Bau Mulut saat Puasa Ramadhan? Jangan Galau lagi, Fadhilahnya Begini

Bau mulut saat puasa Ramadhan tak perlu membuat kita minder, sebab bau itu yang akan membuat mulia di akhirat

oleh Liputan6.com Diperbarui 02 Mar 2025, 12:30 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2025, 12:30 WIB
Ilustrasi bau mulut
Ilustrasi bau mulut/Copyrighr Freepik/azerbaijan_stockers... Selengkapnya

Liputan6.com, Cilacap - Salah satu ibadah yang wajib dilakukan oleh seorang muslim di bulan Ramadhan ialah puasa. Disyariatkannya puasa pada bulan ini agar kita menjadi golongan manusia yang bertakwa. Firman Allah SWT,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ183.

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Sudah lazim dialami orang bahwa saat menjalani ibadah puasa Ramadan mengalami bau mulut. Hal ini berdasarkan penelitian di antaranya disebabkan oleh makanan yang kita santap saat sahur baunya terlalu menyengat.

Meski orang puasa mengalami hal itu, namun di akhirat kelak bau mulut itu akan berubah dengan bau minyak kasturi.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Lebih Wangi dari Minyak Kasturi

Parfum Minyak Kasturi, Wewangian yang Disunnahkan Rasulullah SAW
Parfum Minyak Kasturi, Wewangian yang Disunnahkan Rasulullah SAW. foto: istimewa... Selengkapnya

Menukil rumaysho.com, apa yang dimaksud bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi dari minyak kasturi, padahal di dunia sangat tidak mengenakkan. 

Coba perhatikan hadits yang menjelaskan keutamaan bau mulut orang yang berpuasa berikut ini. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak misk (kasturi).” (HR. Bukhari, no. 1894 dan Muslim, no. 1151).

Khuluf yang dimaksud dalam hadits adalah berubahnya bau mulut orang yang berpuasa.

Alasan Dibalas dengan Bau Minyak Kasturi

nama nama surga
nama nama surga ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion... Selengkapnya

Ada dua alasan kenapa sampai bau mulut orang yang berpuasa bisa dibalas dengan bau minyak kasturi (misk):

1- Amalan puasa itu adalah rahasia antara hamba dengan Allah. Karena itu rahasia yang ia sembunyikan, maka Allah pun membalasnya dengan menampakkan bau harum di antara manusia di hari kiamat.

2- Karena bekas ketaatan yang berakibat tidak enak bagi jiwa di dunia, bekas seperti itu akan dibalas dengan sesuatu yang menyenangkan pada hari kiamat. Artinya, bau mulut yang tidak enak akan dibalas dengan bau yang wangi karena bau mulut itu muncul dari amalan ketaatan pada Allah di dunia. (Lihat Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 286-288)

Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

كُلُّ شَيْءٍ فِي عُرْفِ النَّاسِ فِي الدُّنْيَا إِذَا انْتَسَبَ إِلَى طَاعَتِهِ وَرِضَاهُ فَهُوَ الكَامِلُ فِي الحَقِيْقَةُ

“Segala sesuatu yang dianggap kurang di dunia menurut pandangan manusia namun jika itu didapati karena melakukan ketaatan pada Allah dan mencari ridha-Nya, maka hakekatnya kekurangan tersebut adalah kesempurnaan (di sisi Allah).” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 288)

Bau mulut yang harum di hari kiamat timbul dari ketaatan yang dilakukan di dunia. Bau mulut harum tersebut membuat orang lain makin mencintainya di akhirat kelak. Itulah yang disebutkan dalam ayat,

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. ” (QS. Maryam: 96)

Kaitan dengan ini, bagaimana hukum menyikat gigi saat puasa apakah membatalkan puasa? Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Lebih utama adalah orang yang berpuasa tidak menyikat gigi (dengan pasta). Waktu untuk menyikat gigi sebenarnya masih lapang. Jika seseorang mengakhirkan untuk menyikat gigi hingga waktu berbuka, maka dia berarti telah menjaga diri dari perkara yang dapat merusak puasanya.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin, 17:261-262).

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya