Liputan6.com, Jakarta - Pastry World Cup 2025 alias Piala Dunia Pastry 2025 adalah ajang bergengsi para chef pastry seluruh dunia. Kejuaraan yang dalam bahasa Prancis dikenal sebagai Coupe du Monde de la Pâtisserie itu menantang tim-tim terpilih dari berbagai negara untuk bertarung menunjukkan keahliannya di panggung global.
Setiap tim terdiri dari tiga anggota, masing-masing adalah ahli cokelat, ahli es, dan ahli gula. Ketiganya bertugas mengembangkan tiga menu dessert yang akan mewakili negaranya, yakni dessert beku, dessert restoran yang bisa dihiasi dengan tambahan khusus di meja juri, dan cokelat pertunjukan.
Ketiga menu itu harus diselesaikan ketiganya dalam waktu lima jam saja. Pada kompetisi dua tahunan kali ini, Lyon, Prancis, menjadi tuan rumah ajang yang berlangsung pada 20--21 Januari 2025.
Advertisement
Mengutip CNN, Senin , 27 Januari 2025, para ahli pastry mengandalkan bahan-bahan dan desain untuk menyoroti kelezatan kuliner negara mereka. Tim China membuat naga yang rumit dari gula, sementara para pesaing dari Meksiko memasukkan cokelat, jagung, dan makanan asli lainnya ke dalam dessert mereka.
Selain mewakili tanah air mereka di piring, para kontestan mengenakan pakaian dan aksesori yang menampilkan ciri khas negaranya. Anggota tim Prancis, misalnya, mengenakan kemeja garis-garis Breton yang chic dan baret. Sedangkan, para koki Meksiko mengenakan topeng tengkorak gula terinspirasi Hari Orang Mati. Di sisi lain, Tim Inggris mengerjakan dessert mereka sambil mengenakan topi berita dan dasi kupu-kupu yang rapi.
Â
Siapa Pemenang Piala Dunia Pastry 2025?
Dengan keterampilan begitu tinggi, juri tentu tidak mudah menentukan pemenang. Medali emas Piala Dunia Pastry 2025 pun jatuh kepada juara bertahan, Jepang.Â
Tim negeri matahari terbit itu menyusun granita lemon, pir, marigold, dan cokelat berbentuk daun Asanoha (ganja) untuk entri dessert restoran mereka. Untuk dessert beku, tim menawarkan suguhan aprikot yang menyerupai mainan gasing.
"Kami memasukkan sejarah dan budaya Jepang ke dalam desainnya. Kami mampu menggabungkan rasa dan pola tradisional yang halus untuk menampilkan teknik kami," kata koki Masanori Hata, ahli cokelat di timnya.
"Saya tidak ingat momen kami menang. Saya sangat terkejut dan tidak percaya. Jepang diakui dua turnamen berturut-turut. Saya senang dan bangga."
Sementara, tim Prancis harus puas dengan medali perak. Mereka menyiapkan serangkaian telur cokelat yang menakjubkan yang diisi dengan mousse souffle cokelat-hazelnut yang diberi topping streusel cokelat, dicelupkan ke dalam mentega jernih yang diinfus jeruk-vanilla dan dipasangkan dengan es krim vanilla panggang dan clementine confit.
Advertisement
2 Negara Asia Tenggara Masuk 10 Besar
Di ajang tersebut, dua negara di Asia Tenggara juga unjuk gigi. Malaysia berada di urutan ketiga daftar 10 besar dan berhasil meraih medali perunggu. Tim Malaysia mendapatkan nilai tinggi untuk dessert bekunya, yang mereka gambarkan sebagai perpaduan harmonis dari jeruk cerah, aprikot manis, dan rempah-rempah halus, sebuah penghormatan terhadap warisan multikultural negara itu.
Berikut adalah daftar 10 besar Pemenang Piala Dunia Pastry:
Jepang
Prancis
Malaysia
China
Belgia
Italia
Korea Selatan
Singapura
Inggris Raya
Argentina
Sementara, tim Indonesia belum berhasil melewati babak kualifikasi tingkat Asia yang berlangsung di Singapura pada Oktober 2024. Prestasi terbaik Indonesia sebelumnya adalah menembus final Bocuse d'Or 2021, yakni kompetisi memasak bergengsi bagi para chef di dunia.Â
Dalam ajang yang berlangsung pada 26--27 September 2021, Indonesia diwakili oleh Chef Mandif Warokka dan dibantu Chef Muhamad Lutfi Nugraha. Mereka harus bersaing dengan 20 negara lainnya yang hadir di Lyon, Prancis. Tim dari Prancis menduduki peringkat pertama, disusul Denmark dan Norwegia.
"Seleksinya kan 24, kebetulan karena Covid, beberapa nggak bisa. Ada yang kena Covid juga, akhirnya jadi 21," ujar Chef Mandif kepada Liputan6.com, Senin, 11 Oktober 2021.
Â
Oleh-oleh dari Bocuse d'Or
Meski tak menang, banyak oleh-oleh pengalaman yang didapat duo chef Indonesia itu. Menurut Chef Mandif Warokka, kompetisi ini membuka mata mereka tentang cara Eropa mengoperasikan industri kuliner mereka.
"Buat orang Eropa ya, ini menghabiskan million of euro. Bagi mereka, ini tuh harga diri bangsa. Kalau kita baru mulai, ini belum dilirik oleh orang Indonesia untuk menjadi event yang harus kita banggakan untuk promosi kuliner," ujar pemilik Restoran Blanco par Mandif di Bali itu.
Dana yang besar menjadi salah satu modal utama karena yang dinilai tidak hanya soal keterampilan memasak, tetapi juga penyajian yang harus melibatkan tim desainer dan para perajin untuk membuat peralatan makan. Penilaian juga melihat jumlah sampah yang dihasilkan, cara berkomunikasi dengan commis (asisten chef), hingga cara mempromosikan hidangan dari masing-masing negara.
Chef Mandif menyebutkan bahwa jika tim marketing kurang kuat untuk berpromosi, pesan yang ingin disampaikan tidak akan sampai ke juri. Ia pun banyak belajar tentang mengorganisasi dapur secara profesional dari kontestan negara lain.Â
"Ibarat kalau balapan mobil ada pitstop, tim mereka itu jago banget dan peralatannya super canggih. Jadi itu interesting banget, teknik mereka very specific dan kerja mereka presisi," ujar Chef Mandif.
"Tapi kita nggak jelek loh, the results is not bad. Plate-nya beautiful, tapi organisasi nggak bisa seperti mereka sih," tambahnya.
Â
Advertisement
