Liputan6.com, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan besaran atau hukuman yang harus dibayar pemilik atau awak pesawat terbang asing pelanggar kedaulatan udara nasional yang dipaksa turun pesawat tempur TNI AU tak sebanding dengan biaya operasional TNI.
Moeldoko menyontohkan Gulfstream IV yang teregistrasi di Arab Saudi, yang dipaksa turun Thunder flight Sukhoi Su-30MKI Flanker dari Skuadron Udara 11 TNI AU, pada Senin lalu. Gulfstream IV itu dipaksa mendarat di Pangkalan Udara TNI AU Eltari, NTT.
"Setidaknya butuh dana sebesar Rp 400 juta untuk satu pesawat Sukhoi agar bisa terbang selama satu jam. Kemudian setelah berhasil dipaksa mendarat, pesawat-pesawat asing tersebut hanya diharuskan membayar denda sebesar Rp 60 juta," kata Moeldoko di sela Indo Defence Expo 2014, Jakarta, Kamis (6/11/2014).
Ia menilai sanksi yang diberikan tak memberikan efek jera. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar pemerintah untuk segera melakukan perubahan UU Nomor 1/2009 tentang Penerbangan. Bahkan dia berharap TNI bisa diberi kewenangan dalam hal penindakan.
"Undang-undangnya harus diperbaiki. Kalau untuk penegakan. Biar diserahkan ke TNI. Kami akan tindak tegas itu," kata Moeldoko.
Tidak hanya itu, Moeldoko juga menyarankan, setiap pelaku pelanggar wilayah udara Indonesia harus bisa dihukum lebih berat. "Ya dimasukkan penjara. Itu harus," tutur Moeldoko.
Oleh karena itu, dia siap bertemu dan menyampaikan usulannya terkait perubahan undang-undang itu ke Komisi I DPR.
Sementara itu, TNI AU ingin punya kewenangan menyidik karena saat ini TNI AU hanya berwenang menyergap alias mengintersepsi pesawat terbang asing yang masuk tanpa izin.
Sejauh ini, penjagaan pesawat terbang dan awak pelanggar kedaulatan udara nasional itu dilakukan jajaran Polisi Militer TNI AU didukung dinas intelijen dan pengamanan TNI AU setempat.
"TNI AU kalau bisa dijadikan sebagai penyidik. Karena yang mengerti apa yang dikeluarkan negara dalam menggerakkan pesawat tempur adalah TNI AU. Jadi, nanti akan teramukulasi secara hukum yang benar," kata Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI IB Putu Dunia, secara terpisah.
Berdasarkan UU Nomor 34/2004 tentang TNI, TNI AU berwenang menyidik terkait pertahanan udara. Yang kurang dipahami publik adalah, kewenangan menyergap pesawat terbang asing pelanggar kedaulatan wilayah udara nasional ada di tangan Komando Pertahanan Udara Nasional Markas Besar TNI.
Adapun unsur kekuatan yang dikerahkan selama ini menggunakan pesawat-pesawat tempur di jajaran TNI AU, yaitu Komando Operasi Udara I dan II. Adalah panglima TNI yang memiliki otoritas memerintahkan pengerahan kekuatan-kekuatan TNI AU itu, yang diturunkan kepada panglima Komando Pertahanan Udara Nasional TNI AU.
Adapun kewenangan penyidikan terhadap awak pesawat terbang pelanggar kedaulatan wilayah udara nasional itu ada di Kementerian Perhubungan.
Panglima TNI: Pelanggar Wilayah Udara RI Harusnya Dipenjara
Jenderal Moeldoko menilai sanksi denda sebesar Rp 60 juta tak memberikan efek jera.
diperbarui 06 Nov 2014, 21:37 WIBDiterbitkan 06 Nov 2014, 21:37 WIB
Panglima TNI Jenderal Moeldoko memimpin langsung apel siaga menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, di Parkir Timur Senayan, Jakarta, (16/10/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Tampil Cemerlang di Manchester United, Pemain Ini Malah Dikritik Ruben Amorim Gaya Mainnya
Cara Mudah agar Aktivitas Sehari-hari Bernilai Amal Saleh, Berbuah Rahmat Allah Kata UAH
Antisipasi Banjir Lahar Dingin Gunung Lewotobi, Basarnas Buat Jalur Evakuasi
Cara Mengatasi Bau Mulut: Panduan Lengkap untuk Napas Segar
Mengenal Trem di Masa Batavia, Moda Transportasi Warga Ibu Kota Tempo Dulu
Astronom Berhasil Potret Bintang di Luar Galaksi untuk Pertama Kalinya
1 Amalan yang Paling Mendekatkan Perempuan ke Surga, Kata Ustadz Adi Hidayat
Momen Prabowo Subianto Beri Anugerah Guru Hebat Indonesia 2024 pada Mbah Guru Matematika dan Pendiri Gubuk Baca
Pilkada Lampung 2024, Ini Kata Pengamat Hukum
Ketika KH Saifuddin Zuhri Ketahuan Menggunjing Mbah Mangli, Karomah Wali
Terganjal Persyaratan D4 dan S1, Nasib 249 Ribu Guru Non-ASN di Indonesia Terancam Tak Dapat Tunjangan Sertifikasi
Prabowo Subianto: Kita Harus Jaga Uang Rakyat