Liputan6.com, Jakarta - Sebuah poster yang mengiklankan pendaftaran beasiswa untuk Sekolah Internasional Hwa Chong (HCIS) di sebuah stasiun MRT di Singapura telah menarik perhatian banyak orang. Pasalnya, siswi yang berpose di gambar tersebut mengenakan sepasang sepatu kets Dior seharga 1.690 dolar Singapura, atau sekitar Rp19,8 juta.
Di media sosial, seorang komentator menunjukkan ironi poster tersebut. Pasalnya, beasiswa dinilai dapat lebih bermanfaat bagi mereka yang tidak mampu membayar biaya sekolah, alih-alih siswi yang bisa membeli sepatu mahal, rangkum Mothership, dikutip Kamis, 23 Januari 2025.
Advertisement
"Sebelum mendaftar beasiswa Sekolah Internasional Hwa Chong, sebaiknya Anda tanya dulu pada diri sendiri, apakah Anda bisa membeli sepasang sepatu Dior?" kata salah satunya. HCIS adalah sekolah internasional yang berbasis di Singapura, yang menawarkan Program Diploma International Baccalaureate (IB) selama enam tahun.
Advertisement
Menurut situs web sekolah tersebut, biaya kuliah HCIS berkisar antara 28 ribu hingga 32 ribu dolar Singapura, atau sekitar Rp335 juta--Rp383 juta, per tahun. Sementara itu, sepatu Dior yang dikenakan siswa tersebut adalah seri Dior Vibe.
Melansir laman Dior, sepatu tersebut disebut menata ulang sepatu lari klasik dengan semangat couture khas rumah mode ini. "Memadukan kain teknis Dior Oblique abu-abu, jaring, dan sisipan karet transparan, sepatu ini menawarkan permainan kontras yang modern," kata rumah mode Prancis tersebut.
Desainnya semakin ditonjolkan dengan aksen ikonik, seperti detail efek 3D, pesona bintang di bagian belakang, serta tanda khas di lidah dan tab belakang. Dilengkapi sol karet transparan, sepatu Dior ini akan melengkapi pakaian kasual atau elegan apapun untuk tampilan kontemporer.
Disindir Warganet
Merujuk komentar daring, salah satu pengguna menyindir, "Itu sekolah mahal, harus pakai sepatu mahal juga." "Ini bagian dari biaya masauk ya? Harus punya sepatu Dior," sahut yang lain. "Siswi ini memanfaatkan uang beasiswanya dengan baik," menurut pengguna berbeda.
Sementara itu, terkait beasiswa dari dalam negeri, perkumpulan kader bangsa menyarankan pemerintah lebih sigap dan inovatif dalam mengembangkan program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Hal ini agar beasiswa yang menggunakan uang rakyat ini lebih berdampak dan mempercepat peningkatan SDM anak bangsa secara merata.
Inovasi tersebut antara lain mengembangkan program beasiswa bukan hanya untuk program degree, namun juga non-degree atau semacam short course, pelatihan singkat yang dibutuhkan bagi para tenaga profesional mengembangkan keterampilannya.
Hal itu disampaikan Ketua Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho terkait wacana pengkajian ulang skema LPDP belakangan ini. Salah satunya, yakni terkait penerima LPDP yang tidak lagi dituntut harus pulang ke Indonesia.
Advertisement
Indonesia Butuh SDM Unggul
Menurut Dimas, niatan awal pemerintah meningkatkan persentase jumlah lulusan S2 dan S3 Indonesia melalui program LPDP sudah benar. Namun, merujuk prospek ekonomi dan situasi geopolitik global saat ini, serta kebutuhan pertumbuhan nasional yang mendesak, kebutuhan Indonesia untuk memiliki SDM unggul dan kompetitif secara relatif cepat jadi sangat mendesak.
Demi tujuan percepatan peningkatan SDM, menargetkan beasiswa hanya untuk program sarjana saja dinilai bukan kebijakan yang adaptif. Secara paralel, program non-degree atau berbagai kursus singkat sesuai kebutuhan profesional dan sektor prioritas, baik di dalam maupun luar negeri, juga perlu diperkuat.
"Kalau bicara soal penguatan SDM unggul dan kompetitif, dalam situasi geopolitik dan ekonomi global seperti saat ini, pemerintah harus sigap dan inovatif dalam memfasilitasi program beasiswa pendidikan kepada seluruh potensi anak bangsa secara adil dan merata," kata Dimas, lapor kanal News Liputan6.com, 8 November 2024.
Demi mempersiapkan Indonesia Emas 2045, sebut dia, pelatihan singkat untuk peningkatan keterampilan dan penyiapan SDM unggul di berbagai sektor profesi sangat relevan dan dibutuhkan, mulai dari bidang akademik dan penelitian, ekonomi kreatif, komunikasi, digitalisasi, sosial politik dan pemerintahan, bisnis dan ekonomi, industri, hilirisasi sampai sektor lingkungan, pertanian, perikanan dan seni budaya.
Pertimbangkan Berbagai Inovasi
Dimas menambahkan, pengelola beasiswa LPDP ke depannya juga perlu mempertimbangkan berbagai inovasi sosial penguatan pendidikan berkarakter, kebangsaan, dan kepemimpinan pada para penerima dan alumni LPDP. Menurtunya, LPDP dapat memfasilitasi dan membuat skema kontribusi agar penerima beasiswa yang telah lulus dapat berpartisipasi membangun masyarakat melalui berbagai program pemberdayaan publik.
Hal ini bisa dilakukan dengan berkolaborasi dengan kementerian/lembaga atau pemerintah daerah, bahkan pihak swasta. "Indonesia ini negara besar, isu (pembangunan) masih sangat dibutuhkan, khususnya soal ketimpangan, belum meratanya pembangunan, dan pastinya butuh emansipasi setiap warga, baik secara individu, kelompok, maupun komunitas untuk membantu suksesnya berbagai program pemerintah," ujar dia.
Menurut Dimas, para penerima dan alumni LPDP, atau skema beasiswa pemerintah lain, merupakan anak-anak muda potensial, punya prestasi, jaringan, dan modal kepemimpinan. Pemerintah, kata dia, harus dapat mengarahkan potensi besar ini secara kolaboratif.
"Memberi dampak lebih luas mengejar target peningkatan SDM, penurunan angka kemiskinan dan peningkatan kelas menengah, serta pertumbuhan ekonomi berkualitas, delapan persen," tandasnya.
Advertisement