Liputan6.com, Jakarta - Suatu hari usai bermain di kawasan bekas pemandian air panas Santa di Kecamatan Citamiang, Sukabumi, Jawa Barat, US pulang sambil mengeluh sakit di bagian anusnya. Mungkin itu terakhir kalinya dia bermain di kolam air panas.
Sakit yang dikeluhkan itu mengantarkan nyawa bocah yang hidup sebatang kara itu pada maut. Di usia belianya, bocah bocah berumur 11 tahun itu harus menghembuskan nyawa terakhirnya pada Februari 2014 lalu, menyusul ayah-ibunda.
Kematian US meninggalkan tanda tanya. Sejak mengeluh sakit usai bermain di kolam itu, suhu badannya terus meninggi hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Advertisement
Namun kesehatannya tak kunjung pulih. US juga kesulitan buang air besar lantaran sakit pada anusnya tak hilang jua. Kini cerita kematiannya dikaitkan dengan cerita si ‘pemangsa’ anak.
US diduga menjadi 1 dari puluhan korban kekerasan seksual pada anak yang dilakukan Andri Sobari alias Emon – si paedofil dari Sukabumi. Kisah US ini dibuka sang bibi yang berinisial Y. 2 Kali Y harus menahan perih. Tak cuma keponakannya, buah hatinya sendiri juga diduga menjadi korban pencabulan Emon.
"Kami akan selidiki kasus ini dan akan mensinkronkan dengan tersangka, apakah bocah yang meninggal dunia tersebut pernah mengalami kekerasan seksual oleh Emon," kata Kapolres Sukabumi Kota AKBP Hari Santoso, Minggu (4/5/2014).
Paedofil Buas Sukabumi
Emon terbilang masih muda, namun kengerian yang ditorehkan terhadap anak-anak di lingkungannya -- yang rata-rata berusia 11-13 tahun itu -- tak terbayangkan. Dari 38, jumlah korbannya terus bertambah menjadi 51, 52, dan kini menjadi 73. Diperkirakan korban akan terus bertambah.
3 Bocah korban pencabulan pria berumur 24 tahun itu bahkan mengalami luka parah di bagian dubur hingga mengalami pendarahan. Seorang korban saat buang air besar keluar darah dan seorang korban lainnya struktur duburnya sudah berubah.
"Setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim dokter rumah sakit, 3 anak-anak yang menjadi korban mengalami luka pada bagian dubur," ujar Kapolres Sukabumi Kota AKBP Hari Santoso kepada Liputan6.com.
"Dari pengakuan ada salah satu korban yang dicabuli hingga 7 kali, namun siapa korbannya masih didalami. Akan tetapi kemungkinan lukanya parah,” imbuh Hari.
Sementara hasil pemeriksaan dokter RSUD R Syamsudin menyebutkan, 13 korban mengalami kerusakan di dubur.
Guna memberikan dukungan moral dan memastikan para korban mendapatkan pendampingan secara psikologis, Wakil Walikota Sukabumi Ahmad Fahmi mendatangi para korban. Pemerintah Kota Sukabumi berjanji akan memberikan bantuan pengobatan dan pendampingan agar para korban tidak mengalami trauma.
Emon ditangkap tanpa perlawanan, Jumat 2 Mei 2014 lalu. Hari mengatakan, pengungkapan kasus paedofilia itu berdasarkan hasil laporan dari orangtua korban. "Lokasi pencabulan di Pemandian Lio Santa. Kita masih dalami kasus ini.”
Modus warga Kampung Lio Santa, Kelurahan Sudajaya Hilir, Kecamatan Baros, Sukabumi itu agar bisa melakukan aksi pencabulan dengan mengiming-imingi sejumlah uang. Hari mengatakan, aksi pelecehan kebanyakan dilakukan di kolam renang Santa Lio, Sukabumi. Emon si paedofil mengincar calon korbannya yang sedang berenang.
Selanjutnya, calon korban didekati dan dibujuk rayu dengan uang senilai Rp 25-50 ribu. Uang itu ditawarkan Emon kepada calon korban jika bersedia menuruti. Perbuatan itu dilakukan sejak Desember 2013 hingga 27 April 2014.
Fantasi si Paedofil
Emon kini resmi menjadi tersangka. Dan kini dia terancam hukuman 20 tahun penjara.
Kapolres Sukabumi Kota, AKBP Hari Santoso menyatakan, Emon akan disangkakan dengan Pasal 82 Undang-undang Perlindungan Anak jo Pasal 293 KUHPidana tetang Pencabulan dan Pasal 64 KUHPidana tentang Perbuatan Berkelanjutan. "Total maksimal hukuman mencapai 20 tahun kurungan penjara," kata Hari kepada Liputan6.com.
Emon kembali membuat kejutan mengerikan. Berdasarkan tes wawancara yang dilakukan Seketaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda diketahui, Emon kerap menulis nama-nama korbannya di buku pribadi.
Tujuannya untuk membayangkan saat tersangka melecehkan korbannya. "Setelah saya tanya ternyata tersangka mengaku kenal dan ingat seluruh nama-nama korbannya, bahkan untuk fantasi seksnya Emon kerap menulis nama-nama korbannya di buku pribadinya."
“Dari keterangan tersangka kami juga mendapatkan fakta bahwa, tersangka adalah kaum heteroseksual yang juga suka dengan kaum wanita seperti biasanya," tandas Erlinda.
Lalu apa kata si paedofil Sukabumi itu mengenai aksi bejatnya tersebut? Kapolres Sukabumi Kota AKBP Hari Santoso mengatakan, dari hasil pemeriksaan kepada Emon, pencabulan didasari kekerasan seksual yang dialami saat Emon duduk di bangku kelas 2 SMP.
Selain itu, Emon takut bila berhubungan badan dengan wanita, maka sang wanita akan hamil. "Pengakuannya saat SMP kelas 2, pernah dicabuli sehingga berdampak pada mentalnya," kata Hari kepada Liputan6.com.
Sementara itu, aksi Emon telah sampai kepada telinga Kapolri Jenderal Polisi Sutarman. Dia berjanji akan memproses hukum Emon semaksimal mungkin.
“Secara tegas Polri sudah melakukan penegakkan hukum. Kasihan. Masa depannya (korban) akan terganggu tentunya. Kasus ini merusak mental korban," ucap Sutarman.
Kisah si 'pemangsa anak' ini kini tak cuma isapan jempol belaka. Emon-emon lain bisa saja beredar entah di mana, mungkin tengah memburu mangsanya. (Rmn)