkena najis tidak sah dipakai sholat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut.

Tidak diterima salat yang dilakukan tanpa bersuci dan sedekah dari hasil korupsi.” [HR Muslim].

Menukil laman resmi Muhammadiyah, najis dalam fikih dibagi menjadi lima kategori, di antaranya kotoran dan muntah manusia, air mażi dan wadi, kotoran hewan (khususnya yang haram untuk dimakan), bangkai hewan, serta anjing dan babi.

Jika terkena salah satu kategori najis di atas, maka sholatnya tidak sah. Seorang muslim harus mengganti pakaiannya dengan yang lain, yang bebas dari najis.

 

Saksikan Video Pilhan Ini:

Kondisi Darurat

Pencarian Korban Longsor Usai Gempa Guncang Cianjur
Tim SAR gabungan berusaha mengevakuasi korban meninggal dalam rumah yang roboh di kawasan Cibeureum, Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022). Hingga hari kedua, ditemukan tujuh korban meninggal dari dugaan 30 warga yang tertimbun longsor akibat gempa bumi kemarin. (merdeka.com/Arie Basuki)

Namun, bagaimana saat terjadi bencana seperti gempa Cianjur yang tidak memungkinkan untuk berganti pakaian yang bersih? 

Bencana termasuk kondisi darurat. Menurut situs resmi Muhammadiyah, jika kondisi darurat seperti bencana dapat dimaklumi dan sholat seseorang menjadi sah meski terkena najis.

“Kewajiban salat tetap harus ditunaikan sekalipun salah satu syarat sahnya tidak terpenuhi. Inilah yang disebut sebagai kondisi darurat yang menyebabkan terjadinya pengecualian,” demikian tertulis dalam laman Muhammadiyah, dikutip Selasa (22/11/2022).

Dalam kaidah fikih disebutkan bahwa kondisi darurat dapat membolehkan sesuatu yang pada asalnya dilarang (al-dharuratu tubihu al-mahdzurat).

Wallahu’alam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya