Pecat Pejabat Karena Kasus Century, Pengamat: Budaya Hukum Mundur

Dalam Pasal 50 KUHP secara eksplisit disebutkan, tiap pejabat yang dapat kewenangan untuk memutus dan kewenangan itu berdasarkan UU.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 02 Mar 2014, 13:54 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2014, 13:54 WIB
Pradjoto
Pemakzulan Wapres Boediono

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Timwas Century Fraksi PAN Chandra Tirta Wijaya akan menggunakan hak menyatakan pendapat untuk memakzulkan Wapres Boediono terkait kasus bailout Bank Century. Pakar hukum dan ekonomi Pradjoto mengatakan, apabila pejabat negara dipecat karena kasus tersebut, maka budaya hukum Indonesia akan mundur.

"Dalam Pasal 50 KUHP secara eksplisit disebutkan, tiap pejabat yang dapat kewenangan untuk memutus dan kewenangan itu berdasarkan undang-undang tidak bisa dihukum. Apa maknanya? Maknanya ingin memberi pembatasan antara wilayah hukum administrasi negara dan wilayah hukum pidana," ujar Pradjoto dalam diskusi bertajuk 'Ada Apa di Balik Bailout Bank Century atau Mutiara' di Menteng, Jakarta, Minggu (2/3/2014).

Pradjoto menjelaskan, dengan payung hukum demikian tak bisa seorang pejabat negara dicopot dari jabatannya karena pengambilan keputusan yang dinilai salah. "Bila publik menyadari falsafah hukum berbunyi seperti itu dan melihat kasus Century, maka cepat atau lambat setiap pejabat negara yang ambil keputusan akan dipersoalkan secara politik."

Artinya, lanjut Pradjoto, di masa mendatang dapat terbuka kemungkinan semua pejabat negara bisa menjadi tawanan politik. Kondisi demikian terjadi ketika ada geliat politik bermain dalam kasus Century, yang saat ini tengah menyeret nama Boediono.

"Kalau politik ikut beri tekanan, saya ingat semasa kuliah ada falsafah, rule of law is the rule of the rulling party. Hukum yang berkuasa adalah hukum bagi mereka yang berkuasa. Jika ini terjadi, hukum tak akan bergerak mencari kebenarannya sendiri," ungkapnya.

Membiarkan politik masuk dalam ranah kasus Century,  menurut Pradjoto, dapat membuat efek terhadap budaya hukum di Indonesia. Indonesia sebagai negara berlandaskan hukum dinilai akan mengalami kemunduran akibat permainan politik seperti saat ini.

"Lalu karena jadi tawanan politik karena keputusan yang diambil, maka saya khawatir budaya hukum nggak akan berkembang di Indonesia dan akan teralienasi," terang Pradjoto.

Pradjoto menilai, persoalan yang muncul di Bank Century bukan persoalan ada atau tidak ada bagi kerugian negara atau keputusan. Tapi apakah ini masuk wilayah hukum administrasi negara atau hukum pidana.

Bagi Pradjoto, pernyataan yang ia sampaikan tersebut  bukan berarti melindungi orang nomor 2 di Indonesia tersebut. "Saya datang bukan untuk challange apa yang muncul 2 tahun lebih di masyarakat. Apalah artinya, Pradjoto kok mampu melindungi seseorang," pungkasnya.

Kasus bailout Bank Century yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), baru menetapkan 2 tersangka, yakni Budi Mulia dan Siti Chalimah Fadjriyah. Kini bank tersebut berubah nama menjadi Bank Mutiara.

Bank Mutiara pun kembali terlibat masalah dan harus diberi suntikan dana. Pemberian dana talangan jilid II ini memastikan nilai bailout bank itu menjadi Rp 8,2 triliun, akumulasi dari dana talangan yang pertama Rp 6,7 triliun ditambah dana talangan baru Rp 1,5 triliun.

Pada saat yang sama, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan kerugian negara dari kasus bailout Bank Century sebesar Rp 7 triliun.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya