Kejagung Menang PK, Keluarga Soeharto Siapkan Langkah Hukum

Menurut Juan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidaklah tepat.

oleh Liputan6 diperbarui 11 Agu 2015, 19:52 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2015, 19:52 WIB
Gedung Kejagung
Gedung Kejagung

Liputan6.com, Jakarta - Keluarga Soeharto sedang memersiapkan langkah hukum pasca-putusan peninjauan kembali (PK) yang memenangkan Kejaksaan Agung, dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar dengan tergugat mantan Presiden Soeharto dan ahli warisnya, serta Yayasan Beasiswa Supersemar.

"Oleh karena itu kami akan pelajari dengan seksama putusan tersebut untuk kemudian menentukan langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya," kata pengacara keluarga Soeharto Juan Felix Tampubolon saat dihubungi di Jakarta, Selasa (11/8/2015).

Namun Juan mengaku belum tahu langkah hukum apa yang akan diambil. "Belum tahu, nanti kalau sudah akan saya beritahukan," tambah Juan.

Menurut Juan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidaklah tepat. "Fakta-fakta dan bukti di persidangan sama sekali tidak mendukung posita, apalagi petitium kejaksaan pada saat itu. Semua bukti dokumen hanyalah fotokopi."

"Dari saksi-saksi dan fakta yang diajukan jaksa kebanyakan tidak relevan dan tidak mendukung dalil-dalil jaksa. Jadi bagaimana bisa gugatannya dikabulkan? Untuk saya aneh. Namun kami wajib menghormati putusan pengadilan," pungkas Juan.

Dalam PK yang dijatuhkan pada 8 Juli 2015 tersebut, Persiden ke-2 RI Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Supersemar harus membayar US$ 315 juta dan Rp 139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp 4,4 triliun dengan kurs saat ini.

Putusan diambil oleh ketua majelis Suwardi, Soltoni Mohdally dan Mahdi Sorinda yang mengabulkan PK yang diajukan Negara RI cq Presiden RI melawan mantan Presiden Soeharto dan ahli warisnya sekaligus menolak PK yang diajukan Yayasan Supersemar.

PK tersebut memperbaiki kesalahan pengetikan putusan pada 2010 yang dipimpin oleh Harifin Tumpa --yang saat itu menjabat sebagai ketua MA-- dengan hakim anggota Rehngena Purba dan Dirwoto, memutuskan harus membayar kembali kepada negara US$ 315 juta (berasal dari 75% dari US$ 420 juta) dan Rp 139,2 miliar (berasal dari 75% dari Rp 185,918 miliar).

Namun dalam putusannya, MA tidak menuliskan Rp 139,2 miliar, tapi Rp 139,2 juta. (Ant/Rmn/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya