5 Fakta Sejarah Lumpia Semarang, Ada Kisah Cinta di Balik Resepnya

Tenyata ada kisah cinta di balik lezatnya lumpia Semarang

oleh Sabrina Julie diperbarui 03 Feb 2022, 21:03 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2022, 21:03 WIB
Lumpia Semarang
ilustrasi/copyright pixabay/ganesh2013

Liputan6.com, Jateng Lumpia atau “Lun pia” menjadi salah satu jajanan ikonik yang kerap kali dijadikan sebagai oleh-oleh ketika berkunjung ke Semarang.

Makanan ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan dianggap sebagai salah satu jajanan tradisional yang merupakan hasil percampuran budaya Tionghoa dan Jawa. Meskipun kini lumpia dapat ditemui di berbagai daerah Indonesia, namun cita rasa lumpia Semarang memiliki ciri khas tersendiri.

Rupanya, ada kisah cinta di balik resep lumpia Semarang yang tak banyak masyarakat ketahui lho. Penasaran?

Berikut fakta sejarah dari lumpia Semarang yang menarik untuk disimak.


Bermula dari persaingan bisnis

Lumpia
Lumpia atau lunpia salah satu oleh-oleh khas Kota Semarang, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Kemunculan lumpia bermula dari kedatangan seorang perantau etnis Tionghoa bernama Tjoa Thay Yoe ke Semarang tahun 1800. Tujuannya datang ke kota tersebut adalah untuk mengadu nasib, sembari memperkenalkan makanan khas Tionghoa yang hampir mirip dengan martabak yang diisi dengan rebung dan daging babi.

Hingga suatu saat, Tjoa Thay Yoe bertemu dengan perempuan bernama Wasi yang menjual makanan sejenisnya, hanya saja lumpia milik Wasi diisi dengan daging ayam ataupun udang. Meskipun begitu persaingan antara keduanya masih termasuk sehat, di mana Tjoa Thay Yoe lebih menyasar konsumen dari pendatang Tionghoa.


Cinta yang melahirkan resep lumpia Semarang

Lumpia
Ilustrasi lumpia. (Liputan6.com/IG/dapur_mommita)

Setelah saling mengenal melalui persaingan bisnis, Tjoa Thay Yoe dan Wasi mulai menjadi sahabat. Keduanya bahkan saling bertukar resep dan memutuskan untuk menikah. Perpaduan resep tersebutlah yang melahirkan lumpia Semarang yang kini kita kenal. Dalam resep tersebut Tjoa Thay Yoe dan Wasi menghilangkan komposisi daging babi, minyak babi dan semacamnya. Mereka mengganti isian lumpia dengan rebung, daging ayam ataupun udang. 


Perpaduan Tionghoa dan Jawa

Lumpia
Lumpia (sumber: Pixabay)

Dengan begitu lumpia Semarang yang kini populer, adalah hasil percampuran budaya Tionghoa dan Jawa. Sebelumnya lumpia yang diperkenalkan oleh Tjoa Thay Yoe memiliki cita rasa asin dan gurih, sedangkan lumpia milik wasih memiliki rasa yang cenderung manis. Namun setelah resep tersebut disatukan, cita rasa lumpia yang dihasilkan jauh lebih nikmat, yakni manis dan gurih.  


Lumpia terdiri dari lumpia goreng dan lumpia basah

lumpia basah
Ilustrasi lumpia basah./Copyright shutterstock.com/g/rsdesign888

Bagi para penggemar lumpia yang menghindari makanan gorengan tak perlu khawatir. Lumpia Semarang memilik 2 jenis yakni lumpia goreng dan basah. Bagi yang menghindari makanan digoreng tentu masih bisa menikmati kelezatan lumpia dengan mencicipi lumpia basah.


Ditetapkan sebagai warisan budaya UNESCO

kulit lumpia
ilustrasi /copyright By pawarit_s (Shutterstock)

Kepopuleran lumpia semakin diakui oleh masyarakat luas sejak di Jakarta digelar pesta olahraga Games of the New Emerging Forces (GANEFO) pada tahun 1963. Setelah melalui sejarah yang cukup panjang di Indonesia, akhirnya tahun 2014 lumpia ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya nusantara.

Nah berikut tadi sederet fakta sejarah lumpia Semarang yang banyak digemari. Untuk  sobat Liputan.6 yang belum pernah mencoba, wajib mencicipinya saat berkunjung ke Semarang suatu saat nanti. 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya