Liputan6.com, Pekanbaru - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru karena keberatan terhadap vonis Pengadilan Tinggi Riau yang meringankan hukuman Mantan Gubernur Riau HM Rusli Zainal. KPK juga langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) melalui pengadilan negeri.
Jaksa KPK Ali Fikri menyatakan tidak terima putusan Pengadilan Tinggi Riau tersebut. Hukuman Rusli yang awalnya 14 tahun diringankan menjadi 10 tahun penjara.
"Kami mengajukan permohonan kasasi melalui Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru," kata Ali di Pekanbaru, Kamis (7/8/2014).
Panitera Muda Tipikor PN Pekanbaru Hasan Basri membenarkan kedatangan jaksa KPK terkait Rusli Zainal, secara tertulis. "Ya, jaksa KPK menyatakan permohonan secara tertulis ke MA melalui Pengadilan Tipikor pada PN. Dalam waktu 14 hari ke depan, KPK sudah harus menyerahkan memori kasasinya ke pengadilan negeri," ujar Hasan.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Riau yang diketuai Parlindungan Napitupulu didampingi 2 hakim anggota, Nelson Samosir dan KA Syukri SH, mengurangi hukuman Rusli dari 14 menjadi 10 tahun. Rusli juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar, subsider 6 bulan bui.
Putusan itu diterima PN Pekanbaru dengan Nomor 11/Tipikor/2014/PTR. Dalam amar vonisnya, Rusli Zainal terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1, Pasal 12 jo Pasal 18 jo Pasal 55 dan Pasal 56 ayat 1 UU RI nomor 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dalam vonis PN Pekanbaru, Rusli terbukti melanggar 3 dakwaan KPK. Dalam kasus kehutanan, Rusli dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang Undang nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 56 ayat 1 KUHP.
"Dalam dakwaan pertama, terdakwa dinilai melanggar hukum karena mengesahkan BKT-UPHHKHT. Pengesahan itu menyebabkan penerbangan hutan alam dan merugikan negara Rp 265 miliar," ucap Bachtiar selaku pemimpin sidang saat itu.
Dalam kasus suap PON, Rusli Zainal dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang Undang nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Terdakwa juga terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a Undang Undang nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," sambung Bachtiar.
Bachtiar menyebut Rusli terbukti memerintah pemberian suap ke anggota pansus Lapangan Menembak PON Riau senilai Rp 900 juta. Ia juga dinilai memerintahkan suap Rp 9 miliar ke anggota DPR Kahar Muzakkir dan Setya Novanto.
Perintah penyuapan itu dipercayakan Rusli ke mantan Kadispora Riau Lukman Abbas. "Terakhir, terdakwa terbukti menerima uang Rp 500 juta dari PT Adhi Karya, sebagai pemulus penambahan anggaran PON dari pusat senilai Rp 290 miliar," jelas Bachtiar. (Mvi)