Cerita Putri Raja yang Jadi Cikal Bakal Penduduk Kabupaten Natuna

Sebelum jadi Pulau Natuna Besar, Kabupaten Natuna, wilayah ini disebut Nantoa dan tercatat di peta kuno Cina.

oleh Asnida Riani diperbarui 03 Okt 2019, 03:03 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2019, 03:03 WIB
Kabupaten Natuna
Rumah panggung sangat mudah didapati di Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Natuna - Natuna, kata Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti, berasal dari kata Nantoa yang berarti pulau besar. Soal bagaimana manusia bisa menempati wilayah kepulauan ini, masyarakat sekitar punya cerita rakyat yang telah tercatat sebagai literatur.

"Sekitar tahun 1610 masehi, ada putri dari Johor (Malaysia) yang merapat ke Segeram bernama Tengku Fatimah. Beliau diasingkan dari rumahnya karena punya kelainan kondisi. Disebutkannya lumpuh," cerita Ngesti di Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Rabu, 25 September 2019.

Wijaya, Ketua Pengurus Besar Forum Komunikasi Guru IPS Nasional PGRI, menambahkan, sang putri tak diasingkan sendiri, melainkan bersama rombongan. "Dengan dayang, hulubalang, punggawa, penjaga, akhirnya sampai kayak rombongan," tuturnya.

Di setiap persinggahan sebelum sampai ke wilayah yang sekarang dipercaya sebagai Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Tengku Fatimah acap kali dijodohkan dan menikah dengan orang lokal. Tapi, suaminya selalu meninggal secara tragis.

"Diceritakannya meninggal (suami Tengku Fatimah) baru tiga hari menikah. Tidak ada yang sampai satu minggu," kata Wijaya. Sampai sang putri melihat air di hilir yang sekarang Sungai Segeram, beliau dikatakan geram.

"Geram di sini bukan kesal, tapi lebih gemas mau mandi karena melihat air sungainya kayak sejuk sekali. Makanya, wilayah ini kemudian disebut Segeram," katanya. Ketika Tengku Fatimah sedang mandi ditemani dayang-dayang, muncul lelaki dipercaya dari Kerajaan Siam, sekarang Kamboja, yang kemudian disebut Demang Megat.

"Kalau orang sini (Natuna) bilangnya, lelaki ini berkulit hitam dan berpakaian tak biasa, seperti bangsawan," tutur Wijaya. Ngesti menyambung, mereka akhirnya menikah dan Tengku Fatimah sembuh dari kondisinya.

Setelah menikah dengan Tengku Fatimah dan dilimpahkan kekuasaan, Demang Megat berganti nama jadi Datuk Kaya Dina Mahkota. Mereka pun memutuskan menetap di Segeram dan membantuk  kerajaan sebagai penghuni pertama Pulau Natuna Besar, Kabupaten Natuna.

"Secara literatur, disebutkan bahwa Segeram memang merupakan pusat pemerintahan pertama Kerajaan Sri Srindit," ujar Ngesti.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bukti yang Mendukung Cerita Rakyat

Kabupaten Natuna
Rumah panggung sangat mudah didapati di Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Wjiaya mengatakan, salah satu bukti bahwa nenek moyang warga Natuna adalah orang Melayu asli, lantaran semua rumah lama di sini tidak ada yang membelakangi laut. Bagi mereka, laut adalah sumber utama kehidupan.

"Darat itu hanya mereka manfaatkan kalau lagi tidak bisa mencari uang di laut. Cari kayu bakar sama sumber air bersih. Sudah itu saja," katanya.

Bukti lain adalah ditemukannya tujuh makam tua di wilayah Segeram dengan nisan terbuat dari batu karang diukir sedemikian rupa. "Cerita orang sini, salah satunya selalu bersih, tanpa harus dibersihkan," kata Wijaya.

Sementara, kisahnya Datuk Kaya Dina Mahkota yang keluar kampung untuk meluaskan wilayah kekuasaan Kerajaan Sri Srindit sampai di Binjai dan meninggal di sana. Makam diduga persemayamannya masih ada sampai sekarang.

Kabupaten Natuna
Makam keramat di Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Tapi, tutur Wijaya, ada versi lain soal asal-usul masyarakat Natuna. Karena Nantoa tercatat di peta kuno Cina, ada pula cerita menyebutkan bahwa ada seorang datuk utusan Tiongkok yang geram dan ingin memajukan wilayah ini.

Karenanya, banyak ditemui pecahan keramik dari zaman dinasti kuno Tiongkok di seantero kampung. "Saya saja baru jalan-jalan sebentar sudah nemu beberapa (pecahan keramik). Pecahannya memang tidak terlalu besar," ucap Wijaya.

"Belum ada bukti historis membuat penelitian harus terus dilakukan untuk membuktikan cerita rakyat. Tapi, dari mulut ke mulut, cerita ini memang sudah dituturkan dan dipercaya masyarakat Natuna," tutur Ngesti.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya