Liputan6.com, Serang - Beberapa waktu terakhir, beredar viral berita perselingkuhan antara mertua dengan menantunya, di Banten. Menantu selingkuh dengan ibu mertua.
Belakangan, ibu mertua atau ibu kandung NR diusir dari rumahnya di Serang, Banten. Diketahui. Perselingkuhan menantu dengan ibu mertua itu viral di media sosial hingga menimbulkan kemarahan warga sekitar.
NR tinggal bersama ayahnya. Dia juga berniat menggugat cerai suami yang berselingkuh tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Dalam Islam, selingkuh adalah zina. Zina apalagi zina muhson hukumannya sangat berat dalam syariat Islam.
Terlebih, zina tersebut dilakukan oleh ibu mertua dengan menantu laki-laki. Sebab, keduanya merupakan mahram, dari jalur perkawinan.
Itu artinya, bagi menantu laki-laki, ibu mertua adalah orang yang haram dinikahi, meski telah menjadi mantan mertua sekalipun.
Mari menilik dasar hukumnya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Kategori Mahram
Dalam Al-Quran surah an-Nisa ayat 23, Allah SWT memasukkan ibu mertua sebagai perempuan yang tidak boleh dinikahi.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔
Artinya: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Mengutip Republika, Dalam hal ini, Imam Ibnu Katsir menukil sebuah riwayat pada masa Pemerintahan Khalifah Muawiyyah. Ketika itu, Bakr ibnu Kinanah pernah menceritakan kepadanya bahwa ayahnya menikahkan dirinya dengan seorang wanita di Taif.
Bakr ibnu Kinanah melanjutkan kisahnya, "Wanita tersebut tidak kugauli sehingga pamanku meninggal dunia, meninggalkan Utrima yang juga adalah ibu si wanita itu, sedangkan ibunya adalah wanita yang memiliki harta yang banyak."
Ayahku berkata (kepadaku), "Maukah engkau mengawini ibunya?" Bakr ibnu Kinanah mengatakan, 'Lalu aku bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai masalah tersebut.' Ternyata ia berkata, 'Kawinilah ibunya!'. "Bakr ibnu Kinanah melanjutkan kisahnya bahwa setelah itu ia bertanya kepada Ibnu Umar. Maka ia menjawab, "Jangan kamu kawini dia."
Setelah itu aku ceritakan apa yang dikatakan oleh keduanya (Ibnu Abbas dan Ibnu Umar). Lalu ayahku menulis surat kepada Mu'awiyah yang isinya memberitakan apa yang dikatakan oleh keduanya. Mu'awiyah menjawab,
"Sesungguhnya aku tidak berani menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, tidak pula mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Kamu tinggalkan saja masalah tersebut karena wanita selainnya cukup banyak." Dalam jawabannya itu Mu'awiyah tidak melarang—tidak pula mengizinkan— aku melakukan hal tersebut. Lalu ayahku berpaling meninggalkan ibu si wanita itu dan tidak jadi menikahkannya (denganku).
Advertisement
Dilarang Menikahi Mantan Ibu Mertua
Masih dari sumber yang sama, Syekh Yusuf Qaradhawi dalam Fiqih Kontemporer menjelaskan, tidak boleh menikah dengan bekas ibu mertua. Baik anaknya (bekas istrinya) sudah pernah di gauli maupun belum, baik yang diceraikan sebelum digauli maupun yang meninggal sebelum digauli. Syekh Qaradhawi menjelaskan, Allah SWT sudah mengatur ini dalam Al-Qur'an.
"Diharamkan atas kalian (menga wini) ibu-ibu kalian; anak-anak kalian yang perempuan; saudara-saudara kalian yang perempuan, saudara-saudara bapak kalian yang perempuan; saudara-saudara ibu kalian yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudara lelaki kalian: anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan kalian: ibu-ibu kalian yang menyusui kalian, saudara sepersusuan kalian; ibu-ibu istri kalian (mertua) anak-anak istri kalian yang dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istri kamu itu (dan sudah kalian ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagi kalian) istri-istri anak kandung kalian (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS an-Nisa:23).
Menurut Syekh Qaradhawi, dalam ayat ini, Allah SWT tidak membedakan antara mertua yang anaknya sudah pernah digauli (berhubungan seks) dan yang belum. Dengan demikian, akad nikah yang dilakukan seorang pria dengan seorang wanita mengharamkan kemungkinan adanya pernikahan dengan ibu mertua untuk selama-lamanya.
Syekh Qaradhawi melanjutkan, berbeda apabila seorang pria menikah dengan ibu yang belum pernah digaulinya. Kemudian, terjadi perceraian di antara mereka atau istrinya meninggal dunia. Pria itu pun boleh menikah dengan putri ibu tersebut.
Hal ini menjadi salah satu kategori perempuan yang boleh dinikahi dalam ayat tersebut. "… anak-anak istri mu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri. Tetapi, jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya.." (QS an- Nisa:25). Wallahu a'lam.
Tim Rembulan