Ahok Imbau Penerima KJP Beli Buku di Jakarta Book Fair Agar Murah

Sebagai bukti pembelian di pameran buku, penerima KJP wajib menunjukkan buku yang mereka beli disertai kwitansi, serta menulis resume buku.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 02 Jun 2014, 17:49 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2014, 17:49 WIB
Ubah Sistem SMANU MHT, Ahok: Nggak Mau Lagi Masuk NEM Tinggi
Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama

Liputan6.com, Jakarta Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengimbau, pembelian buku dan peralatan sekolah bagi penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) harus dilakukan di Jakarta Book Fair atau Pameran Buku Jakarta.

"Pameran tahunan bulan Juni. Biar mereka dapat diskon," ujar Basuki yang lebih akrab disapa Ahok itu di Balai Kota Jakarta, Senin (2/6/2014).

Sebagai bukti pembelian di pameran buku, kata Ahok, penerima KJP wajib menunjukkan buku yang mereka beli disertai kwitansi. Mereka juga harus menulis resume isi buku tersebut, sebagai tugas liburan sekolah.

Sehingga, kata Ahok, para penerima KJP benar-benar orang yang membeli buku di pameran atau tidak diwakilkan. "Resume dari buku tersebut, jadi orang terima KJP, pas liburan harus baca buku. Kwitansi orang bisa nipu," ujar Ahok.

Ahok menjelaskan, kebijakan itu dipilih karena banyaknya penyelewengan dana bantuan melalui KJP. Tak sedikit pula yang meminta 2 KJP dengan menunjukkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan memodifikasi nama sang anak.

Sementara pihak sekolah, lanjut Ahok, tak menjalankan fungsi pengawasan dan kontrol dengan baik. Maka itu, Pemprov DKI hingga kini sudah menemukan sekitar 27.000 KJP yang digunakan tak melalui prosesur semestinya.

"Mau nggak mau kita tahan. Ada peraturan yang salah kan? Masa udah terima tahun ini, mesti ulang lagi SKTM-nya untuk dapetin KJP yang baru. Nah, itu yang kita perbaiki. Masalahnya Dinas pendidikan terlalu kacau. Bayangin tim saya nyisir sampai Rp 2 triliun lebih tidak dipakai," jelas Ahok.

Sebelumnya, Ahok juga menyatakan akan mengubah mekanisme penjaringan kepada penerima KJP 2015. Jika sebelumnya syarat seorang siswa mendapatkan KJP harus menyertakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), ke depan akan dilakukan sebaliknya.

Menurut Ahok, untuk menentukan penerima KJP yang layak pihak sekolah akan melakukan survei lebih dulu.

"Dulu KJP kan harus buat SKTM. Nah, kita nggak mau pakai SKTM dulu. Ini harus diputuskan dulu oleh komite, orangtua, guru kelas, dan kepala sekolah, baru diputuskan siapa yang layak mendapatkan KJP. Kalau layak, baru minta SKTM," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Senin (2/6/2014).

Penerapan sistem ini setelah muncul kasus dugaan penyalahgunaan KJP. Data survei Indonesia Corruption Watch (ICW) dari 3 Februari 2014 hingga 17 Maret 2014 menyebutkan, dari 65 sekolah di DKI Jakarta, tingkat ketepatan penerima KJP meleset 19,4% dari total 405.000 penerima KJP pada 2013 dengan anggaran Rp 804 miliar.

Bahkan, ada beberapa sekolah yang memungut pungli bagi penerima KJP. Salah satunya, ada dugaan oknum melakukan aksi pungli Rp 50.000 kepada orangtua murid penerima program tersebut.

"Responden kami dari 65 sekolah yang tersebar di Pemprov DKI, kecuali Kepulauan Seribu. Jadi 65 sekolah sampel, di dalamnya ada yang pernah melakukan pungutan ada juga yang tidak," kata peneliti ICW Divisi Monitoring Pelayanan Publik Siti Juliantari, Jakarta, Rabu 2 April lalu.

Sementara Pemprov DKI Jakarta akan membawa kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Pak Wagub DKI sudah menyampaikan bahwa KPK akan dilibatkan dalam hal ini (KJP)," ujar Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri di Balai Kota, Kamis 10 April lalu. (Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya