'Teror' di Tengah Kisruh KPK-Polri

Dugaan teror ke KPK bisa berdampak buruk. Jika tak segera diselesaikan, peristiwa-peristiwa besar seperti kerusuhan Mei 1998 bisa terulang.

oleh Sugeng TrionoHans BahananPutu Merta Surya Putra diperbarui 12 Feb 2015, 00:14 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2015, 00:14 WIB
Teror di Tengah Kisruh KPK-Polri
Teror ke KPK bisa berdampak buruk. Jika tak segera diselesaikan, peristiwa-peristiwa besar seperti kerusuhan Mei 1998 bisa terulang.

Liputan6.com, Jakarta - Dinamika politik semakin memanas setelah Bareskrim Polri menetapkan tersangka kepada Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto pada pada Jumat 23 Januari 2015 lalu.

Bambang Widjojanto ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan mengerahkan saksi agar berbohong dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), terkait kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah pada 2010.   

Kisruh antara KPK-Polri ditengarai akibat penetapan tersangka calon tunggal Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan oleh lembaga anti-rasuah itu, terkait kasus dugaan gratifikasi dan rekening tidak wajar.

Dalam sepekan saja, beberapa pimpinan KPK dibidik sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri, menyusul penetapan tersangka Bambang. Dari mulai Abraham Samad, Adnan Pandu Praja hingga Zulkarnaen.

Tidak terima, Budi Gunawan pun menggugat KPK melalui sidang praperadilan. Kini baru sepekan sidang praperadilan berlangsung, muncul dugaan teror kepada KPK. Teror berupa ancaman pembunuhan kepada pegawai Biro Hukum KPK itu diungkapkan pertama kali oleh Bambang Widjojanto.

Meski belum bersedia menjelaskan secara detail teror yang dilakukan pihak tertentu tersebut, Bambang mengaku pihaknya saat ini tengah meneliti secara serius adanya kabar itu.

"KPK sekarang sedang menangani kasus ini, kami belum bisa sampaikan ke publik tapi mudah-mudahan dalam waktu sesingkat-singkatnya kita bisa jelaskan ke publik. Semua kasus seperti ini harus ditangani dengan hati-hati," ujar Bambang Widjojanto di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta, Rabu 11 Februari.

Kendati begitu, Bambang tidak mau menuduh pihak-pihak tertentu sebagai dugaan pelaku teror ini. "Kami tidak mau menuduh siapa-siapa, tapi fakta-fakta terrorizing itu memang sedang kita teliti lebih lanjut dan ini harus ditangani secara baik, hati-hati, supaya kasusnya bisa selesai," lanjut dia.

Terlepas itu hanya sebagai ancaman biasa, KPK tetap membentuk tim untuk menyelidiki kasus ini. KPK juga sudah melakukan komunikasi dengan sejumlah lembaga terkait dugaan teror ini.

"Kami tidak mau terburu-buru membuat pernyataan kepada media dan beri kesempatan kepada KPK tim sudah dibentuk. Kita sudah berkomunikasi awal dengan lembaga-lembaga penting yang menangani hal-hal ini dan pada saatnya akan diberitahu pada publik," kata Bambang.

Namun yang terpenting, lanjut Bambang, semua pegawai KPK saat ini sudah sangat siap dengan risiko apa pun yang terjadi dalam menjalankan tugasnya dalam memberantas korupsi.

Giliran Sang Jubir

Setelah 4 pimpinan KPK, kini giliran Deputi Pencegahan KPK Johan Budi dan mantan Pimpinan KPK Chandra Marta Hamzah yang dilaporkan ke Bareskrim Polri.

Juru bicara KPK dan Chandra Hamzah dilaporkan Andar M Situmorang dari LSM Goverment Against Corruption and Discrimination (GACD). Dia melaporkan kedua orang tersebut karena diduga pernah bertemu mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin beberapa tahun lalu.

"Saya datang ke sini sebagai warga negara dan direktur LSM. Yang dilaporkan adalah pejabat atau pimpinan KPK dulu Chandra Marta Hamzah dan Johan Budi. Mereka ini pengakuannya di media telah 5 kali bertemu Nazaruddin. Menurut UU KPK itu dipidana tidak bisa diselesaikan dengan etik," ujar Andar di Bareskrim Polri, Selasa 10 Februari.

