6 Rencana Kebijakan Seputar Pulau Komodo yang Jadi Kontroversi

Berbagai rencana kebijakan seputar Pulau Komodo selalu jadi polemik, salah satunya rencana menutup pulau di provinsi NTT tersebut.

oleh Henry Hens diperbarui 19 Nov 2019, 19:02 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2019, 19:02 WIB
Pulau Komodo
Pulau Komodo di NTT. (dok.Instagram @wisatapulaukomodo/https://www.instagram.com/p/BiPQVatgmIS/Henry

Liputan6.com, Jakarta - Media wisata asal Amerika Serikat, Fodors.com, memasukkan Bali dan Pulau Komodo dalam daftar No List alias destinasi tak disarankan dikunjungi pada 2020. Pulau Komodo masuk dalam daftar kategori Lokasi yang Berhak Menerapkan Pajak Turis Lebih Besar.

Dalam kategori ini juga terdapat Kepulauan Galapagos, Ekuador, di dalamnya. Meski masih sebatas rencana, beberapa wacana kebijakan pemerintah terhadap Pulau Komodo memang menimbulkan sejumlah kontroversi.

Rencana kebijakan yang beberapa kali berubah itu dipandang negatif oleh Fodors. Menurut media tersebut, kapitalisasi keunikan alam meski dianggap wajar, tetap harus diperhatikan matang-matang untuk keberlangsungan hidup hewan langka tersebut.

Berikut enam rencana kebijakan pemerintah seputar Pulau Komodo yang sudah menimbulkan banyak kontroversi meski baru sebatas wacana.

1. Rencana Kenaikan Tarif Masuk Pulau Komodo

Pada Desember 2018, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat menyampaikan rencana kenaikan harga tiket masuk ke Pulau Komodo. Namun, rencana ini mendapat banyak tentangan karena kenaikan harga dianggap kurang masuk akal.

Pengamat ekonomi, James Adam, menyarankan pemerintah Provinsi NTT berpikir ulang. Menurutnya, rencana Gubernur menaikkan tarif masuk Taman Nasional Komodo (TNK) sebesar 500 dolar Amerika atau sekitar Rp7 juta per pengunjung terlalu tinggi. Harganya tidak sesuai pasar dan tidak seimbang dengan kondisi nyata di TNK saat ini.

Viktor mengatakan akan menaikkan harga tiket masuk ke Pulau Komodo hingga Rp7 juta bagi wisatawan mancanegara dan 100 dolar Amerika atau setara Rp1,4 juta untuk turis lokal. Setiap kapal yang berlabuh juga akan dikenakan biaya berlabuh seharga lima ribu dolar Amerika atau setara Rp70 juta.

2. Menutup Pulau Komodo

Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat pada April 2019 mengatakan, akan melakukan penutupan Pulau Komodo yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Rencana itu menurut Viktor sudah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo.

"Kemarin saya sudah cerita ke Pak Presiden soal rencana penutupan Pulau Komodo dan dia sepakat. Ini yang bilang Presiden, bukan saya," ujar Viktor Laiskodat pada 9 April 2019. Viktor mengatakan, penutupan sementara Pulau Komodo akan dilakukan selama satu tahun mulai 1 Januari 2020.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

3. Tanggapan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kampoeng Wisata Pulau Komodo, Flores, NTT (Dok Foto: Liputan6.com/Pebrianto Eko Wicaksono)
Kampoeng Wisata Pulau Komodo, Flores, NTT (Dok Foto: Liputan6.com/Pebrianto Eko Wicaksono)

Sehubungan dengan rencana menutup sementara Pulau Komodo, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat itu masih mengkaji wacara tersebut.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno, beberapa waktu lalu. Wiratno, menurut keterangan tertulis pada 8 April 2019, penutupan kawasan Pulau Komodo masih sebatas wacana dan baru akan diputuskan Menteri LHK pada akhir 2019.

4. Relokasi Warga

Selain menutup akses masuk bagi wisatawan ke Pulau Komodo pada 2020, pemerintah Provinsi NTT berencana merelokasi masyarakat yang telah lama menetap di kawasan tersebut.

Walau baru sebatas rencana, pemerintah daerah bakal serius membahas relokasi ini dengan warga maupun pemerintah pusat. Relokasi warga dilakukan dengan alasan konservasi, serta mengembalikan habitat asli komodo yang liar.

Warga menolak direlokasi dengan menggelar berbagai aksi. Mereka menolak relokasi karena menganggap gagasan konservasi dilakukan dengan semena-mena. Selain itu, relokasi dianggap bertabrakan dengan prinsip-prinsip konservasi di bawah kendali Balai Taman Nasional Komodo.

5. Pulau Komodo Dipastikan Tak Jadi Ditutup

Wacana penutupan Pulau Komodo terlanjur jadi sorotan banyak pihak, termasuk beberapa media asing, mulai dari kantor berita Amerika hingga Inggris. Lewat siaran pers yang dirilis Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK di laman resmi mereka, 3 Oktober 2019, Pulau Komodo dipastikan tak jadi ditutup.

Berdasarkan Rapat Terbatas tanggal 30 September 2019 di Kemenko Kemaritiman yang dipimpin Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan yang dihadiri Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri Pariwisata saat itu, Arief Yahya, dan Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat, telah disepakati untuk tidak melakukan penutupan terhadap Pulau Komodo.

6. Rencana Kenaikan Tarif Kembali Bergulir

Gubenur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat (Ola Keda/Liputan6.com)
Gubenur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat (Ola Keda/Liputan6.com)

Polemik dan kontroversi seputar Pulau Komodo belum juga usai jelang akhir tahun. Pemerintah dikabarkan sedang membahas mengenai penerapan kepemilikan kartu anggota premium bagi wisatawan yang ingin memasuki Pulau Komodo.

Rencananya, setiap wisatawan asing nantinya akan dikenakan seribu dolar Amerika per tahun atau setara Rp14 juta (asumsi kurs Rp14.000 per USD) per member. 

Kepala Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores Shana Fatina mengatakan, pengenaan tarif tersebut sedang dipertimbangkan dengan matang agar tak menurunkan minat turis datang ke Indonesia. Pembahasan pengenaan tarif akan rampung pada 2020.

"Detailnya seperti apa baru dibahas Januari 2020, tim dibentuk Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dengan SK (Surat Keputusan). Hasilnya seperti apa baru ketahuan mungkin akhir 2020, tapi belum ada jadwal," ujarnya di Labuan Bajo, NTT, 15 November 2019.

Hal itu senada dengan Gubernur NTT Viktor Laiskodat yang mengeluarkan pernyataan kontroversial beberapa waktu lalu. Ia melarang wisatawan tak berduit untuk berwisata di NTT, sebab wilayahnya dirancang untuk menjadi destinasi wisata kelas premium.

Dilansir dari Antara, Selasa (19/11/2019), Viktor mengatakan sudah menyampaikan ke presiden, bila wisatawan miskin datang, di NTT itu banyak sekali yang miskin, jadi mereka bosan. "Kalau bisa datang yang kaya-raya saja, yang berduit saja, kami bosan lihat yang miskin-miskin," ujar Viktor Laiskodat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya