Liputan6.com, Jakarta - Segudang kebiasaan baru di masa pandemi sebenarnya hadir bersama lusinan kesempatan untuk berkarya. Peka sosial jadi kunci dalam mengembangkan kreativitas di kondisi serba tak pasti seperti sekarang.
Kemampuan beradaptasi dengan cepat pun memegang peran krusial pada kondisi luar biasa. Refleksi realitas inilah yang jadi pilar K.A.L.A Studio tetap hadir memenuhi kebutuhan pelanggan senantiasa berubah selama masa krisis kesehatan global.
"Kami coba kasih pilihan busana untuk tetap stylish dan feels good walau hanya di rumah atau menghadiri virtual event," kata Founder, sekaligus Chief Operating Officer (COO) K.A.L.A Stuido, Adinda Tri Wardhani, dalam talkshow "Tetap Kreatif di Era Pandemi" di rangkaian acara daring Karya Kreatif Jawa Barat (KKJ) 2020, Jumat (14/8/2020).
Advertisement
Baca Juga
Perubahan produksi pun diharuskan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Adinda menjelaskan, pihaknya sengaja menunda produksi beberapa item. Sebagai ganti, merilis koleksi berupa masker, comfortable wear, dan aksesori pelengkap, seperti bucket hat dan scarf.
"Items tersebut lumayan membuat spike secara transaksi di bulan April sampai 700 persen. Sementara, masker berhasil membuat kenaikan transaksi 49--164 persen dan omzet naik 60--100 persen," paparnya.
Berawal dari stock-keeping unit (SKU), seperti makser, Adinda mengatakan, di transaksi berikutnya, tak jarang pelanggan yang kemudian membeli produk lain, termasuk atasan.
Melatih kepekaan sosial untuk membaca produk apa yang dibutuhkan pelanggan dinilai rekan Vina Amelya dan Karina Mahendra dari K.A.L.A Studio ini sebagai cara menjaga kreativitas dengan tepat di masa genting.
"Aku pikir, aku juga beruntung karena punya dua partner lain yang notebene datang dari lingkungan berbeda. Kerja sama ini membuat kami tukar pikiran dengan mulai riset dari kebutuhan orang di sekitar," paparnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perhatikan Perubahan Perilaku Konsumen
Co-Founder QM Financial, Ligwina Hananto, mengatakan bahwa kreativitas di masa pandemi harus tentang adaptasi. Karena jangan sampai memaksa membuat produk yang tak ada pembelinya.
"Berhenti berpikir dengan cara lama. Sekarang harus betul-betul cari cara baru untuk menyesuaikan dengan yang ada," paparnya di kesempatan yang sama.
Nutritionist sekaligus Creative Director dan CEO Nikicio, Nina Nikicio, menyambung, dalam berkreasi, jangan sampai meninggalkan DNA brand itu sendiri. "Jangan karena tetangga buat set busana tie dye, kita juga melakukan yang sama," ucap Nina.
"Lihat dulu cocoknya bagaimana. Lihat juga produk kita sebenarnya bagaimana. Pokoknya, cek dulu core dari brand kita apa. Mau bikin masker, boleh. Tapi, yang seperti apa. Mau bikin APD yang seperti apa," imbuhnya.
Wina menambahkan, dalam masa pandemi, mode survive yang secara otomatis harus diaktifkan. "Kayak yang tadi Dinda contohkan. Masker sama shawl kan buatnya tidak seribet bikin baju full. Otomatis mengurangi variabel cost. Harus berani bereksperimen dengan modal lebih rendah," ungkapnya.
Ia mengatakan, baiknya, bisnis punya tim finance yang mumpuni guna jadi pagar pembatas. "Akhirnya hal-hal disiplin yang dilakukan sebelum pandemi sekarang memberi manfaat. Yang tidak bisa survive itu sebenarnya tak semata karena pandemi, tapi secara operasional memang kurang sehat," tuturnya.
Advertisement