Dalam laporan TBL/96/II/2015/Bareskrim, Johan Budi dan Chandra Hamzah dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan atau melakukan hubungan langsung atau tidak langsung terhadap orang yang sedang berperkara di KPK.

Andar mengklaim pernah melaporkan kasus yang sama ke KPK, namun tidak mendapat respons. Maka itu, ia melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri.

"Dulu saya pernah lapor ke KPK pada 8 Agustus 2011. Tapi hal ini dipetieskan oleh AS (Abraham Samad). Sekarang saya laporkan lagi ke Bareskrim," ujar Andar.

Dia mengaku laporan ini bukan upaya mengkriminalisasikan KPK. Namun dia menilai bahwa lembaga antirasuah itu tidak sebaik yang masyarakat kira. "Biar rakyat Indonesia tahu kalau KPK tidak profesional, itulah keadaannya, ya mari kita perbaiki," kata dia.

Andar juga mengaku membawa bukti laporan berupa kliping pemberitaan beberapa media soal pertemuan Johan dan Chandra dengan Nazaruddin untuk melengkapi berkas pelaporan.

Pertemuan itu, menurut Andar, dilakukan sebanyak 5 kali pada rentang waktu antara 2008-2010. Pertemuan itu disebutkan beberapa kali dilakukan di rumah Nazarudin, di kantor KPK, juga di sebuah restoran.

Dalam pertemuan itu, mereka diduga membicarakan soal kasus yang ditangani KPK seperti perkara korupsi baju hansip, dan korupsi buku dana pendidikan.

"Chandra mengakui sudah 4 kali ketemu Nazar. Johan Budi ikut makan-makan sama Nazar. Dalam pertemuan keempat, Nazar menyerahkan uang US 4.800 Dollar ke Chandra, tapi dibantah Chandra," pungkas Andar.

Sebelum Johan Budi, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Bareskrim Polri atas kasus dugaan melakukan perampasan saham dan aset sebuah perusahaan pemotongan kayu di Kalimantan Timur.

Ketua KPK Abraham Samad juga dilaporkan terkait dugaan pemalsuan dokumen yang dilaporkan oleh seorang perempuan atas nama Feriyani Lim. Pria asal Makassar itu dituding memalsukan KTP Feriyani Lim. Peristiwa itu terjadi pada 2007, jauh sebelum dirinya menjadi Ketua KPK.

Terakhir, Wakil Ketua KPK Zulkarnain dilaporkan karena dugaan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur pada 2008.

Dari 5 pimpinan KPK, saat ini tinggal 4 yang masih aktif, yaitu Ketua KPK Abraham Samad beserta 3 Wakil Ketua KPK, yakni Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain.

Satu jabatan Wakil Ketua KPK, yang sebelumnya dijabat Busyro Muqoddas, sampai kini masih lowong karena DPR masih membahas 2 calon yang telah diajukan oleh Panitia Seleksi Pimpinan KPK.

Kegalauan Pegawai

Tim 9 yang ditugaskan untuk menangani perselisihan antara KPK dan Polri pun lekas merespon dugaan ancaman para pegawai KPK. Mereka berniat melaporkan dugaan ancaman tersebut ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Iya (laporkan ke Presiden Jokowi) dengan ancaman ini. Saya rasa semua pihak harus mawas diri dan kita harapkan nanti Presiden akan mengambil langkah-langkah yang berarti," ujar anggota Tim 9 Jimly Asshiddiqie di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 11 Februari.

Jimly ditemani anggota Tim 9 lainnya seperti Bambang Widodo Umar, Hikmahanto Juwana, Imam Prasodjo, dan Tumpak Hatorangan Panggabean hari ini juga mendatangi Gedung KPK.

Dalam kunjungan itu, Tim 9 mendengarkan keluh-kesah sejumlah pegawai KPK yang merasa terintimidasi dalam melaksanakan tugasnya. Umumnya pegawai lembaga yang dipimpin Abraham Samad itu merasakan kegalauan.

