Perludem: Parpol yang Tolak Perppu Pilkada Tak Layak Dipilih Lagi

Jaringan Dukung Pilkada Langsung menilai parpol yang menolak Perppu Pilkada tidak berpihak pada kepentingan rakyat.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 10 Des 2014, 01:47 WIB
Diterbitkan 10 Des 2014, 01:47 WIB
Ruang sidang utama Gedung DPR
Ruang sidang utama Gedung DPR. (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak yang tergabung dalam Jaringan Dukung Pilkada Langsung menilai partai politik yang menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang pilkada langsung, tidak berpihak pada kepentingan rakyat sehingga tak pantas untuk dipilih kembali.

Pernyataan sikap itu menyusul adanya rekomendasi penolakan Perppu Pilkada tersebut dalam Munas IX Partai Golkar di Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie.

"Menuntut seluruh partai politik di DPR untuk menerima Perppu 1/2014 dan partai politik yang tidak mendukung Perppu Pilkada Langsung tidak layak dipilih pada pemilu berikutnya karena telah mengkhianati kedaulatan rakyat," tegas Deputi Direktur Perludem, Veri Junaidi, dalam diskusi di Gedung KPU, Selasa (9/12/2014).

Selain itu, Jaringan Dukung Pilkada Langsung juga menyatakan sikap menuntut Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menepati janji kampanyenya mendukung pilkada langsung dengan mengambil langkah nyata.

Veri mengatakan pihaknga memang mengakui masih adanya kekurangan dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014. Karena itu, demi untuk memastikan Perppu tersebut diterima oleh parlemen, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi perlu menyempurnakan pengaturan pilkada langsung dalam peraturan tersebut.

Veri menjelaskan, alasan utama apabila pihaknya mendorong agar Perppu tersebut diterima oleh DPR adalah akan ada potensi terjadinya kekosongan hukum dalam menyelenggarakan pilkada. Dikhawatirkan pula hal itu dapat mengakibatkan tertundanya pemilihan kepala daerah.

Sebab, Perppu 1/2014 hanya berlaku sementara, sampai masa sidang DPR pada Januari 2015. Jika Perppu diterima, maka langsung ditetapkan menjadi undang-undang dan bisa langsung dijalankan. Namun jika DPR berpendapat lain, yakni menolak Perppu maka aturan ini tidak lagi berlaku.

"Pertanyaannya, aturan mana yang dapat digunakan untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah? Apakah dengan ditolaknya Perppu 1/2014 oleh DPR berarti kembali pada UU 22 Tahun 2014 atau justru terjadi kekosongan hukum?" tanya Veri.

Ketika Perppu 1/2014 ditolak oleh DPR tentu dengan sendirinya Perppu menjadi tidak berlaku. Akibat hukumnya adalah terjadinya kekosongan hukum terkait dengan pengaturan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.

"Oleh karenanya, jika Perppu ditolak, pemerintah dan DPR segera menyepakati regulasi baru yang akan menjadi dasar pelaksanan pemilihan kepala daerah," jelas Veri. (Ado)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya