Mengenal Kuota Impor dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia

Kuota impor, kebijakan pemerintah yang membatasi jumlah barang impor, bertujuan melindungi industri dalam negeri dan menjaga stabilitas ekonomi, namun perlu diterapkan dengan hati-hati agar tidak merugikan konsumen.

oleh Hanz Jimenez Salim Diperbarui 10 Apr 2025, 15:00 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2025, 15:00 WIB
Neraca Perdagangan RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menyatakan, keinginannya untuk menghapus pembatasan kuota impor terhadap komoditas yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, seperti impor daging.

Ia menegaskan bahwa kebijakan kuota impor daging harus dihapus karena dinilai menghambat iklim usaha. Ia menyebut, sistem kuota selama ini berpotensi disalahgunakan untuk menunjuk perusahaan tertentu secara tidak adil. Menurut Prabowo, penghapusan kuota dan penyederhanaan regulasi akan mempermudah bisnis pengusaha nasional.

Kebijakan ini juga dinilai sebagai langkah strategis untuk menghadapi tekanan tarif impor tinggi dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat.

"Justru ini momentum bagi Indonesia untuk membuka peluang usaha yang lebih luas dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," kata Prabowo dikutip kanal Bisnis Liputan6.com, Kamis (10/4/2025).

Lalu apa itu kuota impor?

Dikutip dari berbagai sumber, kuota impor adalah kebijakan pemerintah untuk membatasi jumlah barang atau komoditas tertentu yang dapat diimpor ke Indonesia dalam periode waktu tertentu. Kebijakan ini diterapkan untuk melindungi industri dalam negeri, mengendalikan pasokan barang di pasar domestik, dan menjaga stabilitas harga. Penerapannya melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait, terutama Kementerian Perdagangan.

Kebijakan ini memiliki dampak luas, terasa di berbagai sektor ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pengaruhnya terhadap harga barang, daya saing industri dalam negeri, dan neraca perdagangan Indonesia sangat signifikan. Waktu penerapan kuota impor bervariasi, tergantung pada kebutuhan dan kondisi ekonomi. Pentingnya kebijakan ini terletak pada kemampuannya untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan domestik dan perdagangan internasional.

Mekanisme penerapan kuota impor beragam, mulai dari kuota absolut hingga kuota tarif. Pemerintah dapat menetapkan batasan jumlah barang impor secara tegas atau menggabungkannya dengan tarif bea masuk. Sistem kuota juga bisa bersifat bilateral (kerja sama dua negara) atau global. Tujuan utama penerapan kuota impor adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat dan menjaga stabilitas ekonomi makro.

Mengenal Lebih Dekat Kebijakan Kuota Impor

Perdagangan Ekspor Impor di Masa Pandemi
Sebuah kapal bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/12/2020). Perbaikan kinerja ekspor dari Kuartal II sebesar minus 11,7 persen menjadi minus 10,8 persen di Kuartal III dan kuartal IV menjdi pijakan untuk perbaikan ditahun 2021. (merdeka.com/Imam Buhori)... Selengkapnya

Kuota impor merupakan salah satu instrumen dalam mengatur perdagangan internasional. Berbagai jenis kuota diterapkan, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi spesifik komoditas yang diimpor.

Ada kuota absolut yang membatasi jumlah impor secara tegas, kuota tarif yang menggabungkan pembatasan kuantitas dengan tarif bea masuk, dan kuota sukarela yang merupakan kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan negara pengekspor.

Selain itu, terdapat pula kuota musiman yang diterapkan pada periode tertentu dalam setahun, kuota berlisensi yang memerlukan izin impor, kuota global yang diterapkan secara keseluruhan, dan kuota sistem tahunan yang ditetapkan untuk periode satu tahun. Penerapan jenis kuota ini bergantung pada berbagai faktor, termasuk jenis komoditas, kondisi pasar, dan tujuan kebijakan yang ingin dicapai.

Penggunaan kuota impor bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri, terutama dari praktik dumping oleh produsen asing. Dengan membatasi jumlah barang impor, produsen lokal mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk bersaing dan berkembang. Namun, kebijakan ini juga perlu diimbangi dengan upaya peningkatan daya saing industri dalam negeri agar tidak bergantung pada proteksi pemerintah.

Dampak Kuota Impor terhadap Perekonomian

Neraca Perdagangan RI Alami Surplus
Petugas beraktivitas di area bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga... Selengkapnya

Penerapan kuota impor memiliki dampak ganda terhadap perekonomian. Di satu sisi, kebijakan ini dapat melindungi industri dalam negeri dan menjaga stabilitas harga. Namun, di sisi lain, kuota impor dapat meningkatkan harga barang bagi konsumen karena terbatasnya pasokan barang impor.

Selain itu, kuota impor juga berpotensi menimbulkan ketegangan dalam hubungan perdagangan internasional. Negara pengekspor mungkin merasa dirugikan karena akses pasarnya dibatasi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan dengan cermat dampak kebijakan kuota impor terhadap berbagai pihak yang terlibat, termasuk produsen, importir, dan konsumen.

Pemerintah juga perlu memastikan bahwa penerapan kuota impor tidak menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Evaluasi berkala dan penyesuaian kebijakan diperlukan untuk memastikan efektivitas dan keadilan kebijakan kuota impor.

Untuk meminimalisir dampak negatif, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah pendukung, seperti peningkatan kualitas produk dalam negeri, diversifikasi produk ekspor, dan peningkatan daya saing industri nasional. Transparansi dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan terkait kuota impor juga sangat penting untuk memastikan kebijakan ini berjalan adil dan efektif.

Aturan Tegas Relaksasi Impor

FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal merespons pernyataan Presiden Prabowo yang ingin membuka keran impor. Menurutnya, relaksasi impor harus mengutamakan skala prioritas, seperti impor bahan baku, bukan barang jadi.

"Kalau ingin mendorong melakukan re-balancing perdagangan dengan Amerika Serikat dengan meningkatkan impornya, ini perlu perhitungan yang matang dan harus ada skala prioritas," kata Faisal dilansir dari Antara, Kamis (10/4/2025).

"Salah satu prioritas kalau ingin mendorong barang-barang impor, prioritaskan dulu bahan baku dan bahan penolong dibandingkan dengan barang jadi atau barang konsumsi," tambah dia.

Menurut Faisal, impor bahan baku dan bahan penolong diharapkan dapat mendorong pergerakan industri dan mendongkrak kebutuhan produksi di dalam negeri.

“Sebagai contoh, impor kapas yang misalnya kita tidak bisa produksi di dalam negeri, tapi (kapas) kita butuhkan untuk industri tekstil. Itu bisa meningkatkan kandungan lokal untuk produk-produk tekstil kita dengan mengimpor kapas dari sana (luar negeri)," ucap Faisal.

Ia juga mengingatkan pemerintah, kebijakan membuka keran impor harus dilakukan dengan hati-hati dan antisipatif. Sebab, kebijakan ini akan berdampak luas terhadap roda perekonomian nasional.

"Dampak lonjakan impor perlu diantisipasi juga, apalagi sebelum kebijakan (Donald) Trump sendiri sudah ada gelombang PHK yang salah satunya dikarenakan industri-industri padat karya banyak kemasukan barang-barang impor, bukan hanya legal tapi juga yang ilegal," jelas Faisal.

Selain itu, Faisal mengatakan penting bagi pemerintah untuk tegas dalam aturan pemberian relaksasi impor, apakah hanya untuk AS saja atau juga untuk negara-negara mitra dagang lainnya.

"Ini diperlukan untuk mengantisipasi potensi penuduhan dari mitra negara lain, kalau kita memberikan special treatment atau pembedaan perlakuan dengan Amerika. Karena kalau mengacu prinsip dasar WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), mestinya harus non-discriminatory treatment (perlakuan non-diskriminatif)," tutup dia.

Di sisi lain, Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim mengatakan, pihaknya saat ini tengah melakukan kajian mendalam terhadap produksi dan kebutuhan dalam negeri. Tujuannya agar kebijakan penghapusan kuota impor tidak mengganggu keberlangsungan industri lokal.

"Kami harus mempertimbangkan produksi dalam negeri. Semua akan dihitung secara detail melalui neraca komoditas," ujar Isy Karim di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (9/4/2025).

Isy menegaskan bahwa impor hanya akan difokuskan pada komoditas yang mengalami kelangkaan. Beberapa komoditas yang masuk dalam evaluasi penghapusan kuota impor antara lain garam, gula konsumsi, dan daging.

"Kami masih mengkaji beberapa komoditas lainnya. Yang jelas, kalau itu menyangkut kebutuhan masyarakat luas dan menjadi bahan baku industri, tentu akan dipertimbangkan," jelasnya.

Kemendag juga membuka peluang untuk menghapus kuota impor pada komoditas seperti kapas dan benang, yang sangat dibutuhkan sektor industri dalam negeri.

"Kapas misalnya, penting untuk industri tekstil. Jika itu bahan baku strategis, tentu akan kami akomodasi," tambah Isy.

 

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya