Rizal Ramli: Menteri Setuju Perpanjang Freeport Itu Melawan Hukum

Menurut Rizal, Indonesia harus mendapat royalti dari Freeport sekitar hingga 7 persen.

oleh Sugeng Triono diperbarui 12 Okt 2015, 15:12 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2015, 15:12 WIB
20151012-KPK-Jakarta-Rizal Ramli
Menko Maritim, Rizal Ramli usai kunjungi Gedung KPK untuk melaporkan Hasil kekayaan pajak negara di Kuningan, Jakarta, Senin (12/10/2015).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli melaporkan perubahan harta kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Usai melapor, Rizal yang pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian ini sempat membicarakan soal perpanjangan kontrak PT Freeport yang akan berakhir pada 2021 mendatang.

Ia menegaskan bahwa pemerintah saat ini belum memiliki kesepakatan apapun terkait perpanjangan kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut. Menurut dia, perpanjangan kontrak ini baru akan dibahas 2 tahun sebelum kontrak berakhir.

"Jadi kalau ada menteri yang mengatakan sudah disetujui perpanjangan kontraknya, itu melawan hukum," ujar Rizal Ramli di Gedung KPK, Jakarta, Senin (12/10/2015).

Ia juga menjelaskan, pemerintah saat ini masih fokus pada sejumlah hal yang menjadi kewajiban Freeport. Salah satunya adalah mengenai royalti yang sejak 1967 hanya membayar sebesar 1 persen. Baginya, Indonesia harus mendapat royalti sekitar hingga 7 persen.

"Kenapa bisa segitu lamanya, dari 1967-2014, hanya bayar 1 persen, mohon maaf terjadi KKN pada saat perpanjangan kontrak tahun 80an. kami tidak mau ini terulang lagi," kata Rizal.

Tidak hanya itu, Freeport dinilai Rizal juga tidak memperhatikan limbah tambangnya di Papua.

"Freeport terlalu greedy, terlalu untung besar-besaran padahal ada tambang lain di Sulawesi yang memproses limbahnya, sehingga tidak membahayakan lingkungan," pungkas Rizal Ramli. (Ali/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya