Liputan6.com, Jakarta - Inisiatif keberlanjutan untuk membuat industri penerbangan lebih ramah lingkungan terus digagas dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari sebuah restoran kelas atas di kota Chengdu, China, yang mengolah kembali bekas minyak hot pot mereka jadi bahan bakar jet.
Dengan sekitar 150 ribu ton minyak hot pot bekas yang dibuang restoran-restoran di kota tersebut setiap tahunnya, bisnis lokal Perlindungan Lingkungan Sichuan Jinshang telah memperkenalkan peluang mengolah limbah minyak tersebut. Itu kemudian diekspor untuk diubah jadi bahan bakar jet.
"Sejak perusahaan ini didirikan pada 2017, keseluruhan volume kami meningkat dari tahun ke tahun," kata manajer umum perusahaan tersebut, Ye Bin, pada AFP, dilansir dari CNA, Selasa, 21 November 2023. "Moto kami adalah, 'Biarkan minyak dari selokan membumbung tinggi ke angkasa'."
Advertisement
Ye menerangkan ratusan ribu ton minyak kelas industri setiap tahunnya berasal dari kombinasi restoran hot pot dan restoran lain di seluruh Chengdu, termasuk gerai KFC. Pada malam-malam biasa, kolektor yang disewa Jinshang mengunjungi ratusan restoran di seantero kota.
Prosesnya dimulai tepat setelah pelanggan pulang. Awalnya, para pramusaji akan mengosongkan panci hot pot ke dalam filter khusus yang memisahkan minyak dari air. Dengan mengenakan celemek tebal dan sarung tangan karet sepanjang siku, para kolektor kemudian datang mengambil jerigen minyak jelantah itu.
Limbah minyak itu kemudian diangkut ke kawasan bisnis di pinggiran kota, tempat pabrik Jinshang sebagian bermarkas. Di sana, satu-satunya jejak minyak yang ada hanyalah aroma samar hot pot di dermaga bongkar muat dan noda oranye di bagian bawah beberapa peralatan.
Proses Produksi Sisa Minyak Hot Pot
Bekas minyak hot pot dituang ke dalam tong besar dan menjalani proses pemurnian yang menghilangkan sisa air dan kotoran, sehingga menghasilkan minyak kelas industri yang jernih dan berwarna kuning.
Bahan bakar itu diekspor ke klien yang sebagian besar berbasis di Eropa, Amerika Serikat, dan Singapura, yang kemudian memprosesnya lebih lanjut untuk menghasilkan apa yang orang dalam industri sebut sebagai "bahan bakar penerbangan berkelanjutan" alias SAF.
SAF dinilai sangat penting dalam perannya mendekarbonisasi sektor penerbangan, yang bertanggung jawab atas dua persen emisi karbon global pada 2022, menurut Badan Energi Internasional. Namun, bahan bakar daur ulang ini masih belum digunakan secara luas.
Hingga kini, jumlahnya kurang dari 0,1 persen dari seluruh bahan bakar penerbangan, karena tingginya biaya pemrosesan dan jumlah pemasok yang relatif sedikit. Asosiasi Transportasi Udara Internasional memperkirakan penerapan teknologi ini secara luas dapat "berkontribusi sekitar 65 persen terhadap pengurangan emisi yang dibutuhkan sektor penerbangan untuk mencapai net-zero pada 2050."
Â
Advertisement
Berencana Memperluas Fasilitas Produksi
Jinshang berencana segera memperluas fasilitas produksi SAF-nya, menggunakan peralatan dari perusahaan AS Honeywell untuk memproduksi 300 ribu ton per tahun. Model bisnis perusahaan itu adalah bagian dari upaya lebih luas di China untuk mengatasi volume sampah makanan.
Sekitar 350 juta ton hasil pertanian, lebih dari seperempat produksi tahunan, terbuang sia-sia di negara itu setiap tahunnya, dibuang restoran, supermarket, atau konsumen, menurut studi Nature tahun 2021. Di tempat penampungan akhir (TPA), sisa makanan yang membusuk mengeluarkan gas metana yang menghangatkan atmosfer lebih cepat dibandingkan sebagian besar bahan lain, menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS.
Hal ini sangat memusingkan bagi kota-kota di China dan merupakan ancaman besar terhadap tujuan iklim global. Di Shanghai, fasilitas pengolahan sampah kota telah beralih ke lalat tentara hitam untuk mengubah berton-ton sampah makanan setiap tahunnya jadi pupuk dan pakan ternak.
Di pabrik pengolahan limbah Laogang, terdapat ruangan tertutup yang menampung 500 juta belatung, yang memakan hingga 2.500 ton limbah makanan setiap hari, menurut wakil direktur pabrik Wu Yuefeng. Belatung yang menggeliat mengeluarkan zat halus, berwarna hitam, seperti kotoran yang digunakan kembali sebagai pupuk, sedangkan larvanya sendiri dibunuh dan dipanen saat sudah mencapai puncaknya untuk dijadikan pakan ternak.
Â
Penerbangan Berbahan Bakar Daur Ulang
Sebelumnya, maskapai Air France-KLM telah merilis penerbangan jarak jauh pertama berbahan bakar minyak jelantah pada 18 Mei 2021. Lebih tepatnya, pesawat itu ditenagai minyak bumi yang dicampur bahan bakar jet sintetis dari limbah minyak goreng.
Melansir Japan Today, 21 Mei 2021, bahan bakar yang digunakan untuk penerbangan dari Paris, Prancis ke Montreal, Kanada itu adalah bagian dari upaya industri penerbangan bereksperimen dengan sumber alternatif. Ini dilakukan karena regulator dan pemerintah banyak negara semakin memperketat aturan emisi karbon untuk beberapa dekade ke depan.
Maskapai penerbangan dan pembuat pesawat lain juga melakukan hal serupa dengan mengimplementasi berbagai tingkat biofuel atau ragam jenis bahan bakar berkelanjutan. Pesawat penumpang itu lepas landas dengan bahan bakar berkelanjutan yang menyumbang 16 persen pasokan untuk perjalanan tersebut.
Air France-KLM mengumumkan inisiatifnya di Bandara Charles de Gaulle, Paris. Hadir pada acara tersebut, CEO KLM Prancis, Benjamin Smith, didampingi CEO perusahaan minyak Total, Patrick Pouyanne, dan Presiden Airbus Guillaume Faury.
Menteri Transportasi Prancis, Jean-Baptiste Djebbari, menyebutkan bahwa terbukti ada cara lain untuk menghadapi persoalan bahan bakar pesawat. "Kami menunjukkan bahwa bagian terbesar dari solusi terletak pada inovasi teknologi," katanya.
Advertisement