Liputan6.com, Jakarta - Suhu bumi kian memanas, kondisi iklim dan lingkungan menjadi kekhawatiran semua orang. PBB bahkan sudah tidak lagi menyebut kondisi saat ini sebagai pemanasan global atau krisis iklim, namun sudah terjadi pendidihan global.
Hal ini seharusnya sudah menjadi perhatian bagi semua orang karena kondisi ini dapat menimbulkan dampak yang sangat buruk dan tidak dapat diubah di planet ini dan ekosistemnya. Pemerintah memiliki peran penting dalam memperbaiki hal ini, dengan cara membuat kebijakan-kebijakan yang lebih ramah iklim.
Sebagai seorang kepala negara, presiden memiliki andil yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup masyarakatnya. Pemilihan presiden atau Pilpres periode 2024–2029 semakin dekat, dan akan menentukan masa depan Indonesia. Namun, apakah para capres-cawapres Pilpres 2024 sudah menjadikan kondisi tersebut sebagai prioritas?
Advertisement
Joni Aswira Putra, Ketua Umum SIEJ, atau Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia, mengatakan bahwa saat ini belum terlihat komitmen tegas dari para pasangan calon (paslon) presiden mengenai isu tersebut, jika dilihat dari visi misi mereka. "Kalau misalkan secara konkretnya, mencegah kenaikan suhu bumi di atas 21,5 derajat itu masih belum terlihat komitmen tegas, secara intinya. Itu terlihat dari mereka di dalam penjabaran visi misinya," ungkapnya kepada Tim Lifestyle, melalui sambungan telepon, Rabu, 29 November 2023.
Dalam kesempatan yang berbeda, Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan, mengatakan bahwa dari ketiga paslon, masih belum terlihat bagaimana mereka akan mengatasi permasalahan lingkungan tersebut. Ia juga menyebutkan bahwa isu lingkungan terjadi akibat dari praktik ekonomi yang eksploitatif.
Praktik Ekonomi yang Ekstraktif dan Eksploitatif
"Kalau tanpa mempunyai kebijakan yang benar-benar mentransformasikan cara kita untuk melakukan praktik-praktik ekonomi dari yang tadinya berpusat, ke hal-hal yang sifatnya retroaktif, regeneratif, dan memulihkan akan sulit untuk mengatasi krisis iklim ini. Kalau semuanya sifatnya hanya parsial-parsial," ungkap Nadia kepada Tim Lifestyle, melalui sambungan telepon, Kamis, 29 November 2023.
Lebih lanjut, Joni juga menjelaskan bahwa melalui visi misi yang dipaparkan, para capres memiliki kecenderungan untuk memberlakukan ekonomi yang ekstraktif (mengambil sumber daya secara langsung dari alam). Padahal seharusnya, mengenai ekonomi bukan hanya harus mementingkan keuntungan saja, namun juga ekosistem dan lingkungan.
"Kita harus pastikan betul, hilirisasi ini bukan cuma hanya mendatangkan benefit secara ekonomi dengan semangat lapangan pekerjaan yang akan tumbuh dan kesejahteraan yang akan tercipta. Tapi juga harus dipastikan program kerja ini memberi perlindungan terhadap ekosistem dan ekologi," ungkap Joni.
Joni juga menjelaskan bahwa dampak yang ditimbulkan dari kerusakan-kerusakan ekologi tersebut bisa jadi akan lebih besar daripada kesejahteraan yang didapatkan oleh masyarakat. "Jangan nanti malah degenerasi lingkungan sehingga menimbulkan bencana-bencana yang membuat masyarakat kita lebih terjepit lagi," ungkapnya.
Advertisement
Tuntutan Untuk Mengubah Tatanan Ekonomi
"Kita menantang para capres untuk bicara soal itu. Karena kita tahu laju deforestasi kita masih sangat tinggi. Jangan sampai nanti pola pikir soal ekonomi ekstraktif itu menuntut lagi hutan-hutan yang harus dibebaskan," papar Joni.
Nadia juga menyebutkan, bahwa harus terjadi keselarasan untuk menghadirkan program, proyek, dan pembangunan yang terkait dengan krisis iklim yang terjadi. Ia juga menyebutkan bahkan harus terjadi perubahan dari tatanan ekonomi.
"Justru jangan hanya dijadikan proyek, tapi justru merubah tatanan ekonomi. Cara kita hidup, cara pengelolaan sumber daya, untuk memanfaatkan sumber perekonomian itu memang harus berubah supaya kita bisa selamat dari krisis iklim. Dan itu harus disaksikan dengan kacamata keadilan iklim," jelas Nadia.
Lebih lanjut, Joni menjelaskan bahwa sebenarnya sudah banyak forum yang tersedia dan diisi oleh para capres. Namun, ia menyebutkan bahwa gagasan yang mereka berikan masih berada di tahapan yang umum dan kurang mendalam, menyinggung soal isu lingkungan dan perubahan iklim yang terjadi.
"Mestinya saat kampanye ke daerah yang sering terjadi masalah ikim menjual gagasan yang lebih konkret untuk mengatasi masalah-masalah yang menahun selama ini. Para capres seharusnya mampu mengaitkan kerusakan lingkungan dan degradasi lingkungan karena itu berkaitan langsung dengan kesejahteraan masyarakat," tutur Joni. Ia juga menyebutkan bahwa kondisi iklim tidak terlepas dari masalah sosial saat ini.
"Misalnya kita bicara soal harga pangan dan sembako yang naik akibat kelangkaan pangan di mana-mana. Banyak sentra-sentra produksi petani yang gagal panen ini kan juga akibat dari perubahan iklim," ungkap Joni.
Sudah Ada Pembicaraan Soal Isu Lingkungan dan Iklim Dari Para Paslon Pilpres
Dalam kesempatan itu, Nadia menjelaskan hasil dari pembedahan visi misi para paslon pilpres yang dilakukan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan. Mereka menyoroti aspek isu lingkungan seperti transisi energi berkeadilan, hutan dan deforestasi, sektor pangan dan pertanian, sampah dan limbah, juga keadilan iklim yang dipaparkan oleh para paslon.
"Untuk pasangan Ganjar dan Mahfudz mereka banyak berbicara mengenai adaptasi dan mitigasi memang ada. Misalnya, soal transisi energi, polusi udara, memelihara hutan. Tapi mereka tidak bicara soal karbon," jelas Nadia.
Sementara untuk pasangan Prabowo dan Gibran, Nadia menjelaskan bahwa mereka berbicara tentang krisis iklim dalam konteks mengurangi emisi gas rumah kaca dengan cara melakukan dekarbonisasi. Mereka juga menyoroti penggunaan bioplastik untuk kebutuhan sehari-hari juga deforestasi. Karbon juga disebutkan, untuk mengakselerasi sumber daya alam terkait karbon sink dan karbon offset. Tapi mereka tidak bicara soal adaptasi.
Untuk pasangan Anies dan Muhaimin, Nadia menjelaskan, bahwa pasangan tersebut sudah komprehensif mengenai visi misi yang terkait dengan perubahan iklim. Ia menilai bahwa visi misi yang dipaparkan oleh paslon tersebut sudah cukup lengkap berbicara soal lingkungan.
Lebih lanjut, mengenai keseriusan para paslon, Nadia menyebutkan bahwa selain visi misi yang dipaparkan terdapat berbagai aspek lainnya yang harus menjadi pertimbangan. "Kita tidak bisa menilai keseriusan seseorang hanya melalui apa yang mereka tulis dalam kertas. Tapi, banyak aspek lain yang dilihat misalnya rekam jejak sebelumnya, siapa yang berada di belakangnya, siapa yang membiayai selama dan sebelum kampanye, itu juga harus jadi bahan pertimbangan," ungkap Nadia.
Advertisement