Liputan6.com, Cilacap - Salah satu sahabat Rasulullah SAW yang sangat mencintai Rasulullah SAW ialah Abu Thalhah. Ia merelakan harta bendanya termasuk jiwanya untuk perjuangan demi kejayaan Islam.
Baca Juga
Advertisement
Semasa hidupnya, dia selalu ikut berperang bersama Rasulullah SAW dan bahkan disebut sebagai pengawal Nabi. Bahkan wafatnya ketika ia sedang berperang bersama-sama sahabat yang lain. Saat itu juga tengah melaksanakan ibadah puasa.
Keistimewaan Abu Thalhah masih tampak seusai wafatnya. Jasad utuh walau sudah meninggal berhari-hari. Bahkan, penampakannya seperti orang tertidur.
Namun begitu, ternyata banyak yang belum mengetahui perihal masuk Islamnya Abu Thalhah. Ternyata ia masuk Islam lantaran seorang wanita.
Saat itu, ketika dirinya belum masuk Islam, ia berniat menikahi seorang janda yang merupakan seorang muslimah yang baik hatinya, namanya Ummu Sulaim.
Sesampainya ia di rumah Ummu Sulaim ia berniat mengutarakan hatinya. Namun Ummu Sulaim keberatan karena saat itu Abu Thalhah belum masuk Islam.
Singkat cerita, atas permintaan Ummu Sulaim ini, Abu Thalhah akhirnya masuk Islam dan menjadi salah seorang pembela Islam yang gagah berani.
Simak Video Pilihan Ini:
Menjadi Perisai Rasulullah SAW
Menukil Republika, sejak hari itu, Abu Thalhah berada di bawah naungan Islam. Segala daya dan upayanya ia korbankan untuk berkhidmat kepada Islam.
Abu Thalhah dan istrinya, Ummu Sulaim, termasuk "Kelompok 70" yang bersumpah setia (baiat) kepada Rasulullah di Aqabah. Ia ditunjuk oleh Rasulullah menjadi kepala salah satu regu dari 12 regu yang dibentuk malam itu untuk mengislamkan Yatsrib.
Dia ikut berperang bersama Rasulullah dalam tiap peperangan yang beliau pimpin. Ia mencintai Rasulullah sepenuh hati dan segenap jiwa. Apabila Rasulullah berdua saja dengannya, dia bersimpuh di hadapan beliau sambil berkata, "Inilah diriku, kujadikan tebusan bagi diri anda, dan wajahku menjadi pengganti wajah anda."
Ketika terjadi Perang Uhud, barisan kaum Muslimin terpecah-belah dan lari tunggang-langgang. Oleh sebab itu, pasukan musyrikin sempat menerobos pertahanan mereka sampai ke dekat Rasulullah.
Musuh berhasil mencederai beliau, mematahkan gigi, dan melukai bibirnya. Sehingga darah mengalir membahasi wajah Nabi. Lalu kaum musyrikin menyebarkan isu bahwa Rasulullah telah wafat.
Mendengar teriakan kaum musyrikin itu, kaum Muslimin menjadi kecut, lalu lari porak-poranda meninggalkan Rasulullah. Hanya segelintir orang yang saja yang bertahan, mengawal dan melindungi beliau. Di antara mereka adalah Abu Thalhah yang berdiri paling depan.
Advertisement
Gugur dalam Perang dan Sedang Berpuasa
Abu Thalhah juga sosok Muslim yang pemurah, ia kerap mengorbankan harta bendanya untuk agama Allah. Ia juga sering berpuasa dan berperang sepanjang hidupnya.
Bahkan ia meninggal ketika sedang berpuasa dan berperang fi sabilillah. Kurang lebih 30 tahun setelah Rasulullah SAW wafat, dia senantiasa berpuasa, kecuali di hari raya. Umurnya mencapai usia lanjut, namun ketuaan tidak menghalanginya untuk berjihad di jalan Allah.
Pada masa Khalifah Utsman, kaum Muslimin bertekad hendak berperang di lautan. Abu Thalhah pun bersiap-siap hendak turut berjihad dengan kaum Muslimin. Anak-anaknya protes. "Wahai ayah, engkau sudah tua, engkau sudah ikut berperang bersama-sama dengan Rasulullah, bersama Abu Bakar dan Umar bin Al-Khathab. Kini ayah harus beristirahat, biarlah kami yang berperang untuk ayah," kata mereka.
Abu Thalhah menjawab, "Bukankah Allah telah berfirman:Â "Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."Â (QS At-Taubah: 41).
Firman Allah itu memerintahkan kita semua, baik tua maupun muda. Allah tidak membatasi usia kita untuk berperang."
Ia pun ikut berperang. Ketika Abu Thalhah yang sudah lanjut usia itu berada di atas kapal di tengah lautan bersama tentara Muslimin, ia jatuh sakit lalu meninggal dunia. Kaum Muslimin melihat-lihat daratan, mencari tempat pemakaman jenazah Abu Thalhah.
Namun setelah enam hari berlayar, barulah mereka menemukan daratan. Selama itu jenazah Abu Thalhah disemayamkan di tengah-tengah mereka di atas kapal, tanpa berubah sedikit pun. Bahkan ia seperti orang yang sedang tidur nyenyak.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Â