Liputan6.com, Jakarta - Universitas Islam Negeri (UIN) KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, yang lebih dikenal dengan nama UIN Gus Dur, baru-baru ini menjadi sorotan publik terkait pemberitaan mengenai seorang calon mahasiswa, Fitra Faradilla, yang terancam gagal kuliah karena tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Siswa SMAN 1 Sigaluh Banjarnegara ini dikabarkan tidak mampu melanjutkan pendidikannya di Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) UIN Gus Dur karena kesulitan membayar UKT.
Advertisement
Baca Juga
Melalui siaran pers, Rektor UIN Gus Dur, Zaenal Mustakim, memberikan klarifikasi terkait permasalahan ini. Dia menyampaikan bahwa setiap calon mahasiswa baru diwajibkan untuk mengisi formulir profil calon mahasiswa di situs resmi universitas.
"Pengisian formulir ini sangat penting untuk menentukan besaran UKT yang harus dibayarkan berdasarkan status sosial ekonomi yang diinput oleh calon mahasiswa," ujar Rektor pada Senin (20/5/2024), dikutip dari laman Kemenag, Selasa (21/5/2024).
Lebih lanjut, Rektor menjelaskan bahwa UKT untuk Program Studi PIAUD di UIN Gus Dur bervariasi dari Grade 1 sebesar Rp. 400.000 hingga Grade 7 sebesar Rp. 4.700.000. Namun, Fitra Faradilla tidak mengisi formulir tersebut, sehingga secara otomatis dikenakan UKT tertinggi sebesar Rp. 4.700.000.
"Karena tidak adanya data profil yang diisi oleh yang bersangkutan, kami tidak memiliki dasar untuk menetapkan UKT yang lebih rendah," jelasnya.
Simak Video Pilihan Ini:
Komitmen UIN Gus Dur
Zaenal juga menanggapi surat permohonan penurunan UKT yang dikirimkan oleh pihak SMAN 1 Sigaluh Banjarnegara.
"Kami sangat menghargai inisiatif pihak sekolah dalam mengajukan permohonan tersebut. Namun, prosedur kami mengharuskan pengisian formulir profil sebagai dasar penentuan besaran UKT. Tanpa data tersebut, kami tidak dapat memproses permohonan lebih lanjut," tegasnya.
Dengan adanya klarifikasi ini, diharapkan masyarakat dapat memahami prosedur yang berlaku di UIN Gus Dur terkait penentuan besaran UKT.
Rektor Zaenal Mustakim menegaskan komitmennya untuk mendukung calon mahasiswa dari berbagai latar belakang ekonomi agar tetap dapat melanjutkan pendidikan tinggi di UIN Gus Dur melalui mekanisme yang telah ditetapkan.
"UIN Gus Dur selalu berusaha untuk memberikan kesempatan pendidikan yang merata bagi semua calon mahasiswa. Namun, kami juga mengharapkan kerjasama dari calon mahasiswa dan pihak terkait untuk mengikuti prosedur yang ada," tutup Rektor Zaenal Mustakim.
Advertisement
Keluarga Fitra Tak Mampu Bayar UKT
Seperti diberikan sebelumnya, Fitra Faradilla, siswa SMAN 1 Sigaluh Banjarnegara, tampaknya harus mengubur mimpinya untuk kuliah karena tak mampu membayar biaya UKT.
Fitra dinyatakan diterima di S1 Pendidikan Islam Anak Usia Dini Universitas Islam Negeri (UIN) KH Abdurrahman Wahid (UIN Gus Dur) Pekalongan. Namun karena takut dengan biaya kuliah yang tinggi, Fitra tidak mengisi data awal untuk menentukan UKT.
Hal tersebut justru membuatnya terkena UKT, Rp4.700.000. Upayanya dibantu sekolah mengajukan surat banding untuk mendapatkan UKT terendah kandas setelah ditolak oleh Rektor UIN Gus Dur.
Fitra merupakan putri dari Riyoto, supir angkot di Wonosobo. Selama sekolah di SMA, Fitra bebas biaya sebagaimana siswa SMA negeri lainnya. Namun untuk kuliah, Fitra sepertinya tinggal menunggu keajaiban.
“Saya ikhlas kalau tidak bisa kuliah, mungkin nanti ada jalan lain. Orang tua saya juga sepertinya masih ada tanggungan cicilan sehingga tidak berani kalau harus utang-utang lagi,” ungkap Fitra.
Humas SMAN 1 Sigaluh Banjarnegara Heni Purwono mengatakan, pihak sekolah sebenarnya sudah berusaha membantu Fitra. SMAN 1 Sigaluh telah menyurati rektor untuk meminta keringanan UKT, namun ternyata ditolak.
KIP Kuliah?
“Kalau saja ada pengurangan biaya UKT dari UIN Gus Dur, katakanlah Fitra mendapat UKT Rp500 ribu atau Rp 1 juta saja, sekolah pasti akan membantu. Kita bahkan pernah membantu anak yang ke UNY sampai Rp2 juta beberapa tahun lalu. Karena nanti kan juga kita harus membantu untuk biaya kost dan lain-lain. Jadi sangat berat kalau UKT-nya Rp4,7 juta,” jelas Heni.
Itupun, tambah Heni, belum tentu menjadi solusi permanen, karena belum tentu Fitra ke depan memperoleh biaya KIP KUliah.
“Fitra kan sebenarnya mendaftar dengan KIP Kuliah, namun karena di UIN sistemnya KIP Kuliah bisa diakses setelah siswa menjalani kuliah, sehingga di semester satu ya tetap bayar UKT. Saya rasa ya solusi permanennya Fitra ke depan harus mendapatkan KIP Kuliah melihat kondisi ekonomi keluarganya,” jelas Heni.
Heni berharap ada kebijakan diskresi dari Rektor UIN Gus Dur untuk memberikan Fitra UKT terendah di semester 1.
“Kami sih masih berharap Rektor UIN Gus Dur memberikan keringanan meskipun sudah ada surat penolakan. Saya yakin kampus ini sama seperti Gus Dur yang menjunjung tinggi inklusivitas, memberikan kesempatan kepada semua warga negara untuk bisa berkuliah, termasuk bagi warga yang kurang mampu seperti Fitra. Karena di DTKS, keluarga Fitra ada di Desil 2, kriteria nomor 2 paling miskin,” harap Heni.
Advertisement