Liputan6.com, Jakarta - Di akhir tahun 2024, sejumlah brand lokal yang digemari oleh konsumen terpaksa menghentikan kegiatan operasional karena besarnya kompetisi. Syca, Roona Beauty, dan Matoa adalah beberapa contoh brand lokal yang terpaksa gulung tikar.
"Seperti fenomena Tech Winter yang dalam beberapa tahun silam melanda berbagai perusahaan berbasis teknologi, industri brand lokal juga tengah mengalami fenomena Local Brand Winter, terutama di bidang Kecantikan," kata Achmad Alkatiri selaku CEO dan Founder dari Hypefast dalam jumpa media di Jakarta Selatan, Selasa, 18 Maret 2025.
Advertisement
Baca Juga
"Kita melihat dalam waktu kurang dari satu tahun kebelakang, banyak brand lokal kecantikan yang memutuskan untuk berhenti kegiatan operasional. Faktor paling besar adalah kompetisi yang terlalu kuat dari brand luar terutama brand dari Tiongkok," lanjutnya.
Advertisement
Padahal di periode sebelumnya terutama di 2021-2023, sinyal kuat positif dari berbagai brand lokal Indonesia dalam hal pendanaan dari investor ternama seperti brand kecantikan Rose All Day, Base, ESQA dan lainnya.
Bukan itu saja, sinyal positif juga datang dari dominasi pertumbuhan penjualan di platform online seperti Shopee dan Tiktok Shop. Achmad menambahkan, brand lokal di Indonesia, kini justru telah memasuki Local Brand Winter. Mengadaptasi istilah dari Tech Winter yang populer di industri teknologi,
Local Brand Winter merupakan periode kecenderungan penurunan untuk industri brand lokal, yang ditandai dengan pertumbuhan yang melambat secara signifikan, investasi yang menurun bahkan sampai penutupan bisnis, setelah periode yang menunjukan sebaliknya.
Dalam menghadapi kondisi ini, ada beberapa langkah dan cara yang bisa diambil oleh brand lokal agar tetap relevan dan bertahan di pasar:
1. Fokus pada Cash Flow
Banyak pendiri brand lokal masih keliru dalam memahami perbedaan antara profit dan cash flow. Memiliki bisnis yang menguntungkan tidak otomatis berarti memiliki arus kas yang sehat.
"Profitabilitas atau profit itu kan hanya mencerminkan keuntungan di atas kertas, sementara cash flow itu nyata dan faktor utama yang menentukan apakah bisnis bisa bertahan dari hari ke hari. Untuk itu, pemilik brand harus memastikan arus kas tetap positif," terang Alkatiri.
Caranya adalah dengan merencanakan pengeluaran secara detail, termasuk dalam hal pembelian inventaris dan pengurangan biaya yang tidak perlu. Jika pemahaman tentang cash flow masih kurang, sangat disarankan untuk melibatkan ahli keuangan yang bisa membantu mengelola arus keuangan dengan lebih baik.
2. Cash Flow Lebih Besar dari Growth
Dalam menjalankan bisnis, terutama bagi brand lokal yang sedang berkembang, banyak pendiri yang terjebak dalam obsesi mengejar pertumbuhan (growth) tanpa mempertimbangkan kesehatan arus keuangan (cash flow).
Dengan cash flow yang stabil, pertumbuhan yang cepat justru bisa menjadi bumerang. "Kesalahan banyak brand lokal biasanya mengincar pertumbuhan yang cepat, selalu merilsi produk baru tanpa melihat situasi pasar lebih jeli lagi. Padahal yang lebih aman ya amankan cashflow dulu supaya keuangan tetap stabil,” kata Alkatiri.
3. Ambil Pendanaan Ketika Tersedia
Menunggu valuasi yang lebih tinggi bisa menjadi keputusan yang berisiko, terutama di masa ketidakpastian seperti saat ini. Hypefast mengingatkan bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk bersikap idealis terhadap valuasi bisnis.
Jika ada investor yang bersedia memberikan pendanaan, sebaiknya kesempatan ini dimanfaatkan untuk menjaga keberlanjutan bisnis, memastikan arus kas tetap sehat, dan memberikan ruang bagi brand untuk menyusun strategi pertumbuhan yang lebih efektif.
Hypefast menghimbau brand lokal bahwa tujuan utama sebaiknya bukan sekadar bertumbuh cepat, tetapi mencapai tahap self-sufficient, yaitu kondisi di mana bisnis tidak hanya profitable, tetapi juga memiliki cash flow positif.
Advertisement
Brand Lokal Hadapi Serbuan Brand Asing
Dengan begitu, bisnis bisa bertahan dalam situasi ekonomi yang sulit dan tidak bergantung sepenuhnya pada investor atau pinjaman. "Para founder brand lokal harus realistis dalam menghadapi situasi ini. Ini bukan saatnya untuk idealisme berlebihan, tetapi untuk bersiap menghadapi kemungkinan terburuk dengan strategi yang lebih matang," ujar Alkatiri.
Pada November 2024 lalu, Hypefast telah mengkomunikasikan peningkatan kompetisi yang drastis dari kehadiran brand-brand yang berasal dari Tiongkok, dan memasuki pasar Indonesia dengan modal yang jauh lebih kuat dibandingkan brand lokal.
Hal ini ditunjukkan dari data internal Hypefast yang temukan bahwa brand-brand yang berasal dari China punya kemampuan untuk menghabiskan sekitar 30 persen - 40 persen dari total omset bisnis untuk kegiatan pemasaran. "Sedangkan, brand-brand lokal pada umumnya hanya memiliki kemampuan untuk melakukan 10 persen sehingga bisa mempertahankan profitability. Bukan cuma dari Tiongkok, brand-brand lain dari Asia, Eropa atau Amerka juga jadi kompetitor yang biasanya punya modal sangat besar," ujar Alkatiri.
Agresifnya pemasaran yang disesuaikan dengan konsumen Indonesia ini menyebabkan begitu banyak brand lokal Indonesia mengalami kesulitan dalam mengejar pertumbuhan yang sehat (sustainable growth) di negeri sendiri. memenangkan konsumen dan meningkatkan penjualan. Bahkan dari hasil survei Hypefast, 6 dari 10 orang Indonesia tidak berhasil membedakan brand yang berasal dari Tiongkok dengan brand asli Indonesia.
Para Pendiri Merek Lokal
Berbagai brand lokal yang memutuskan untuk tutup di tahun 2024, memberikan sinyal negatif terhadap investor yang pada periode sebelumnya memiliki appetite.
"Ini akan menurunkan jumlah investasi secara keseluruhan, padahal untuk bisa berkompetisi dengan brand dari Tiongkok yang habis-habisan dalam pemasaran dan produk, dibutuhkan modal yang signifikan. Tanpa hal itu, bukan tidak mungkin, tapi brand lokal harus lebih resilience dalam menyusun strategi," ungkap Achmad Alkatiri.
Berdiri pada 2020, Hypefast adalah pelopor dan house of brand berbasis teknologi terbesar di Indonesia. Hypefast membantu mengembangkan para pendiri merek lokal (local brand founders) rintisan di Indonesia melalui dukungan investasi, akses ke pakar industri dalam strategi ritel, pemasaran, pengembangan produk, operasional, dan manajemen supply chain.
Berkat dukungan tersebut, portofolio mereka diklaim telah mengalami peningkatan penjualan secara rerata 270 persen dalam 12 bulan pertama. Pada tahun 2022, Hypefast membukukan omzet penjualan sebesar Rp1 triliun, meningkat sekitar 300 persen dari tahun 2021.
Advertisement
