KPK Diminta Ambil Alih Kasus Videotron

Koordinator Maki, Boyamin Saiman, menilai penanganan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta 'masuk angin'.

oleh Edward Panggabean diperbarui 29 Mar 2014, 12:09 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2014, 12:09 WIB
Jika Terima Gratifikasi, KPK: Caleg Jadi 'Anggota Dewan' Guntur
Para caleg hanya diperbolehkan menggunakan uang pribadi dan dari partainya untuk berkampanye.

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Maki) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk segera mengambil alih kasus dugaan korupsi videotron di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) senilai Rp 17 miliar.

Koordinator Maki, Boyamin Saiman, menilai penanganan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta 'masuk angin'. Mestinya kejaksaan menyambut baik bila KPK mau ikut mensupervisi kasus tersebut, karena KPK punya kewewenang penuh, termasuk mengambil alih setiap perkara.

"Ya, KPK punya wewenang penuh, termasuk ambil alih perkara. Justru mestinya Kejati sambut gembira kemauan KPK untuk supervisi. Jika ternyata seakan-akan menolak maka Kejati terbukti masuk angin," kata Boyamin, kepada wartawan, Jakarta, Sabtu (29/3/2014).

Ia mensinyalir tampaknya Kejati DKI diintervensi kekuasaan, pasalnya belum adanya aktor utama di belakang kasus ini, menyusul kejanggalan atas pengangkatan Hendra Saputra sebagai Direktur di PT Image Media Jakarta yang notabene adalah office boy di perusahaan yang diduga milik Riefan Avran, putra Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan itu.

"Ya, patut dicurigai masuk angin, mestinya kalau sudah tetapkan tersangka panitia tender dan direktur (office boy), mestinya bersamaan tetapkan tersangka aktornya. Jadi kalau sampe sekarang (aktornya) belum jadi tersangka, sepertinya Kejati terkena intervensi kekuasaan. Sangat disayangkan mestinya hukum berlaku untuk semuanya," ujar Boyamin.

Secara terpisah, pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Budi Darmono mengatakan, bila Kejaksaan lamban  menangani kasus ini, sepatutnya KPK ambil alih, mengingat kerugian negara mencapai Rp 17 miliar.

"Ini kan ada kerugian negara yang menjadi sorotan masyarakat. Seharusnya Kejaksaan profesional dalam penegakkan hukum. Kalau kejaksaan ternyata lamban, maka patut dicurigai ada sesuatu yang terjadi," terang Darmono.

Sebelumnya Jaksa Agung Basrief Arief tampaknya enggan menyerahkan kasus ini ditangani KPK. Ia pun membantah KPK telah melakukan supervisi kepada Kejati DKI.

"Darimana? Anda mengatakan supervisi koordinasi itu dari mana? Tidak ada itu. Itu formal itu semua ditangani oleh (Kejati) DKI. Jangan kita diadu domba," tegas Basrief.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya