'Mimpi' Kaligis Pimpin KPK

Sebagai pengacara yang sudah puluhan tahun bekerja menegakkan hukum, tentu menjadi sebuah ironi jika kini dia bermasalah dengan hukum.

oleh Sugeng TrionoOscar Ferri diperbarui 15 Jul 2015, 00:09 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2015, 00:09 WIB
Mantan Panitera MK Jadi Saksi Ahli Kasus Golkar
OC Kaligis dalam sebuah persidangan (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis atau OC Kaligis akan menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai pengacara yang sudah puluhan tahun bekerja menegakkan hukum, tentu menjadi sebuah ironi jika kini dia bermasalah dengan hukum.

Tapi faktanya, penyidik KPK sudah mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Otto Cornelis Kaligis terkait kasus dugaan penerimaan dan pemberian suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara. Dengan keluarnya sprindik tersebut, Kaligis resmi menyandang status tersangka atas kasus itu.‎

"Kami mendapat laporan dari tim memang sudah diterbitkan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan). Dan OCK ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap 3 hakim TUN Medan," kata Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adjo, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa 14 Juli 2015.

Namun dia enggan bicara banyak soal dugaan keterlibatan Kaligis dalam kasus itu. Tapi yang jelas, Kaligis datang ke KPK bukan karena dijemput paksa.‎

"Tidak ada jemput paksa dan OCK dengan berjiwa besar bersedia untuk diperiksa sore ini," ujar Indriyanto.

Bersama sejumlah penyidik, Kaligis memang terlihat mendatangi Gedung KPK sekitar pukul 15.50 WIB. Kaligis yang menumpang Toyota Kijang Innova hitam, hanya melempar senyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Pengacara OC Kaligis saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, (14/7/2015). OC Kaligis dijemput paksa oleh KPK terkait kasus suap hakim PTUN Medan yang dilakukan oleh salah satu anak buahnya. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Pengacara yang banyak menangani kasus korupsi itu datang dengan dikawal sejumlah penyidik KPK. Ini bukan bentuk upaya jemput paksa KPK kepada Kaligis, mengingat dia baru sekali mangkir dari pemeriksaan.

‎"Dia ditangkap, bukan dijemput paksa," kata seorang sumber di KPK.

"Disimpulkan dari hasil gelar perkara, ditemukan [2 alat bukti permulaan](‎2273014 "") yang cukup ada dugaan tipikor diduga dilakukan oleh OCK (OC Kaligis)," ujar Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/7/2015).

Berawal dari Gerry ‎

Berubahnya nasib OC Kaligis diawali dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Kamis 9 Juli lalu di PTUN Medan. Dalam OTT itu, KPK menangkap 5 orang yang diduga sedang melakukan transaksi suap terkait pengurusan perkara di PTUN Medan.

Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, dalam penangkapan tersebut penyidik di antaranya menahan 3 orang hakim.

"Pertama Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putra, hakim Amir Fauzi, dan hakim Dermawan Ginting. Panitera Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan dan seorang pengacara dari kantor advokat OC Kaligis," ujar Priharsa di kantornya, Kamis pekan lalu.

Yang dimaksud sebagai pengacara dari kantor advokat OC Kaligis itu adalah M Yagari Bhastara alias Gerry.

Dari lokasi penangkapan, penyidik KPK juga menyita ribuan uang dolar Amerika Serikat. Saat ini uang tersebut turut diperiksa bersama kelima terduga di Kantor Polres Medan.

Panitera PTUN Medan Yusril Sofian (tengah) digiring masuk ke dalam Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/7). Dalam operasi tangkap tangan di Medan, KPK menangkap 5 orang terkait kasus dugaan suap kasus yang ditangani PTUN Medan. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Kurang dari 24 jam kemudian, usai pemeriksaan secara intesif, KPK akhirnya resmi menetapkan kelimanya sebagai tersangka. Gerry diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Tripeni, Amir, Dermawan, dan Syamsir ditengarai selaku penerima suap.

‎Uang US$ 15 ribu dan SG$ 5 ribu turut diamankan dalam OTT itu dan dijadikan sebagai barang bukti transaksi dugaan suap yang diberikan Gerry kepada keempat aparat penegak hukum di PTUN Medan tersebut. Pada perkembangannya, uang itu diberikan untuk memuluskan putusan gugatan Pemprov Sumut yang ditangani PTUN Medan.

Dicegah dan Digeledah 

Yang mengejutkan, dari pengembangan kasus ini KPK mengajukan surat permintaan cegah dan tangkal (cekal) kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Pelarangan bepergian ke luar negeri yang diajukan KPK ini terhadap sejumlah pihak yang diduga mengetahui perkara suap hakim PTUN Medan. Di antaranya adalah Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, dan OC Kaligis.

Menurut Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji, setidaknya saat ini terdapat 6 orang yang dilarang ke luar negeri terkait perkara ini.

"Ada 6 orang, setahu saya 2 nama itu (Gatot dan OC Kaligis) sudah (dicegah ke luar negeri)," ujar Indriyanto Seno Adji dalam pesan singkatnya, Jakarta, Senin 13 Juli 2015.

Indriyanto menjelaskan, pencegahan ke luar negeri ini demi kepentingan penyidikan dan mencari pendalaman keterkaitan antara pihak-pihak yang memerintahkan memberi dan menerima suap ke hakim yang mengurus gugatan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Daerah Bawahan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2012-2013 di PTUN Medan.

Ia juga berpendapat, tidak mungkin Gerry yang menjadi anak buah OC Kaligis itu memberikan uang suap hingga puluhan ribu US$ tanpa mendapat arahan dari atasan atau kliennya.

"Kami memerlukan pendalaman keterkaitan antara lawyer atas dari pemberi kuasa dan penerima kuasa, karena logika dan fakta sementara, agak tidak mungkin seorang Gerry yang memiliki uang suap tersebut," kata dia.

Penyidik KPK juga menjadwalkan memeriksa Gatot Pujo Nugroho dan OC Kaligis sebagai saksi untuk tersangka M Yagari Bhastara, Senin 13 Juli 2015. Namun, Kaligis tidak memenuhi panggilan tersebut.

Dari pencekalan serta pemanggilan oleh KPK, dugaan kalau OC Kaligis juga terkait langsung dengan kasus ini makin menguat. Apalagi pada hari yang sama KPK juga mengirim para penyidiknya ke kantor OC Kaligis untuk melakukan penggeledahan.

Rekan pengacara dari OCK and Associate mencoba menghalangi peliputan para wartawan yang hendak mengambil gambar salah seorang pengacara terduga pemberi suap, di Gedung KPK, Jakarta, (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Tim penyidik mendatangi Kantor Kaligis & Aassociates yang terletak di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat. "Hari ini kita lakukan penggeledahan di kantor OC Kaligis," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK, Johan Budi, di kantornya, Senin.

Menurut Johan Budi, penggeledahan di kantor milik pengacara senior itu dilakukan lantaran penyidik menduga terdapat bukti-bukti terkait suap yang terkuak melalui operasi tangkap tangan pada 9 Juli 2015 lalu. "Penggeledahan ini karena diduga ada jejak-jejak tersangka," kata dia.

Menurut kabar yang beredar, OC Kaligis sempat menolak penyidik KPK menggeledah kantornya. OC, lanjut Johan, berjanji akan memberikan seluruh dokumen yang diperlukan penyidik untuk mengungkap kasus ini. Namun tetap alasan itu tidak diterima KPK.

Akhirnya Ditangkap KPK 

Tak cukup menggeledah, Selasa kemarin KPK juga berniat menyerahkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) kepada OC Kaligis di Kantornya Jalan Majahpahit No 18-20 Kompleks Majapahit Permai Blok 123 Jakarta. Namun, ketika itu Kaligis tidak ada di tempat.

Akhirnya, Tim KPK pun meminta keterangan dari orang yang berada di kantor tersebut dan mendapatkan keterangan jika sang pengacara sedang berada di sebuah hotel mewah di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.

"Kemudian kita cari, ternyata kita dapat info Pak OCK (OC Kaligis) sedang di hotel di dekat Lapangan Banteng," ujar Johan Budi.

Johan menambahkan, KPK menjemput OC Kaligis sekitar pukul 15.30 WIB. Saat didatangi, pria yang menguasai 4 bahasa asing itu sedang bersantai di sebuah lobi hotel di kawasan Lapangan Banteng tersebut.

"Untuk selanjutnya dibawa ke KPK sekitar 15.30 WIB, OCK berada di lobi hotel tersebut," kata Johan.

Dia mengaku pada saat penjemputan tersebut, OC Kaligis tidak melakukan perlawanan kepada penyidik KPK. Dia hanya menanyakan apakah surat penjemputan tersebut ada atau tidak.

"Tadi Pak OCK kooperatif ya, maksudnya pas dijemputnya itu, pas disampaikan surat panggilan kepada yang bersangkutan, barulah yang bersangkutan kemudian ikut ke KPK," pungkas Johan.

Usai sidang, Hercules mengacungkan jempol ke atas. Atas vonis yang dijatuhkan hakim, OC Kaligis selaku kuasa hukum akan mengajukan banding (Liputan6.com/Johan Tallo)

Hingga kini, belum terdengar tanggapan dari pria kelahiran Makassar, 19 Juni 1942 itu. Yang jelas, penangkapan OC Kaligis tak hanya mengagetkan kolega di kantor pengacaranya, namun juga Partai Nasdem, tempat Kaligis menjabat sebagai Ketua Mahkamah Partai.

"Kita tentu terkejut dengan berita penjemputan paksa Pak OC oleh KPK, tentu ini kita pahami ini adalah bagian dari tugas KPK, yang kami tidak bisa mencampuri dan memaklumi tugas KPK," kata Sekjen Nasdem Patrice Rio Capella, Jakarta, Selasa 14 Juli 2015.

Kendati, NasDem menegaskan belum akan mengeluarkan pernyataan resmi terkait status OC Kaligis di struktur partai setelah kejadian ini.

"Tentu setelah ini kami akan menyampaikan pernyataan resmi terhadap kejadian ini. Sekarang kami belum mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, tapi berharap asas praduga tak bersalah harus dikedepankan," ujar Rio.

Ironi itu semakin terasa karena OC Kaligis termasuk pengacara yang kerap mendampingi klien yang tengah berperkara di KPK. Tak hanya itu, dia juga kerap melontarkan kritikan pedas kepada lembaga anti-rasuah itu.

Namun, di atas semuanya, lulusan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung ini ternyata pernah bermimpi memimpin KPK.

"Saya sudah puluhan tahun menjadi pengacara. Saya pikir sudah saatnya saya mengabdi kepada negara selama 4 tahun dengan menjadi Ketua KPK. Tapi kalau tidak bisa ya tak masalah, toh saya masih punya banyak pekerjaan," ujar OC Kaligis menjawab pertanyaan wartawan pada pertengahan 2010 silam. (Ado/Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya