Liputan6.com, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Moeldoko melayangkan protes terhadap Panglima Militer Malaysia menyusul banyaknya bandar narkoba dari Malaysia yang masuk ke Kalimantan lewat perbatasan Malaysia-Indonesia. Padahal penjagaan sangat ketat, namun mengapa narkoba tetap lolos dari pengawasan tentara negeri jiran.
"Saya juga sudah komplain ke Panglima Malaysia, penjagaan di Malaysia sangat ketat, tapi kok (pengedar) bisa lari sampai masuk perbatasan Kalimantan?" ujar Moeldoko usai menghadiri acara Penandatanganan MoU dengan BNN di Aula Gatot Subroto, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (13/5/2015).
Dia mengatakan wilayah Kalimantan kerap dipilih sebagai jalur masuk barang haram tersebut. Prajurit TNI kerap meringkus sindikat narkotika lintas negara di sana dan menyerahkannya kepada polisi.
"Ini cukup berhasil dengan baik. Banyak sekali kita ungkap kasusnya diperbatasan kalimantan dan kita sudah berikan kasusnya ke polisi," ujar Moeldoko.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi menilai jalur laut kerap menjadi rute favorit sindikat narkoba dalam menyelundupkan barang haram tersebut. Kondisi itu cenderung meningkat karena jumlah alutsista AL yang digunakan untuk patroli terbatas.
"Ini kan negara kepulauan, kapal kita nggak cukup. Memang ada kecenderungan penyelundupan lewat laut meningkat, karena pelabuhan-pelabuhan tikus," tutur Ade di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta.
Selanjutnya
Ade menuturkan, jumlah armada kapal TNI AL belum dapat menyeimbangi 81.000 kilometer luas garis pantai Nusantara yang membentang. Sehingga yang paling mungkin dilakukan mengamankan wilayah perairan RI dari para penyelundup ialah dengan meningkatkan koordinasi antarnegara untuk melakukan pertukaran informasi.
Selain menjalin hubungan dengan pihak luar, Ade menegaskan pihaknya juga harus menggandeng sejumlah instansi pemerintahan. Nantinya, instansi tersebut bersinergi dalam menekan penyelundupan narkoba.
"Kita butuh kerja sama yang baik dengan intelijen. Tidak hanya (intelijen) di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri untuk mengetahui dimana saja kemungkinan para pengedar masuk," ujar Ade
Selain itu, lanjut dia, perlu ada kerja sama dengan instansi pemerintah yang memiliki alutsista di laut seperti KKP dan imigrasi laut.
Intinya untuk menciptakan wilayah perairan yang aman dalam keterbatasan armada, hubungan kerja sama lintas instansi dan negara harus kembali direkatkan.
"Yang bisa mengatasi masalah narkoba adalah kerja sama lintasnya harus kuat," tukas Ade.
Advertisement
Selanjutnya
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Anang Iskandar menggandeng TNI untuk terlibat dalam kegiatan operasi penangkapan bandar atau pengedar narkoba. Kekuatan personel TNI diperlukan terutama untuk menjangkau lokasi persembunyian bandar narkoba yang sulit terjamah.
"(Isi MoU) Lebih fokus pada TNI untuk penyediaan tenaga dalam bidang operasi-operasi," terang Anang usai menandatangani MoU tersebut di Aula Gatot Subroto, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta.
Anang menambahkan, bantuan TNI dalam bidang rehabilitasi dan pencegahan pun termasuk dalam lembar nota kesepahaman itu. BNN melibatkan TNI dalam kegiatan rehabilitasi guna meminjam Resimen Induk Militer Kodam (Rindam) sebagai tempat rehabilitasi pecandu narkoba.
"Jadi untuk rehabilitasi yang kita sasar masyarakat, dan tenaga yang merehabilitasinya dari TNI. TNI akan kita latih untuk memiliki kemampuan merehabilitasi penyalahguna narkotika," ujar Anang.
Anang menjelaskan, kerja sama instansi antinarkoba dengan instansi militer sudah terlaksana di negara-negara lain. Ia pun menilai hal ini patut dicontoh, karena sarana rehabilitasi BNN sendiri saat ini hanya mampu menampung 2.000 pecandu narkotika.
"Kami mendapat contoh dari negara lain. Contohnya Thailand, bagaimana mereka bisa merehabilitasi warganya yang menjadi korban narkoba secara masif. Kabinet memberi kami anggaran untuk mengeksekusi program rehabilitasi pecandu dengan target 200 ribu orang," tandas Anang. (Ali)