"Nah, antara lain informasi yang kami peroleh tadi, rupanya ada perasaan dari staf KPK tidak nyaman dengan keadaan situasi sekarang in. Termasuk juga ada yang merasa diteror, diancam, diintimidasi, sehingga kegalauan staf ini menjadi concern (perhatian). Nah, sebagian staf tadi curhat juga," terang Jimly.

Ancaman yang diterima para pegawai KPK itu dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pesan singkat, telepon, dan dibuntuti orang tidak dikenal. "Ya, macam-macam. Ada SMS, telepon. Ya, ada itu (dibuntuti)," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Setelah mendatangi KPK, Tim 9 pun mendatangi Komisi Yudisial (KY). Kedatangan Tim 9 ke KY tak lain untuk meminta agar mengawasi hakim yang menangani sidang gugatan praperadilan Budi Gunawan. Karena tidak menutup kemungkinan hakim juga mendapat teror yang sama.

"Kita khawatir, meski tadi diyakini KY hakimnya punya track record baik, tapi jangan sampai hakim mendapat tekanan dan intimidasi. Mudah-mudahan hakimnya bisa diawasi optimal dan dijaga KY," kata Jimly.

KY sendiri berniat melakukan upaya pengawasan dan pengamanan terhadap hakim dan keluarganya, khususnya para hakim yang menangani gugatan praperadilan Budi Gunawan.

"Khawatir teror tidak hanya pada hakim tapi keluarganya, kami dapat masukan banyak dari Tim 9, itu yang membuat kami dengan seluruh masyarakat KY melakukan pengamanan," ujar Komisioner KY Imam Anshori Saleh di kantornya, Jakarta, Rabu 11 Februari.

Dampak Teror

Anggota Tim 9 Imam Pradsojo menilai, teror yang ditujukan kepada KPK bisa berdampak buruk. Dampaknya bukan hanya pada praperadilannya saja, tetapi bisa juga memengaruhi kondisi masyarakat.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) ini melihat, teror tersebut juga dapat memantik kemarahan publik. Jika itu tidak segera diselesaikan, peristiwa-peristiwa besar seperti kerusuhan Mei 1998 bisa terulang.

"Jangan sampai teror ini memicu public anger (kemarahan publik). Itu tidak bisa diperkirakan. Sehingga sangat perlu diperhatikan dampaknya. Ini bisa seperti kejadian yang lalu (kerusuhan 1998)," ujar Imam pada kesempatan yang sama.

Maka itu, Imam meminta KY agar bisa mengawasi proses sidang praperadilan supaya berjalan seadil-adilnya. Dia pun berharap agar Majelis Hakim bisa keluar dari tekanan.

Terkait siapa pelaku teror yang dimaksud, Imam enggan berspekulasi terlalu jauh. Imam hanya meminta proses praperadilan tersebut bisa berjalan dengan damai. Presiden Jokowi pun sudah meminta agar tidak terjadi saling kriminalisasi pada kedua institusi tersebut.

"Saya tidak mau komentar soal itu," ujar Imam.

Sementara kabar dugaan teror ini mendapat respons biasa saja dari tim kuasa hukum KPK. Bahkan, salah satu kuasa hukum KPK Chatarina Muliana Girsang enggan mengomentari dugaan ancaman pembunuhan pegawai lembaga penegak hukum itu.
 
"Biar pimpinan (KPK) saja yang menjawab. Kalau ke saya tidak ada (teror)," kata Chatarina di sela-sela sidang gugatan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 11 Februari.

Terkait beredarnya surat kaleng yang berisi hasil persidangan praperadilan, Chatarina juga enggan berkomentar banyak. "Saya tidak berani menilai surat kaleng, karena saya belum melihat juga isinya," ucap Chatarina.

Chatarina hanya berharap persidangan praperadilan yang telah berlangsung sejak Senin 2 Februari 2015 lalu itu dapat berjalan lebih objektif dan transparan. "Saya berharap semua objektif," tandas Chatarina. (Rmn/Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya