Merah Darah si Gerhana Bulan Total

Dengan teleskop di tangan, Karaniya terpaku bersama ratusan lainnya. Asyik memandangi keindahan gerhana bulan total di langit.

oleh Elin Yunita KristantiTanti YulianingsihNadya IsnaeniFajar AbroriAceng MukaramYanuar H diperbarui 10 Okt 2014, 00:25 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2014, 00:25 WIB
Bulan Menjadi Merah Darah Saat Gerhana
Seorang petugas menerangkan gambaran proses gerhana bulan total di Planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta, (8/10/14).(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Malam itu, Karaniya keluar dari kamarnya dengan penuh antusias. Semburat bulat cahaya merah di kegelapan langitlah yang mengantarkan gadis berkerudung itu hingga berada di ketinggian gedung 6 lantai.

Dengan teleskop di tangan, Karaniya terpaku bersama ratusan lainnya. Asyik memandangi keindahan gerhana bulan total yang tengah berlangsung di langit. Hingga tak disadari azan isya pun berkumandang.

"Bulan ini sangat berbeda dengan bulan purnama sebelumnya," kata Karaniya di observatorium Pondok Pesantren Modern Assalam Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Rabu 8 Oktober 2014.

Takbir dan doa pun bergema, Karaniya lantas berlari ke Masjid Assalam untuk menunaikan salat isya. Selesai salat isya, ribuan santri putra dan putri pun melaksanakan 2 rakaat salat gerhana atau khusuful qamar.

 

 

Merah Darah

Gerhana bulan total yang terjadi pada 8 Oktober 2014 membuat penampakan satelit bumi tersebut semerah darah alias blood moon.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin menjelaskan, warna 'darah' terjadi karena karena Bulan tertutup oleh bayangan Bumi.

Namun cahaya matahari terbiaskan hingga menimbulkan kesan kemerah-merahan. Kesan merah darah ini akibat pantulan atmosfer bumi yang umumnya disebabkan dari kumpulan debu di Bumi.

Penjelasan Thomas ini pun diangguki oleh astronom sekaligus narator Planetarium dan Observatorium Jakarta Cecep Nurwendaya. Cecep menuturkan, merah tidaknya warna gerhana bulan tergantung kepada tingkat polusi udara suatu kota.

"Warna merah pada bulan yang sedang mengalami proses gerhana bisa menjadi indikator kualitas udara di suatu kota. Semakin kotor polusi di tempat kita, maka semakin indah warna gerhana, " ujar Cecep.

Warna gerhana bulan, sambung dia, akan semakin merah jika tingkat polusi suatu kota itu tinggi. "Jadi jangan bangga (jika melihat gerhana bulan merah), seharusnya kita sedih."

Dia menambahkan, warna merah ditimbulkan karena polusi udara yang terdiri dari gas dan debu yang mempunyai sifat dan ciri khas memerahkan cahaya (reddening).

"Peristiwa tersebut serupa dengan ketika terbenamnya matahari dan ketika terjadi letusan gunung berapi, abu dari gunung berapi itu menutup langit dan akan 'memerahkan' matahari," jelas Cecep.

 

 

Thomas Djamaluddin pun melanjutkan penjelasan soal gerhana bulan total ini. Dia mengatakan, proses gerhana bulan malam itu mulai terjadi pada pukul 16.15 WIB. Namun gerhana bulan total baru terjadi pukul 17.25-18.24 WIB. Dan secara keseluruhan gerhana berakhir pada 19.34 WIB.

Namun untuk wilayah Indonesia barat, seperti Jakarta, tak bisa melihat awal mula terjadinya gerhana lantaran Bulan ketika itu belum terbit. Wilayah Indonesia barat baru bisa menyaksikan gerhana ini ketika gerhana bulan total sudah terjadi.

Sementara untuk wilayah timur Indonesia dapat menyaksikan keseluruhan proses gerhana bulan total ini.

Gerhana bulan total kali ini adalah bagian dari rangkaian 4 gerhana bulan total yang terjadi berurutan (gerhana bulan tetrad). Yakni dalam periode 2 tahun, mulai 15 April 2014 hingga 28 September 2015. Dua gerhana terjadi pada 2014 dan dua lainnya pada 2015. Gerhana bulan tetrad tergolong langka karena dalam seribu tahun di millenium tiga hanya terjadi 32 kali.

Tertutup Awan

Gerhana bulan total ini sebenarnya bukan fenomena yang sulit diamati. Kita tinggal menghadap ke langit arah timur untuk bisa menyaksikan fenomena ini.

Namun peneliti matahari dan antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Manuel Sungging Mumpuni mengatakan, ada beberapa syarat agar peristiwa ini bisa disaksikan. Salah satunya kondisi langit harus baik.

"Asalkan kondisi langit baik, nggak banyak awan yang menutupi bulan, dan nggak banyak bangunan yang menghalangi arah timur, " kata Manuel Sungging Mumpuni kepada Liputan6.com.

Dan syarat-syarat ini tak terpenuhi di Ibukota. Langit malam itu tengah berawan.

Pantauan Liputan6.com, sekitar pukul 19.30 WIB dari ketinggian gedung lantai 22 di kawasan Jakarta Selatan, tak terlihat penampakan si 'bulan merah'.

Narator Planetarium dan Observatorium Jakarta, Cecep Nurwendaya membenarkan hal ini. Dia mengatakan, awan rendah atau stratocumuluslah yang menutupi gerhana bulan total.

Meski begitu, DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tetap menggelar salat gerhana. Politisi PKB Imam Nahrawi mengatakan, umat Islam sangat dianjurkan untuk bersujud dan bertasbih di kala gerhana bulan terjadi. Hal tersebut bisa mengingatkan umat manusia jika tidak ada yang maha besar melainkan Allah.

"Disunahkan salat untuk bersujud dan bertasbih atas keagungan dan kekuasaan Allah SWT. Agar manusia ingat bahwa Allah SWT maha segalanya, " kata Imam kepada Liputan6.com.

"Itulah tanda alam yang kadang dilupakan oleh manusia, padahal itu tanda kekuasaan Allah SWT yang sering kita melupakan-Nya," tutur dia.

 

 

Sementara kota lain lebih beruntung dari Jakarta. Gerhana bulan total terlihat dari langit Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Alif, warga setempat mengatakan, sebagian warga di wilayahnya mengikuti salat sunah di masjid.

"Di masjid ramai orang salat gerhana bulan. Ada takbir dan berdoa bergema, " ucap dia.

Di Yogyakarta, 4 teleskop disediakan bagi warga yang ingin melihat fenomena ini. Disediakan pula miniposter gerhana bulan total sebagai salah satu merchandise untuk pengunjung.

"Kita undang masyarakat ke Alun-Alun Utara untuk melihat peristiwa alam baik secara langsung ataupun dengan alat," ujar im Inti Forum Astronom Amatir Indonesia Ghifari Yusuf.

Tak cuma Indonesia, gerhana bulan total juga bisa diamati dari Amerika, Samudra Pasifik, Australia, dan Asia, kecuali Asia Barat.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya