Kontras Duga Kasus Penembakan 5 Terduga Begal Tangerang Janggal

Selain tidak adanya insiden baku tembak, juga ditemukan bentuk-bentuk bekas penyiksaan di tubuh korban yang tewas.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 08 Jun 2015, 18:15 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2015, 18:15 WIB
Ilustrasi Begal Motor
Ilustrasi Begal Motor

Liputan6.com, Jakarta - 5 Warga Kampung Gunung Sugih Besar, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur tewas dalam penangkapan yang dilakukan polisi atas dugaan kasus begal di Tangerang, 1 Februari 2015. Para warga asal Lampung Timur yang tinggal di Tangerang tersebut meninggal akibat baku tembak.

Namun, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai adanya kejanggalan atas operasi tersebut. Koodinator Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras, Satrio Wirataru mengatakan, sebelumnya polisi Serpong menangkap 19 orang warga Lampung Timur yang mengakibatkan meninggalnya 5 orang, yakni Abdul Wahab, Ibrahim, Ahmad Safei, Ali Husin, dan Ali Iro.

"Penangkapan tersebut tanpa disertai surat penangkapan atau penahanan. Selama proses penahanan, 19 orang tersebut tidak diminta kesaksiannya secara resmi. Seluruh proses penangkapan dan penahanan hanya disiksa. Sedangkan 5 orang yang meninggal lainnya itu masih ditahan oleh polisi," ujar Satrio di kantornya, Jakarta, Senin (8/6/2015).

Dengan kejadian tersebut, Satrio menilai keterangan kelima korban tewas di rumah kontrakan daerah Cikupa, Tangerang, terasa janggal. Selain itu, kontrakan tersebut baru disewa 2 hari sebelum kejadian, di mana tidak ada satu pun nama penyewanya sama dengan 5 orang yang tewas tersebut.

"Kata polisi ada keterangan penembakan. Karena itu kita adakan investigasi. Saat berada di rumah kontrakan di Cikupa, tidak ada satu pun warga mengetahuinya. Padahal menurut polisi, sudah meminta izin kepada warga. Selain itu tidak ada bekas adu tembak," jelas dia.

Keterangan tersebut diperkuat kesaksian Abdul Faqih yang pernah ditangkap Kepolisian Serpong. Dia membenarkan adanya pemukulan tersebut.

"Kejadian itu Minggu sore. Kita ditangkap oleh polisi preman. Tangan saya diikat dan ditutup matanya. Saya mendapat pukulan dan tendangan. Tapi setelah beberapa hari saya kemudian dilepaskan karena saya mengatakan sebenarnya tidak pernah melakukan begal," tutur Abdul.

Kuasa hukum 5 orang tewas itu, Ali Sarti Siregar menegaskan, hal yang membuat janggal, selain tidak adanya insiden baku tembak, juga ditemukan bentuk-bentuk bekas penyiksaan di tubuh korban yang tewas.

"Ada luka tembak, di leher dan tangan patah. Karena itu kami melakukan upaya hukum terhadap hal ini," pungkas Ali.

Usut Tuntas

Kepada Divisi Kontras bidang Pembelaan Hak Sipil dan Politik Putri Kanesia menuntut agar Kapolri dan Kapolda Metro Jaya menangani kasus tersebut hingga tuntas.

"Kami mendesak agar Kapolri untuk memerintahkan Kapolda Metro Jaya segera mengusut tuntas penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap 19 warga Lampung Timur tersebut yang mengakibatkan 5 orang tewas," ujar Putri.

Selain meminta mengusut kejadian tersebut, Putri juga meminta Kapolri segera menonaktifkan Kanit Reskrim Polsek Serpong.

"Kita juga meminta Kapolri untuk menonaktifkan Kanit Reskrim Polsek Serpong dan anggota Polsek Serpong yang diduga terlibat dalam operasi dan penyiksaan tersebut secara imparsial, terbuka, dan independen," ucap Putri.

Putri juga mendesak Kompolnas untuk turut melakukan pengawasan dan mendorong dilakukan proses hukum terhadap anggota polisi pelaku penyiksaan tersebut sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.

"Kita juga minta Komnas HAM untuk memantau proses hukum dan penanganan kasus karena indikasi pelanggaran HAM di dalamnya," pungkas Putri. (Mut/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya