Liputan6.com, Jakarta - Satu demi satu usaha resor ski di Eropa berguguran karena krisis iklim. Kali ini, giliran resor ski Alpe du Grande Serre di wilayah Isere, Prancis tenggara, yang dikenal sebagai salah satu resor ski alpine besar di Prancis yang mengumumkan akan menutup tempat itu secara permanen.
Keputusan diambil setelah dewan lokal mengadakan pemungutan suara untuk menghentikan pendanaan bagi rencana mengakhiri ketergantungan pada olahraga musim dingin, kata presiden dewan tersebut kepada stasiun radio France Bleu. Pada Sabtu, 5 Oktober 2024, 47 anggota dewan Matheysine, yang mencakup resor ski, memilih untuk menghentikan kontrak dengan operator lift ski SATA Group.
Mengutip CNN, Kamis (10/10/2024), hanya 12 anggota yang memilih untuk tetap menjalankan operasi. Presiden Dewan Coraline Saurat mengatakan bahwa sekitar 2,8 juta euro (sekitar Rp48,2 miliar) telah diinvestasikan untuk mengubah kawasan tersebut menjadi resor sepanjang tahun sejak 2017.
Advertisement
Dia mengatakan bahwa dengan salju musim dingin yang semakin tidak dapat diandalkan, menyelesaikan tahun-tahun terakhir proyek ini berisiko terlalu besar. "Dampak dari berkomitmen untuk dua tahun lagi sangat besar dan tidak ada prospek di masa depan," katanya, berbicara kepada France Bleu pada Sabtu, pekan lalu.
"Negara tidak memberi kami dukungan konkret untuk masa depan resor atau untuk operasi transisi," kata Saurat, yang pada Januari tahun ini telah memperingatkan di France Bleu bahwa resor tersebut menghadapi kekurangan anggaran senilai 7 juta euro (sekitar Rp120,4 miliar) untuk proyek tersebut.
Â
Sinyal Bencana Nasional
Resor Alpe du Grande Serre berlokasi dekat dataran tinggi Alpe d'Huez. Itu adalah salah satu dari beberapa destinasi ski di dataran rendah di Eropa yang harus menghadapi kesulitan selama beberapa tahun terakhir karena krisis iklim, yang dipicu ulah manusia yang membakar bahan bakar fosil, menyebabkan musim dingin menjadi lebih hangat dan pendek.
Menghadapi hujan salju yang terus berkurang, kota ini memperjuangkan sebuah rencana, Alpe de Grande Serre 2050, yang bertujuan untuk mengganti lift ski dan meningkatkan stasiun untuk olahraga musim panas dan musim dingin.Â
"Penutupan stasiun tersebut akan menjadi bencana besar bagi wilayah tersebut," Marie-Noëlle Battistel, anggota parlemen wilayah Isère, mengatakan di stasiun televisi lokal Télégrenoble Jumat lalu, sehari sebelum pemungutan suara.
"Ada hampir 200 pekerjaan yang bergantung pada [itu]. Menutup stasiun penting ini mengirimkan sinyal bencana dalam skala nasional."
Penutupan resor ski tersebut juga menjadi pertanda suram bagi banyak stasiun ski alpine ukuran menengah lainnya. Tak sedikit mereka yang kesulitan menjalankan operasional di saat curah salju terus menurun signifikan.
Advertisement
Jumlah Resor Ski yang Ditutup Bertambah
Menutup resor menjadi jalan terakhir yang mungkin harus diambil. Itu berarti daftar penutupan resor akan terus bertambah. Pada Minggu, 6 Oktober 2024 stasiun Grand Puy di wilayah Alpes-de-Haute-Provence Perancis juga ditutup secara permanen setelah referendum publik.
Tahun lalu, kota La Sambuy, yang memiliki destinasi ski keluarga di dekat Mont Blanc, membongkar lift skinya karena musim olahraga musim dingin telah menyusut menjadi hanya beberapa minggu dan tidak lagi menguntungkan untuk tetap membukanya.
Carlo Carmagnola, pakar salju di Météo France yang mempelajari dampak perubahan iklim terhadap resor ski, mengatakan kepada CNN awal tahun ini bahwa 40 persen resor ski di Pegunungan Alpen Prancis kini bergantung pada salju buatan agar tetap buka. Di Italia angkanya 90 persen dan hingga 80 persen di Austria, katanya.
Sementara, resor-resor ski di wilayah Alpen, Austria, berusaha bertahan dengan mengalihkan fokus target kunjungan dari pemain ski ke pengendara sepeda gunung seiring mencairnya salju. Leogang-Saalbach adalah salah satu dari banyak resor Alpen yang mengandalkan aktivitas cuaca hangat karena meningkatnya suhu dan berkurangnya salju.
Pengendara sepeda gunung dari seluruh Eropa berbondong-bondong ke wilayah Salzburg di Austria barat untuk berlomba menuruni lereng curam. "Sungguh luar biasa. Gunung dan lereng seperti itu, kami tidak memilikinya di Estonia," kata Jonas Ritson, pengendara sepeda gunung berusia 51 tahun tentang negara asalnya sebelum memulai jalur menurun, dikutip dari AFP, Minggu, 21 Juli 2024.
Â
Beradaptasi dengan Perubahan Iklim
Sejak pandemi, signifikansi musim panas bagi perekonomian 'sedikit melebihi' musim dingin di negara tersebut, kata Oliver Fritz, ekonom senior di Institut Penelitian Ekonomi Austria (WIFO). Biasanya, musim panas dan musim dingin menyumbang sekitar setengah pendapatan tahunan industri pariwisata.
Namun setelah pandemi, Fritz menilai persentasenya didominasi mengarah pada musim panas, dengan musim hangat pada 2023 menghasilkan lebih dari setengah dari 29,5 miliar euro (sekitar Rp521 triliun) yang dihasilkan sektor pariwisata. Pasalnya, durasi musim dingin makin pendek.
Laporan gabungan dari badan cuaca Austria, Jerman, dan Swiss menyebutkan bahwa musim dingin tahun lalu di Pegunungan Alpen 'ditandai dengan suhu yang sangat sejuk', menjadi musim dingin terpanas kedua di Austria sejak pencatatan suhu dimulai pada 1851. Musim dingin yang tidak terlalu bersalju telah mengancam keberadaan resor ski terkenal di Austria.
"Perubahan iklim telah menyebabkan destinasi wisata memikirkan kembali dan mengikuti tren, seperti bersepeda gunung," kata Martin Schnitzer, ekonom olahraga di Universitas Innsbruck.
Untuk itu, pemerintah Austria sedang mencari akal agar bisa menandatangani lebih banyak kontrak dengan pemilik lahan dan hutan yang saat ini membatasi akses untuk para pesepeda gunung. "Mengembangkan strategi nasional sudah lama tertunda," kata ekonom Schnitzer.
Advertisement