Liputan6.com, Jakarta Keberhasilan tim ekspedisi 7 Summits Indonesia in 100 Days meninggalkan secuil kesedihan lantaran salah satu pendakinya, Anton Apriyantono gagal summit pada ekspedisi terakhir menggapai Puncak Cartensz Pyramid, salah satu dari tujuh gunung tertinggi di dunia.
Anton Apriyantono saat berkunjung ke redaksi Liputan6.com beberapa waktu lalu menceritakan, keputusan untuk tidak melanjutkan perjalanan dilakukan melalui berbagai pertimbangan, salah satunya menyangkut kesehatan pribadinya. Menurut penuturun mantan Menteri Pertanian yang pernah punya riwayat sakit jantung tersebut, rekomendasi guide untuk tidak melanjutkan perjalanan juga menjadi bahan pertimbangan untuk evakuasi.
“Jadi hari ke-enam itu kita jalan dari Masimoto menuju Lembah Danau-Danau, itu basecamp terakhir sebelum summit. Ketika kita mulai melewati hutan mati, nah di situ ada Danau Discovery, itu perjalanan makin nanjak, sekitar 3.600 dari Masimoto menuju ketinggian 4.100 di puncak, namanya puncak Manado,” ungkap Anton menceritakan.
Advertisement
Lebih jauh Anton menceritakan, jalan menuju basecamp terakhir tidak mudah, jalan terjal dan harus melangkah dengan lompatan. Pada saat itulah Anton merasa berat, mengingat ketinggian sudah mendekati 4.000 meter di atas permukaan laut, sehingga oksigen mulai berkurang yang menyebabkan napas jadi sering tersengal-sengal.
“Pada saat itu saya melangkah lima sampai sepuluh langkah sudah harus berhenti lagi. Nah di situ guide bilang, bapak gak boleh lanjut,” kata Anton.
Anton mengaku awalnya menolak rekomendasi guide untuk tidak melanjutkan perjalanan, mengingat dirinya telah menetapkan target paling tidak bisa sampai ke Lembah Danau-Danau. Saat perjalanan dilanjutkan cuaca makin buruk, hujan disertai kabut melanda.
“Guide meyakinkan saya lagi, pak keselamatan pak, setelah ini jalan kembali terjal berbatu dan licin. Kalau kelelahan takutnya nati terjatuh. Nah dari situ akhirnya saya mempertimbangkan, ya sudah saya sampai sini. Siang itu juga guide kontak sana-sini,” ungkap Anton.
Proses Evakuasi
Pada saat Anton Apriyantono memutuskan untuk berhenti, guide dari Indonesia Expedition langsung mengontak kantornya untuk meminta evakuasi.
“Saya juga minta guide untuk sms ke istri saya, saya minta istri saya tolong sampaikan ke Pak JK, karena kita kenal baik, meminta freeport untuk mengevakuasi saya melaui uni IRG. Tapi sepanjang hari itu mulai dari tengah hari sampai sore hujan kabut. Jadi saya masih tanda tanya bisa dievakuasi hari itu juga atau tidak,” kata Anton.
Di tengah kegalauan proses evakuasi, Anton merasa bersyukur karena pihak guide dari Indonesia Expedition telah sampai dengan membawa tenda dan barang-barang keperluannya.
“Akhirnya kita putuskan pada hari itu untuk menginap bersama guide. Jadi Alhamdulillah karena ada tenda malam itu kita nginap. Makanan juga masih ada meski tidak napsu, saya hanya makan biskuit sama kue lapis. Saya sudah kenyang,” kata Anton.
Kegalauan proses evakuasi tidak berhenti samapi di situ, pada malam hari kantor guide Indonesi expedition mengabarkan bahwa pengiriman heli untuk evakuasi tidak bisa dilakukan. Evakuasi harus melalui jalan darat ke Tembaga Pura.
“Pada saat itu saya bilang langsung ke guide, pokoknya besok jam 6 telepon ke unit IRG, kalau tidak dijemput heli kita harus jalan. Pas besoknya saat kita lagi packing tiba-tiba ada suara heli, loncat kita alhamdulillah,” tutur Anton.
Saat itu Anton dibawa ke Timika untuk kemudian masuk ke klinik. Diperiksa riwayat kesehatannya dan diinfus. Mengingat keterbatasan alat kesehatan jantung, Anton kemudian dirujuk ke RSUD dan dinyatakan tidak apa-apa. Namun pemeriksaan laboratorium mengharuskan dirinya untuk istirahat lebih lama.
Advertisement
Secuil Kesedihan
Anton mengaku menyimpan secuil kesedihan karena tidak mampu sampai ke Puncak Cartensz untuk menyelesaikan misi 7 Summits Indonesia in 100 Days meski perjalanan sebenarnya tinggal sedikit lagi.
“Pastilah sedih, kecewa sekali sih enggak, karena kita sudah memperkirakan sebelumnya. Ya bisa dibayangkanlah ya, biasa summit bertiga, tingga saya sendiri tidak. Tinggal selangkah lagi, aduh rasanya. Tapi ya sudah, saya juga mengikuti saran mereka (Mila dan Tri), mereka bilang, pak pokoknya kalau kata guide bilang harus dievakuasi, bapak harus nurut, jangan ngotot, yang nunggu bapak tuh masih banyak di rumah. Masih dibutuhkan banyak orang, jangan mati konyol di sini,” kata Anton menambahkan.