Viral TikToker Bagikan Resep Tumis Kecebong, Apakah Aman dan Halal Dimakan?

Bumbu tumis kecebong terdiri dari bawang putih, bawang merah, cabai, dan lengkuas.

oleh Asnida Riani diperbarui 19 Sep 2024, 05:00 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2024, 05:00 WIB
Viral di TikTok
Viral TikToker bagikan resep kecebong. (dok. tangkapan layar video TikTok @itsmargarret/https://www.tiktok.com/@itsmargarret/video/7413241453331139845)

Liputan6.com, Jakarta - Ada saja resep yang viral di TikTok dari waktu ke waktu. Kebanyakan di antaranya cukup familiar, namun tidak jarang pula yang membuat para pengguna mengernyitkan dahi. Tumis kecebong, misalnya.

Resep tidak biasa itu dibagikan akun TikTok @itsmargarret, minggu lalu, dan sudah mencatat 3,5 juta penayangan sampai Rabu siang (18/9/2024). Disebutkan bahwa bumbu masakan itu terdiri dari bawang putih, bawang merah, cabai, dan lengkuas.

Seluruhnya ditumis dengan tambahan penyedap rasa, lalu disajikan bersama nasi putih. Karena bukan masakan tidak biasa, banyak yang bertanya bagaimana rasa kecebong tumis dan apakah itu aman dikonsumsi.

Melansir Asian Parent, Rabu (18/9/2024), makan kecebong sebenarnya telah dikenal sebagai salah satu praktik pengobatan tradisional Tiongkok. Di Singapura, sebuah peternakan kodok menawarkan minuman yang terbuat dari buah kering dan tuba falopi kodok betina yang disebut hashima.

Mereka percaya bahwa minuman ini membantu meningkatkan kesehatan paru-paru dan membuat kulit lebih bersih. Di Thailand, mereka menyajikan hidangan kecebong yang disebut luk awd. Kodok dewasa pun merupakan bahan masakan yang umum, karena dipercaya sebagai sumber protein yang baik.

Orang Thailand merebus atau membuat kari dari kodok bersama cabai. Mereka juga menggoreng amfibi tersebut. Meski tidak diragukan lagi bahwa ada permintaan yang tinggi untuk jenis suplemen alami ini di seluruh dunia, praktik tradisional mengonsumsi kodok dan kecebong tetap berpotensi bahaya.

Konsumsi Kecebong Menurut Studi

Viral di TikTok
Viral TikToker bagikan resep kecebong. (dok. tangkapan layar video TikTok @itsmargarret/https://www.tiktok.com/@itsmargarret/video/7413241453331139845)

Sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam jurnal "Infectious Diseases of Poverty" menjelaskan risiko konsumsi kodok dan kecebong. Dalam studi tersebut, para peneliti mengamati lebih dekat kasus seorang petani berusia 29 tahun.

Pria yang gemar makan kecebong secara teratur itu dilarikan ke rumah sakit karena infeksi parah. Petani itu percaya kecebong akan membantu meningkatkan kesehatannya, khususnya dalam mengobati kondisi kulitnya yang parah.

Awalnya, dokter mengira ia menderita radang usus buntu dan peritonitis, tapi setelah pemeriksaan lebih dekat, mereka menemukan bahwa ia menderita sparganosis. Sparganosis adalah infeksi parasit langka yang berasal dari menelan kotoran hewan. Ia dirawat di rumah sakit selama sekitar satu bulan.

Jika memakan kecebong dapat menyebabkan hal ini pada pria dewasa, bayangkan apa yang dapat terjadi pada anak kecil. Sebagai kesimpulan, studi tersebut mendesak pihak berwenang mencegah praktik makan kecebong itu.

Edukasi yang tepat harus dilakukan di daerah-daerah di mana kebiasaan ini umum terjadi. Tidak hanya menimbulkan risiko sparganosis, parasit dapat menularkan malaria dan trikomoniasis. 

Apakah Kecebong Halal?

Ilustrasi kodok, katak
Ilustrasi kodok, katak. (Image by wirestock on Freepik)

Melansir laman NU Online, mengonsumsi kecebong, yang diartikan sebagai kodok pra-dewasa, haram hukumnya. Ketentuan yang sama juga berlaku pada kodok.

Semua ulama sepakat tentang keharaman membunuh katak, merujuk pada hadis Rasulullah yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Utsman. "Suatu ketika ada seorang tabib yang berada di dekat Rasulullah menyebutkan tentang obat-obatan. Di antaranya disebutkan bahwa katak digunakan untuk obat. Lalu Rasul melarang membunuh katak." (HR Ahmad: 15757).

Menurut Al-Mundziri, hadits tersebut memberi pengertian bahwa selain membunuh, hukum memakan katak juga diharamkan. "Al-Mundziri mengatakan, hadits tersebut menunjukkan keharaman makan katak." (Ali Al-Qari, Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, [Darul Fikr, Beirut, 2002], juz 7, halaman 2659).

Masih dalam kitab yang sama, alasan syariat melarang pembunuhan seekor hewan biasanya berdasarkan salah satu dari dua faktor. Pertama, hewan tersebut dihormati. Kedua, hewan tersebut haram dimakan. Dalam kasus katak, itu mengarah pada keharaman memakannya.

"Pelarangan membunuh hewan kemungkinan karena kehormatannya seperti contoh anak adam dan sebab haram dimakan disebabkan faktor keharamannya untuk dimakan seperti burung suradi dan katak yang masing-masing tidak masuk golongan hewan yang dihormati. Maka, pelarangan membunuh mengarah pada keharaman memakannya."

 

Video Konsumsi Kecebong yang Viral

video viral
video viral anak makan kecebong hidup (Facebook/Shanghaiist)

Beberapa tahun lalu, sebuah video anak yang diberi makan kecebong hidup jadi viral di media sosial China. Kanal Citizen Liputan6.com melansir dari The Star, 4 April 2018, klip itu menunjukkan seorang wanita tengah menyuapi bocah dengan kecebong dari sebuah mangkuk berisi cairan.

Wanita itu terdengar mengatakan, "Ikan kecil? Ikan kecil." Si bocah itu tampak langsung membuka mulut dan menelan kecebong itu dengan santai. Warganet memberi tanggapan beragam, namun sebagian besar "mengutuk" aksi wanita itu.

Pengguna Facebook Lai Han Ng mengomentari dengan pedas, "Orang dewasa ini benar-benar tidak punya otak." Sementara yang lain menulis, "Kasihan sekali (bocah laki-laki itu). Anggota keluarganya bodoh!" Seorang dokter anak pun ikut angkat bicara. Dr Pei mengunggah penjelasan mengenai video viral itu di media sosial Weibo, semacam X di Tiongkok.

Menurut dia, praktik itu dijelaskan dengan detail di buku herbalogi China, "The Compendium of Materia Medica," yang ditulis dokter dan herbalis Li Shizhen selama periode Dinasti Ming di tahun 1500-an. Di buku itu, menurut dia, kecebong disebut bisa mendetoksifikasi luka.

"Namun, memakan kecebong hidup seperti itu, walau misalkan si anak tidak luka, malah bisa jadi kena infeksi. Sebab, anak-anak bisa terpapar kuman di tubuh kecebong," jelasnya.

Infografis Bahan Pangan Lokal Alternatif yang Belum Populer
Infografis Bahan Pangan Lokal Alternatif yang Belum Populer  (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya