Denny Indrayana: Bambang Widjojanto Lebih Ksatria

Denny Indrayana dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat atas dugaan pencemaran nama baik terhadap Komjen Budi Gunawan (BG).

oleh Raden Trimutia Hatta diperbarui 05 Feb 2015, 10:09 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2015, 10:09 WIB
denny-indrayana-tolak-tawaran-sby-130402

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyebut calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan (BG) menggunakan 'jurus pendekar mabuk' dalam menghadapi kasus dugaan korupsinya. Atas pernyataan itu, Denny pun dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat atas dugaan pencemaran nama baik.

Denny menilai laporan tersebut sebagai konsekuensi perjuangannya karena membela KPK yang diserang balik setelah menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi kepemilikan rekening gendut.‎ Padahal, ia merasa tidak hanya KPK, tapi juga membela Polri dari digunakan dan ditarik-tarik ke dalam perkara pribadi sangkaan korupsi Budi Gunawan tersebut.

"Dengan pelaporan polisi ini saya merasa terhormat karena disejajarkan dengan para pimpinan KPK yang juga satu demi satu telah dilaporkan polisi, lagi-lagi karena menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka atas kepemilikan rekening gendut," kata Denny dalam keterangan tertulisnya yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Kamis (5/2/2015).

Ia menjelaskan, komentar bahwa tersangka korupsi Budi Gunawan menggunakan 'jurus pendekar mabuk' adalah pendapat dengan menggunakan kiasan dan analogi. "Bagi saya yang normal dan 'tidak mabuk' ada‎lah sikap ksatria Bambang Widjojanto yang bersedia hadir memenuhi panggilan penyidik Polri, bukan sebaliknya sikap menghindar Budi Gunawan yang tidak memenuhi panggilan KPK," terang Denny.

"Bagi saya yang normal dan 'tidak mabuk' adalah sikap ksatria Bambang Widjojanto yang mengajukan pengunduran diri setelah ditetapkan Polri tersangka, dan bukan sikap malah maju terus Budi Gunawan setelah ditetapkan tersangka korupsi oleh KPK. Bagi saya yang normal dan 'tidak mabuk' adalah sikap ksatria Bambang Widjojanto yang tidak mengajukan gugatan praperadilan penetapan tersangkanya, padahal dia berhak melakukannya karena telah ditangkap dengan sewenang-wenang; dan bukan pengajuan praperadilan atas penetapan tersangka korupsi Budi Gunawan yang nyata-nyata tidak berdasar secara KUHAP," papar dia.

Pilihan-pilihan sikap tidak normal oleh Budi Gunawan itulah, lanjut Denny, yang dianalogikannya sebagai 'jurus pendekar mabuk'. Sebab, Budi Gunawan dianggapnya telah memberikan contoh buruk dan bisa merusak tatanan hukum acara pidana.

"Sikap yang tidak dapat dijadikan contoh demikian sayangnya dilakukan oleh calon Kapolri, yang harusnya menjadi tauladan, dan karenanya saya merasa berkewajiban menyampaikan penolakan dengan pernyataan yang jelas dan tegas."

"Jika sikap jelas dan tegas saya dengan menggunakan analogi 'jurus pendekar mabuk' itu malah dikriminalisasi, tentu ini sangat disayangkan. Ini adalah pemasungan atas kebebasan berpendapat. Pembungkaman dengan cara-cara otoriter seperti ini tentu tidak dapat ditoleransi, dan harus dilawan," pungkas Denny.

Sebelumnya, Pembela Kesatuan Tanah Air (Pekat) melaporkan Denny ke polisi. Ketua DPP Pekat Jimmy I Rimba mengatakan, pihaknya telah melayangkan laporan ke Polres Jakarta Barat pada Rabu 4 Februari 2015 sekitar pukul 19.40 WIB malam.

Menurut Jimmy, pernyataan Denny tak hanya menimbulkan polemik melainkan juga merupakan bentuk penghinaan terhadap calon Kapolri yang telah dipilih Presiden dan telah dinyatakan lulus fit and proper test.

"Jurus mabuk diartikan tidak sadar itu satu hal yang tidak rasional karena seorang Komjen Budi Gunawan dicalonkan presiden dan sudah mengikuti tahap fit and proper test. Jadi yang mencalonkan dia disebut apa?" ucap Jimmy.

Selain itu, Jimmy juga mengatakan pihaknya telah membawa beberapa bukti terkait pelaporan terhadap Denny Indrayana. (Mut/Yus)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya