Kota Tua Jakarta Jadi Tuan Rumah ASEAN Literary Festival 2017

Kompleks Kota Tua Jakarta akan menjadi tuan rumah festival sastra dan budaya ASEAN Literary Festival (ALF) pada 3-6 Agustus 2017.

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 12 Jun 2017, 14:21 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2017, 14:21 WIB
Kota Tua Jakarta Jadi Tuan Rumah ASEAN Literary Festival 2017
Kompleks Kota Tua Jakarta akan menjadi tuan rumah festival sastra dan budaya ASEAN Literary Festival (ALF) pada 3-6 Agustus 2017.

Liputan6.com, Jakarta Kompleks Kota Tua Jakarta akan menjadi tuan rumah festival sastra dan budaya ASEAN Literary Festival (ALF) pada 3-6 Agustus 2017. Selain diikuti oleh penulis, intelektual, seniman, dan akademikus dari 10 negara anggota ASEAN, festival ini juga akan diikuti peserta dari lebih dari 20 negara di Asia, Eropa, Amerika, Afrika, dan Australia.

Perhelatan tahun ini akan menjadi keempat kalinya dan sangat istimewa, karena sekaligus diadakan untuk merayakan 50 tahun berdirinya asosiasi bangsa-bangsa Asia Tenggara atau yang lebih dikenal dengan nama ASEAN.

Salah satu pendiri sekaligus Direktur Program ASEAN Literary Festival, Okky Madasari, mengatakan, ALF, yang tahun ini mengambil tema “Beyond Imagination”, telah berperan selama tiga tahun menjadikan budaya dan sastra sebagai unsur penting keberlangsungan ASEAN. “Apalagi telah mendeklarasikan diri menjadi komunitas,” ujar Okky, Minggu (11/6).

Okky juga menekankan peran penting festival  dalam memperkenalkan pencapaian dan produk sastra penulis-penulis ASEAN ke tingkat global. Menurut Okky, menjadi komunitas berarti mengenal budaya masing-masing, termasuk keakraban terhadap produk-produk sastra dan buku dari tiap negara anggota.

“Inilah peran penting ALF. Hanya budaya dan sastra yang dapat secara genuine mengikat kita. Bersandar hanya pada ekonomi dan politik cuma menjadikan slogan komunitas ASEAN sekadar retorika dan ilusi," kata Okky.

Perayaan ALF 2017 kali ini didukung penuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata, serta Kementerian Luar Negeri. Tiap tahun, sebelum festival sebagai puncak perayaan digelar, ALF selalu mengadakan acara prafestival, antara lain Sastra Masuk Kampung, residensi, dan satu tambahan program baru: Jambore Nasional Sastra.

ALF tahun ini menghadirkan belasan sesi diskusi sebagai bagian utama festival. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ALF selalu konsisten mengusung tema yang menjadi permasalahan penting masyarakat meskipun mendapatkan tantangan besar.

Tahun ini, kebebasan berekspresi menjadi isu utama selain meningkatnya radikalisme dan terorisme serta peran media sosial yang semakin sentral dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.

Selain acara-acara tersebut, ALF akan diramaikan oleh pertunjukan seni, demo kuliner, dan pameran buku. Perayaan 50 tahun ASEAN ini, bagi Okky, merupakan refleksi pencapaian pembentukan komunitas budaya dan sastra kawasan. Sekaligus, kata dia, akan menjadi tantangan 50 tahun ke depan.

“Budaya dan sastra menjadi konten penting dalam era digital dan media sosial sekarang ini,” tuturnya.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti mengapresiasi ASEAN Literary Festival menjadi event menarik yang turut menghidupkan destinasi Kota Tua Jakarta yang sudah ditetapkan sebagai destinasi prioritas oleh Presiden Joko Widodo.

Menpar Arief Yahya menyebut ada 10 destinasi prioritas, yang salah satunya Kota Tua Jakarta. Selain itu ada Danau Toba Sumatera Utara, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Borobudur Joglosemar, Bromo Tengger Semeru Jatim, Mandalika Lombok, Labuan Bajo NTT, Wakatobi Sultra dan Morotai Maltara.

"Pelaksanaan ALF yang berlangsung setiap tahun ini menunjukan semangat dan daya hidup serta kontinuitas dalam kegiatan sastra yang patut diperhitungkan dalam memberi warna sastra di Indonesia," tambah Esthy yang didampingi Kabid Promosi Budaya Wawan Gunawan, Jumat (2/6).

Esthy menambahkan, karya sastra dapat menjadi jalan perjumpaan berbagai peristiwa dan mengurai berbagai kesalahpahaman dalam perbedaan budaya, sehingga dapat lebih menghargai berbagai perbedaan sebagai sesuatu keniscayaan dari kehidupan multikultural.

"Sastra dapat mendorong dan memberi semangat dalam pertukaran ide dan pemikiran, yang dapat muncul dalam kreativitas performa dan penampilan yang apik dan sederhana," kata Esthy.

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya