Liputan6.com, Jakarta - Sebagai negara dengan keanekaragaman adat dan budaya yang luar biasa, Indonesia memiliki berbagai tradisi pernikahan. Selain rangkaian ritual yang dijalani, busana pengantin juga jadi sorotan karena biasanya meriah dan penuh warna. Belum lagi dengan hiasan kepala yang cantik dan penuh makna simbolik.
Beda daerah, beda pula hiasan kepala pengantin. Meskipun seringkali berat dan sulit dalam memakainya, hiasan kepala ini menambah anggun kepala pengantin. Bahkan, beberapa hiasan kepala dapat menunjukkan status sosial pengantin tersebut di masyarakat. Berikut beberapa hiasan kepala pengantin beserta makna simbolik yang terkandung di dalamnya, dirangkum Tim Lifestyle Liputan6.com dari berbagai sumber.
1. Bulang Emas Mandailing
Bulang Emas adalah hiasan kepala pengantin ala Batak Mandailing. Berdasarkan jurnal Tata Rias dan Kecantikan dalam situs Kemdikbud, pada Selasa, 27 Februari 2024, hiasan kepala atau bulang yang berukir ornamen burangir itu bermakna sebagai lambang kebesaran dan kemuliaan sekaligus simbol dari status sosial seseorang.
Sedangkan, daun sirih melambangkan segala sesuatu perihal, baik itu menyangkut pelaksanaan upacara adat dan ritual harus terlebih dahulu meminta pertimbangan dan izin kepada Raja dan Namora Natoras. Karena itu, hiasan pada kening dan kepala pengantin wanita yang disebut bulang ini memiliki aturan atau tingkatan tertentu yang mengandung makna bagaimana berat beban yang akan ditanggung oleh seorang istri dalam menjalani rumah tangga dengan berbagai pertimbangan dan aturan menurut adat yang berlaku.
2. Suntiang Minangkabau
Suntiang merupakan elemen yang sangat penting dalam kelengkapan busana pernikahan adat di Minangkabau. Mengutip dari Gorga Jurnal Seni Rupa, suntiang adalah perhiasan kepala bertingkat yang memiliki keemasan yang dipakai oleh perempuan Minangkabau. Hiasan kepala ini terkenal dengan beratnya antara 3,5 hingga 5 kg.
Suntiang yang berat melambangkan beratnya tanggung jawab yang akan diemban oleh seorang wanita (ibu/bundo) Minang setelah menikah nanti. Walaupun berat saat dikenakan, si pemakai suntiang Anak Daro (Mempelai wanita) tetap terlihat anggun, sopan dan feminim. Memakai suntiang ini juga jadi kebanggaan tersendiri bagi setiap wanita Minangkabau saat melangsungkan pernikahan.
3. Paes Ageng Yogyakarta
Dalam kehidupan masyarakat Jawa dikenal berbagai macam upacara adat tradisional yang diwariskan secara turun-temurun selama berabad-abad, salah satunya upacara adat pernikahan. Dikutip dari Jurnal Filsafat Universitas Gadjah Mada dengan judul “Tinjauan Filsafat Seni Terhadap Tata Rias dan Busana Pengantin Paes Ageng Kanigaran Gaya Yogyakarta”, menurut Sardjono, paes itu berarti didandani atau dirias.
Untuk masyarakat Jawa, paes adalah perlambang kecantikan lahir dan batin. Artinya, pengantin tidak hanya cantik wajahnya, namun juga harus cantik hatinya. Bahkan, sebelumnya, rambut-rambut kecil di dahi harus dikerik (dihilangkan) untuk membuang sial (Sardjono, 1996:50).
Advertisement
4. Siangko Betawi
Etnis Betawi memiliki tata cara upacara perkawinan yang sangat unik dan rumit. Meskipun tata cara secara tradisional saat ini jarang ditemui, masih ada orang-orang yang mempertahankannya sampai saat ini.
Berdasarkan jurnal Century, pakaian pengantin adat Betawi dipengaruhi oleh beberapa kebudayaan luar, yaitu kebudayaan Arab dan Tionghoa. Pakaian pengantin pria adat Betawi dipengaruhi oleh kebudayaan Arab, sedangkan pakaian pengantin wanita adat Betawi dipengaruhi oleh kebudayaan Tionghoa dan kebudayaan Arab.
Aksesori yang dipakai juga bermacam-macam dan memiliki filosofi tersendiri, salah satunya Siangko. Siangko adalah cadar atau penutup wajah yang terbuat dari emas atau terbuat dari perak. Siangko sebagai lambang yang menunjukkan status seorang pengantin. Dengan memakai siangko ini, kita bisa melihat bahwa pemakainya berasal dari kelompok golongan atas atau dari elit bangsawan seperti dipakai putri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno saat ia menikah di Amerika Serikat.
5. Sigokh Lampung
Sigokh merupakan benda atau perangkat adat penting dalam ritual tradisional masyarakat Lampung. Mengutip laman Indonesia Kaya, hiasan kepala tersebut berwujud sebuah mahkota logam berwarna keemasan yang memiliki detail bentuk yang sangat khas. Mahkota ini menjadi simbol kehormatan dan status sosial seseorang dalam masyarakat Lampung.
Menurut riwayat, bentuk sigokh yang pertama kali berkembang dalam budaya Lampung adalah sigokh tuha, yang memiliki lima lekukan. Sigokh ini telah ada sejak masa kerajaan Hindu-Budha, yaitu Kerajaan Sekala Brak. Adapun pengaruh Islam yang diduga berasal dari Kesultanan Banten dan Cirebon terlihat dalam bentuk sigokh yang berkembang dalam adat Melinting yang mirip dengan sigokh Saibatin tetapi memiliki aksen berupa rumbai-rumbai yang menyerupai cadar.
6. Siger Sunda
Siger adalah hiasa kepala yang wajib ada dalam pernikahan adat Sunda. Dikutip dari Kanal Regional Liputan6.com, siger merupakan simbol kebanggaan dan identitas budaya. Warna, motif, dan hiasan pada Siger Sunda bervariasi tergantung pada daerahnya.
Siger Sunda ini seringkali dianggap sebagai lambang kekuatan, keindahan, dan keanggunan budaya Sunda. Siger Sunda masih sering dikenakan dalam berbagai acara adat, upacara pernikahan, dan pertunjukan seni tradisional di Jawa Barat.
Advertisement